Keterangan Saksi Ahli dalam Perkara Terdakwa Tahir Ferdian

Konten Media Partner
30 Oktober 2019 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang . Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang . Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
Sidang kasus penggelapan dalam jabatan dengan terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (28/10), yang mendatangkan saksi ahli.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Dwi Nuramanu didampingi dua hakim anggota Yona Lamerosa dan Taufik Nainggolan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosmarlina Sembiring dan 2 orang ahli yakni Gultom dan Syarifuddin.
Penasehat hukum terdakwa, Supriyadi sempat menyatakan keberatan dengan agenda sidang kali ini. Sebab, sesuai jadwal harusnya sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi korban.
Namun, majelis hakim tetap melanjutkan sidang karena saksi korban berhalangan untuk hadir.
Dalam keterangannya, Elisatris Gultom saksi ahli bidang Perseroan, menuturkan tugas seorang Komisaris dalam perusahaan adalah mengawasi dan tidak mempunyai hal dalam mengalihkan aset atau kekayaan perusahaan.
“Tugas komisaris hanya mengawasi, komisaris boleh ikut campur dalam direksi jika masalah kepengurusan saja, contohnya dalam rapat saja, untuk masalah seperti penjualan aset harus izin dengan direksi,” ujar Gultom.
ADVERTISEMENT
Gultom juga menambahkan jika memang perusahaan mau menjual barang perusahaan harus ada RUPS dan jika tidak dipenuhi maka tidak sah.
“Komisaris bisa mengganti kedudukan direksi jika berhalangan namun sifatnya sementara. Komisaris tidak bisa melakukan jual beli karena komisaris tidak ada kewenangan,” terangnya.
Sempat terjadi adu pendapat antara penasehat hukum terdakwa dan ahli. Namun ahli dengan tegas menyatakan komisaris tidak mempunyai kewenangan dalam hal menjual atau mengalihkan aset perusahaan.
Sementara itu, Ludijanto Taslim, Direktur Utama PT Taindo Citratama yang juga saksi korban dalam perkara penggelapan dalam jabatan dengan terdakwa Tahir Ferdian, Komisaris perusahaan tersebut, sudah tiga kali mangkir di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, saksi Ludijanto Taslim tidak dapat hadir karena sedang berobat di luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan surat keterangan sakit dari Rumah Sakit Chinatown Service Center USA tertanggal 23 Oktober 2019 lalu dan pengakuan pihak keluarga (korban)," ujar JPU.
Majelis hakim berpendapat surat keterangan sakit itu sudah lewat beberapa hari. Sementara untuk kondisi Ludijanto Taslim, saat ini belum ada surat keterangannya.
"Kami minta jaksa kembali hadirkan saksi pelapor dan kalau memang berobat ke luar negeri, harus dikeluarkan surat keadaan pelapor saat ini," tegas Ketua majelis hakim Dwi Nuramanu.
Selain itu Majelis juga meminta aturan KUHAP tetap harus dijalankan dipersidangan. Salah satunya, surat keterangan sakit itu harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah yang sudah bersertifikasi.
Sidang kemudian dilanjutkan dengan agenda mendengarkan saksi yaitu Eli Sadris Gultom, ahli hukum perseroan dan Syarifuddin Pettanasse ahli hukum pidana dari Universitas Sriwijaya Palembang (UNSRI).
ADVERTISEMENT
Eli Sadris Gultom berpendapat direksi boleh mengurus perseroan, memperbaiki gedung serta mesin-mesin yang telah rusak. Bahkan, lanjut akademisi dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung itu, sesuai pasal 155 bahwa perkara ini harusnya lewat gugatan perdata dulu.
Sementara itu Syarifuddin Pettanasse berpendapat terdakwa menjual aset tanpa sepengetahuan direktur utama, berarti melakukan perbuatan melawan hukum. Tapi ahli berpendapat untuk pasal 374 KUHP tidak terbukti tapi pasal 372 KUHP yang terbukti.
"Karena yang mengalihkan aset dengan cara apapun itu bukan karena majikan dengan bawahannya," tegas saksi ahli.
Penasehat Hukum terdakwa, Supriyadi mengakui memang bukan kewenangan komisaris memindahkan aset perusahaan. Tapi, sambung Supriyadi, karena direktur yang tidak mengurus lagi perusahaan ini, komisaris beritikad baik agar perseroan ini berjalan.
ADVERTISEMENT
"Kalau mesin-mesin ini diservice?" tanya Supriyadi kepada ahli pidana.
"Boleh. Sah-sah saja," jawab Syarifuddin.
Terkait pasal 374 yang didakwakan kepada Tahir Ferdian tidak terbukti, ahli berpendapat terdakwa harusnya bebas.
Usai sidang, Penasehat Hukum pelapor, Solahudin Dalimunte berpendapat beda dengan keterangan dua ahli tersebut. Katanya dalam perkara itu ada dua pasal yaitu pasal 372 dan 374 KUHP.
Awal pemeriksaan saksi ahli perseroan sudah jelas, dalam pasal 374 KUHP itu menyatakan bila satu perusahaan dialihkan tanpa RUPS.
Kemudian dalam pasal 372 KUHP dijelaskan bila menguasai barang tanpa hak dengan sengaja sedangkan disitu ada hak orang lain sebagian. "Sebetulnya ini adalah suatu runut permasalahan perkara ini," kata Solahudin.
ADVERTISEMENT
Ia berpendapat dalam persidangan para pihak seharusnya tidak boleh mengarahkan saksi.
"Jaksa dan hakim harus sigap melihat ini, kemudian menghentikan itu," harapnya.
Sebab, lanjut Silahudin dalam konteks saksi ahli itu bukan menjustice tapi memberikan suatu keahlian yang dia miliki.
"Walaupun saksi ahli menyampaikan pasal 374 KUHP menurut dia tidak terbukti tapi dia mengatakan pasal 372 KUHP terbukti. Karena menguasai hak tanpa hak," tegasnya.