Debt Collector di Karimun Dipolisikan Usai Tarik Paksa Kendaraan Nasabah

Konten Media Partner
15 Juli 2021 16:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mobil salah seorang nasabah di Karimun, Kepulauan Riau, dilakukan penrikan oleh pihak debt collector menggunakan mobil derek. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Mobil salah seorang nasabah di Karimun, Kepulauan Riau, dilakukan penrikan oleh pihak debt collector menggunakan mobil derek. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Aksi dugaan perampasan kendaraan milik seorang nasabah di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Marico Daily (37), yang dilakukan oleh debt collector berbuntut pelaporan kepada pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
Mobil jenis Toyota Kijang Innova milik Marico ditarik secara paksa oleh debt collector BPR Buana Arta Mulia. Bahkan, penarikan itu diduga dilakukan dengan merusak jendela kaca mobil yang tengah parkir di kawasan komplek perkantoran bupati Karimun.
Nasabah yang tidak terima dengan perlakuan debt collector tersebut lalu melaporkan kejadian yang alaminya kepada pihak kepolisian resort Karimun.
Kuasa Hukum korban, Basar, mengungkapkan jika ada prosedur yang harus dilalui apabila pihak debitur akan melakukan penarikan kendaraan terhadap nasabah.
Apalagi, di masa pandemi COVID-19, OJK RI mengeluarkan kebijakan stimulus perekonomian nasional Nomor 11/POJK.03/2020. Hal itu tentu memberikan keringanan terhadap para nasabah dalam proses pembayaran kreditur barang seperti kendaraan.
Nasabah melaporkan perihal penarikan kendaraan yang diduga secara paksa oleh pihak debt collector kepada pihak kepolisian. Foto: Khairul S/kepripedia.com
"Dapat disimpulkan adanya keringanan yang diberikan kepada klien saya sebagai debitur sekaligus pelaku UMKM yang terkena dampak COVID-19," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, kliennya melakukan pembelian terhadap kendaraan tersebut dengan sistem DP sebesar Rp 10 juta dengan besaran cicilan Rp 2,2 juta selama 5 tahun. Namun, dengan kondisi pandemi yang melanda saat ini, menyebabkan terjadi keterlambatan pembayaran selama beberapa bulan.
"Maka sudah sepatutnya klien saya diberikan hak untuk fasilitas restrukturisasi guna mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi sesuai aturan OJK tersebut," kata dia.
Untuk itu, Basar menilai penarikan atas kendaraan tersebut dilakukan secara non-prosedural. Apalagi, itu dilakukan tanpa memberikan surat peringatan sebelumnya.
Surat peringatan baru diberikan kepada kliennya setelah dilakukan penarikan sepihak oleh BPR Buana tepatnya pada tanggal 6 Juli 2021. Selain itu, nasabah tidak pernah diberikan salinan perjanjian PK dan merasa tidak menandatangani Jaminan Fidusia.
ADVERTISEMENT
"Sejak awal kredit, klien kami tidak diberikan turunan perjanjian dan juga tidak merasa menandatangani Fidusia," ucap Riyan yang juga kuasa hukum nasabah tersebut.
Lebih jauh, kata dia, jika pun atas kendaraan tersebut dilekatkan jaminan fidusia, aksi penarikan seyogyanya tidak dapat dilakukan dengan cara ambil paksa.
"Secara tegas Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor 18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri, kan aturan mainnya sudah jelas," ungkapnya.