IMG-20200507-WA0029.jpg

Annisa Kurniati, Rumah Kepik dan Anak Disabilitas di Negeri Berazam

9 Mei 2020 13:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Annisa saat mengedukasi anak SD soal no bullying. Foto: Dok Annisa
zoom-in-whitePerbesar
Annisa saat mengedukasi anak SD soal no bullying. Foto: Dok Annisa
ADVERTISEMENT
Pergumulan batin yang hebat, naluri yang berbicara, dirasakan Annisa Kurniati, kala melihat para anak berkebutuhan khusus tidak mendapat penanganan secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Apalagi, bagi anak disabilitas di tengah keterbatasan ekonomi para orang tua. Akibatnya, mereka tidak sanggup menanggung biaya penanganan yang terbilang mahal.
Berangkat dari keresahan itu, komitmen untuk membantu mereka yang kerap ia sebut sebagai 'anak spesial' bangkit dan mendirikan sebuah rumah terapi (orthopedagog) bagi anak-anak berkebutuhan khusus di negeri berjuluk 'bumi berazam', Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.
Rumah Kepik, yang ia dirikan pada tahun 2012 lalu fokus menangani para anak disabilitas dengan suka rela dan terus bertahan hingga kini. Mimpinya sederhana, adalah membuat anak-anak disabilitas merasakan kebahagiaan dan bisa melanjutkan hidup.
"Latarbelakang 'Rumah Kepik' ini adalah bagaimana masyarakat yang memiliki anak keterbatasan baik yang mampu dan tidak mampu bisa tertangani dengan baik, biayanya disesuaikan dengan kemampuan,"ujar Annisa kepada kepripedia, Selasa (5/5).
ADVERTISEMENT
Annisa saat menghibur anak-anak korban kebakaran di Kampung Banjar, Karimun. Foto: Dok Annisa.
Dara kelahiran Bandung, 14 April 1978 itu mengaku dengan suka cita membantu sepenuh hati para disabilitas melalui metode yang ia terapkan. Selain fokus pada objek penanganan, penting baginya menambah pengetahuan para orang tua saat menangani anak ketika di rumah.
"Penanganan anak berkebutuhan khusus tidak bisa sekali saja. Terapi bisa seminggu sekali, tapi yang paling penting adalah bersama orang tua di rumah. Karena bisa 24 jam bersama," katanya.
Kepada kepripedia, Annisa bercerita, salah satu anak yang tengah ia tangani sebelumnya berada dalam kondisi memprihatinkan. Namun, berselang beberapa tahun, anak tersebut mampu menghafal ayat suci Al-Qur'an.
"Pernah ada satu anak, di mana kondisi nya sejak awal mengeluarkan air liur, kemudian tidak bisa berbicara. Saat ini alhamdulillah sudah hafal ayat kursi, dan ayat-ayat pendek lainnya," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sosialisasi forum komunikasi orang tua anak spesial chapter karimun bersama SLBN Karimun. Foto: Annisa
Dia sadar betul, kecerdasan emosional dan kesabaran yang ekstra dalam mendidik sangat diperlukan. Hal ini tentunya akan mempengaruhi bagaimana karakter anak ke depannya.
"Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus itu harus dilakukan dengan hati, itu juga akan mempengaruhi perkembangan kedepan,"imbuhnya.
Dari berbagai pengalamannya itu, ia tahu bagaimana cara yang tepat menangani anak-anak disabilitas. Misalnya saja, menggunakan media-media seadanya untuk terapi.
"Keterbatasan yang ada bisa kita siasati dengan media seadanya seperti gelas plastik, bisa juga sedotan. Kemudian bola, yang bisa melatih motorik kasar dan halus, termasuk melatih berbicara," jelasnya.
Metode yang dilakukan disesuaikan dengan hambatan-hambatan masing-masing anak. Ia mencontohkan, anak yang memiliki hambatan dalam berbicara.
Ada banyak jenis anak disabilitas yang kerap ia temui, seperti halnya autis, down syndrome, dislexia hingga diskalkulia dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Aktivitas saat bersama anak disabilitas di kelas terapi.
Secara umum, terdapat dua kategori anak berkebutuhan yakni temporer dan permanen. Dia menjelaskan, temporer dimaksudkan anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal, semisal karena faktor lingkungan sekitar. Sedangkan, permanen merupakan anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan. Kedua kategori tersebut, mendapatkan penanganan dan metode yang berbeda.
"Kita lihat seperti hambatannya, misal kemampuan bicara belum jelas kita lihat apakah ada masalah di organ bicaranya,"ungkap wanita lulusan S1 Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Pendidikan Bandung itu.
Sederet program yang ia jalankan, ada satu yang menarik perhatian, di mana ia bersama teman-temanya yang tergabung dalam kelompok peduli anak berkebutuhan khusus merambah pada sekolah tingkat dasar untuk mengedukasi para anak normal untuk tidak memberi perlakuan tidak baik pada anak-anak penyandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
"Saat itu peringatan hari autis, kita mengedukasi anak SD agar mau menjadi sahabat 'anak spesial'. Dengan apa?, no bullying. Karena pada dasarnya mereka sama," kata dia.
Menjadi narasumber di salah satu radio lokal mengulas soal anak berkebutuhan khusus (down syndrome). Foto: Dok Annisa
Delapan tahun berselang, sudah tercatat sebanyak 25 anak penyandang disabilitas yang sudah ia tangani dengan baik.
Wadah 'Rumah Kepik' yang ia inisiasi itu, kini mampu meningkatkan kesadaran para orang tua terhadap faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus.
Saat ini, Annisa bersama temen-temanya yang berasal dari berbagai kalangan seperti akademisi, pemerhati anak hingga para orang tua tengah fokus menyoroti soal-soal penanganan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan.
Mereka tergabung dalam Forum Komunikasi Orang Tua Anak Spesial Indonesia (Forkasi) Kabupaten Karimun. Annisa sendiri dipercaya menjadi ketua dari kelompok kemanusiaan itu.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten