Tak Ada Biaya, Ardi Berjuang Melawan Penyakit Selama 7 Tahun

Konten Media Partner
4 April 2019 16:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ardi si kecil yang kuat melawan penyakitnya, saat disambangi di rumahnya, Rabu (03/04). Foto: Lukman Budianto/kendarinesiaid
zoom-in-whitePerbesar
Ardi si kecil yang kuat melawan penyakitnya, saat disambangi di rumahnya, Rabu (03/04). Foto: Lukman Budianto/kendarinesiaid
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Tidak sakit, biasa saja," kata Ardi membuka percakapan dengan tim kendarinesia. Matanya sayup, sesekali Ia batuk sambil mengelus-elus perutnya.
ADVERTISEMENT
Ardi merupakan anak yang pertumbuhan fisiknya tidak normal. Usianya sudah 16 tahun, namun kondisi fisiknya seperti anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Perut laki-laki bernama lengkap Adi Ardiansyah ini bengkak, layaknya perempuan yang sedang hamil tua. Saking bengkaknya, urat-urat di perut Ardi nampak begitu jelas, pusarnya pun menonjol.
Tidak ada yang mengetahui penyakit yang diderita anak pasangan Surohim dan Rokayah ini. Pasangan suami istri itu mengaku sudah membawa Ardi berobat ke dokter, bahkan dukun. Namun, hasilnya nihil. Kondisi Ardi tetap seperti itu.
"Dokter juga tidak tahu itu sakitnya. Sempat bilang pembengkakan jantung, usus, tapi diperiksa lagi katanya bukan," kata Rokayah di rumahnya di Desa Mata Iwoi, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Rokayah bercerita, perut Ardi mulai membengkak saat Ardi masih duduk di bangku kelas III SD, tepatnya tujuh tahun lalu. Saat itu, Ardi jatuh dari pohon mangga saat bermain dengan teman-temannya. Setelah pulang, tiba-tiba Ardi demam tinggi dan perutnya bengkak.
Ardi sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara kala itu. Setelah menjalani perawatan intensif selama sebulan, dokter meminta kepada Rokayah untuk membawa Ardi ke rumah sakit di Kota Makassar.
Namun, permintaan itu tidak bisa diamini oleh Rokayah dan Surohim. Pasalnya, mereka tidak punya biaya lagi. Selama sebulan Ardi dirawat, Surohim yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan, mengaku sudah menjual ternak dan kendaraan roda dua miliknya demi pemgobatan Ardi.
ADVERTISEMENT
"Kita bawa dia (Ardi) ke rumah sakit tiga kali. Dokter bilang harus dibawa ke Makassar dirawat disana tiga bulan. Ongkos kesana saja nda ada apalagi mau dirawat tiga bulan," tutur Surohim.
Sejak saat itu, pasangan suami istri tersebut hanya bisa pasrah. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Ardi pun harus rela kehilangan pendidikan formalnya karena tidak sanggup lagi ke sekolah akibat sakit yang dideritanya. "Ardi berhenti sekolah pas mau naik kelas empat," imbuh Surohim.
Ardi dan ibunya Rukoyah saat berbincang-bincang dengan tim kendarinesiaid di kediamannya, Rabu (03/04). Foto: Lukman Budianto/kendarinesiaid
Ingin Jadi Pemain Bola
Ardi sangat optimis bisa sembuh. Ia kuat melawan penyakitnya. Bahkan saat tim kendarinesia menyambangi rumahnya, sekalipun Ardi tidak pernah mengeluh. "Tidak sakit. Ini nda sakit," kata itu yang terus terlontar dari mulut anak usia 16 tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dia itu nda pernah ngeluh. Dia selalu bilang ini nda sakit. Makannya juga kuat. Jadi memang kaya nda sakit, hanya saja itu perutnya bengkak," sambung Rukoyah.
Meskipun Ardi selalu merasa dirinya kuat, Rukoyah selalu membatasi aktivitas fisik Ardi. Pasalnya, saat tubuh Ardi terlalu aktif bergerak, perutnya akan semakin membengkak, dan suhu badannya akan naik drastis.
Karena pertumbuham fisiknya tidak normal, Ardi sehari-hari bermain dengan anak SD di daerah itu. Di mata teman-temannya, Ardi adalah sosok periang dan selalu bersemangat.
Seperti penuturan Muh Aril (12), teman bermain Ardi. Di mata Aril, Ardi mempunyai keinginan besar menjadi pemain bola. Tak jarang, Ardi sering ikut ke lapangan. Namun karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk turut bermain bola, Ardi hanya bisa menonton dari luar lapangan. "Dia nda pernah ikut main, hanya nonton saja," imbuh Aril.
ADVERTISEMENT
Surohim berkeinginan besar bisa membawa Ardi berobat di Kota Makassar, seperti saran dokter tujuh tahun lalu. Namun apa daya, mereka terkendala biaya.
Beruntung, ada Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial yang sedikit meringankan beban Surohim. Lewat PKH, Ardi menerima uang bantuan sebanyak Rp 770 ribu setiap tiga bulan.
Meskipun tidak banyak, setidaknya lewat bantuan PKH itu bisa membantu Rokayah membeli obat penurun panas saat suhu badan Ardi kembali naik.
"Itu kita mulai terima Tahun 2018. Awalnya 500 ribu per-tiga bulan. Tahun 2019 ini Alhamdulillah 770 ribu," terang Rokayah.
Surohim berharap agar Bupati Kabupaten Konawe Kery Saiful Konggoasa bisa datang menjenguk Ardi. Surohim berharap agar Pemda Konawe bisa melihat kondosi anaknya itu. "Itu harapan kami. Setidaknya kita ini juga masih warga Konawe," jelas Surohim.
ADVERTISEMENT
---