Kejari Ungkap Dugaan Korupsi Dana Insentif COVID-19 2 Puskesmas di Bintan

Konten Media Partner
25 November 2021 13:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korupsi. Foto: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korupsi. Foto: Kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Negeri (Kejari) menemukan dua Puskesmas di Kabupaten Bintan diduga melakukan tindak pidana korupsi dana insentif COVID-19. Keduanya tersebut yakni, Puskesmas Seilekop, Kecamatan Bintan Timur dan Puskesmas Tambelan.
ADVERTISEMENT
Kajari Bintan, I Wayan Riana, mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap tenaga kesehatan (nakes) di 2 puskesmas tersebut. Pemeriksaan itu terkait laporan dugaan korupsi dana insentif nakes dalam penanganan COVID-19.
“Saat ini 2 puskesmas dulu yang kita periksa. Namun tidak menutup kemungkinan jika ini selesai akan periksa lainnya,” ujarnya saat ditemui di kawasan Toapaya, Bintan, Rabu (24/11).
Ia menjelaskan, Pemkab Bintan sejak tahun 2020 dan 2021 mengalokasikan total anggaran sebesar Rp 6,3 miliar lebih. Terdiri dari Rp 3,13 miliar lebih pada 2020 dan Rp 3,13 miliar lebih lagi di tahun 2021.
Besaran dana itu diperuntukan insentif nakes yang berada di 15 puskesmas dan 1 RSUD di Bintan. Namun, dalam penggunaan dana itu didapati laporan adanya penyelewengan atau indikasi dugaan korupsi.
ADVERTISEMENT
"Jadi 2 puskesmas itu kita temui ada indikasi dugaan korupsinya. Modusnya dengan melakukan data fiktif kegiatan nakes. Lalu kegiatan itu diusulkan untuk pencairan dana," jelasnya.
Untuk di Puskesmas Seilekop, lanjut Mantan Penyidik KPK ini, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap kepala puskesmas dan 17 orang. Sementara total nakes di tempat tersebut sebanyak 28 orang.
Dari hasil pemeriksaan, para nakes mengakui telah melakukan penyelewengan dana nakes sebesar Rp 100 juta dari total kucuran dana Rp 500 juta lebih. Bahkan 18 orang yang diperiksa telah mengaku menerima uang tersebut.
"Jadi Puskesmas Seilekop mendapatkan kucuran dana insentif nakes Rp 500 juta lebih selama 2 tahun. Tahun 2020 sebesar Rp 250 juta lebih dan 2021 sebesar Rp 250 juta lebih. Dari total itu mereka terindikasi melakukan korupsi sebesar Rp 100 juta," katanya.
ADVERTISEMENT
Dalih mereka membuat data fiktif itu untuk membantu nakes yang tak masuk aplikasi. Itu dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Dengan mengumpulkan dana yang diselewengkan itu lalu membagikannya.
Namun kenyataannya dana itu bukannya hanya diberikan ke nakes yang tak masuk aplikasi. Tapi nakes yang sudah masuk aplikasi juga menerima sehingga terima 2 kali.
"Jadi perbuatan melakukan data fiktif untuk mendapatkan uang itu dilakukan atas dasar kesepakatan," sebutnya.
Begitu juga dengan Puskesmas Tambelan. Modus dan dalih yang digunakan oleh para nakes disana sama hanya saja totalnya yang beda.
Untuk puskesmas ini dikucurkan dana insentif nakes pada 2020 sebesar Rp 90 juta dan pada 2021 Rp 90 juta juga. Namun indikasi besaran dana yang diselewengkan belum dapat diketahui secara pasti sebab baru kepala puskesmasnya yang diperiksa.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk di kasus Puskesmas Tambelan belum diketahui namun masih diselidiki. Kita terkendala karena jaraknya jauh namun tetap kita selesaikan tahun ini juga," ucapnya.