P1070360.jpg

Kisah Tri Armanto dan Ecology, Bawa Misi Lindungi Kawasan Konservasi di Kepri

17 Juli 2022 15:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Ecology melakukan penanaman Mangrove di pesisir wilayah Pulau Bintan. Foto: Dok Ecology
zoom-in-whitePerbesar
Tim Ecology melakukan penanaman Mangrove di pesisir wilayah Pulau Bintan. Foto: Dok Ecology
ADVERTISEMENT
Seluas 138.661,42 hektar lahan di perairan wilayah timur Pulau Bintan, Provinsi  Kepulauan Riau menjadi kawasan konservasi. Uniknya kawasan konservasi ini berbatasan langsung dengan Negara Singapura. Yang mana menjadi area  pariwisata yang berkembang pesat serta berada di jalur lintasan perdagangan laut yang ramai.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ratusan ribu luas hektar lahan konservasi tersebut juga menghadap langsung ke Laut Cina Selatan dengan potensi perikanan dan biodeversitas laut melimpah.
Kawasan tersebut menjadi kawasan yang dilindungi dan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya untuk melindungi, melestarikan dan memanfaatkan biodiversitas laut. Seperti ekosistem terumbu karang, padang lamun dan habitat asuhan ikan.
Kepulauan Riau yang merupakan salah satu provinsi terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang diperhitungkan untuk masa depan, namun tampaknya sebagian masyarakat yang  bergantung pada alam belum mampu memahaminya.
Tri Armanto, yang merupakan direktur di sebuah lembaga bernama The Ecology Foundation (Yayasan Ecology) yang berisikan para pecinta lingkungan hadir di tengah masyarakat Kepri dalam kepedulian menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sekaligus menyeimbangkan dan menciptakan ekonomi berkelanjutan yang bermanfaat di Kepri termasuk dalam kawasan konservasi.
ADVERTISEMENT
Tri Armanto bersama tim di Yayasan Ecology berkontribusi secara langsung dan menjadi mitra yang terlibat dengan Pemerintah Provinsi Kepri dalam proses pembentukan dan dukungan rencana pengelolaan kawasan konservasi tersebut. Berkoordinasi menyusun rencana zonasi, survei potensi sumberdaya dan kegiatan lainnya bersama Konservasi Indonesia.
Ecology ini sendiri awalnya berdiri sejak terlaksananya Event Ecorun pada tahun 2017 di  Pulau Mapur. Melihat potensi Pulau Mapur sebagai destinasi wisata berbasis pelestarian alam dan ditetapkan sebagai Desa Wisata Bahari oleh Pemerintah Kabupaten Bintan, membawa Tri Armanto beserta rekan-rekan di Ecology menganggap kelestarian lingkungan di kawasan konservasi sangat perlu dilakukan. Selain menjaga keragaman hayati  juga mempertahankan daya tarik yang agar terus diminati masyarakat untuk berkunjung ke Pulau Mapur.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya memang sudah ada wacana mau buat yayasan. Namun lebih memilih untuk beraksi terlebih dahulu. Dari Ecorun Mapur Island tahun 2017 itulah cikal bakalnya. Event itu juga sudah disiapkan dari tahun 2015 dan 2016 dan terealisasi di tahun 2017,” kata Tri kepada kepripedia.
Hewan dugong yang dievakuasi. Foto: Dok Ecology
Event dari mula lahirnya Ecology ini merupakan kegiatan perlombaan olahraga lari yang diadakan di sebuah pulau kecil di sisi timur Pulau Bintan dengan konsep lari melintasi kawasan pemukiman, hutan, pantai dan pantai yaitu Pulau Mapur, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Peserta acara dan masyarakat sekitar terlibat dalam pelepasan tukik penangkaran, penanaman terumbu karang di perairan laut dengan sistem adopsi (naming/tagging) dan menikmati keindahan taman kerang dengan snorkeling.
ADVERTISEMENT
Kima Park kemudian menjadi daya tarik tersendiri. Ini merupakan hasil prakarsa bersama masyarakat Pulau Mapur yang berprofesi sebagai nelayan tradisional dalam rangka membangun dan membina pemberdayaan masyarakat pesisir berbasis pariwisata di Kabupaten Bintan.
Tri bersama dewan eksekutif di Yayasan Ecology serta seluruh tim di dalamnya sepakat bahwa kawasan konservasi laut diakui di seluruh dunia sebagai upaya penting untuk melindungi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Mereka menilai pengelolaan kawasan konservasi secara efektif akan melindungi habitat penting yang bermanfaat bagi kesehatan laut.
Berbagai gerakan dilaksanakan Yayasan Ecology untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Mulai dari melindungi kehidupan di laut, merehabilitasi lahan kritis dan menginisiasi program substitusi penggunaan sedotan plastik.
ADVERTISEMENT
Tri mengatakan keseimbangan dalam pembangunan ekonomi dan konservasi membutuhkan strategi pengelolaan yang tepat berdasarkan ilmu pengetahuan, dan pengelolaan yang baik dan responsif terhadap perubahan di era globalisasi.
Aksi bersih pantai dari sampah. Foto: Dok Ecology
“Segala sesuatu yang kita lakukan adalah tentang membuat dampak yang benar-benar positif di planet ini. Kami telah menyelaraskan visi kami dengan tujuan 14 dari kampanye pembangunan berkelanjutan PBB. Dengan berkontribusi pada konservasi baik dalam skala kecil. Kita terus menyadarkan pikiran agar bisa terus terhubung dengan alam yang akan dimanfaatkan dengan baik dan lestari.” ujarnya.
Ecology sendiri memiliki visi dan misi yang besar dalam menjadikan masyarakat Indonesia mandiri dan berwawasan lingkungan dengan ekosistem yang berkembang dan beragam. Baik dalam pelestarian wilayah laut atau pesisir, lingkungan pulau, dan satwa liar setempat dan menumbuhkan aktivitas dan aksi komunitas sebagai langkah menjaga lingkungan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, ia mengungkapkan banyak lahan kritis di Bintan terbentuk akibat penambangan bauksit. Limpasan yang terjadi pada musim hujan menimbulkan sedimen di perairan sekitarnya seperti muara atau tepi pulau. Endapan ini meliputi padang lamun dan terumbu karang.
Selain berdampak pada sumber daya alam hayati, juga berdampak pada kegiatan pariwisata di sekitarnya, karena jika limpahan membawa partikel tanah atau sedimen dalam jumlah besar, membuat perairan menjadi keruh dan mengganggu kegiatan pariwisata seperti snorkeling atau menyelam.
Salah satu lokasi pelaksanaan (pilot project) untuk kegiatan rehabilitasi yang dilakukan Ecology adalah di Pulau Buton.
Pulau ini terdapat kegiatan penambangan bauksit ilegal yang telah disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Rehabilitasi pun dilakukan untuk memulihkan, dan memperbaiki kondisi lahan agar berfungsi kembali secara optimal.
ADVERTISEMENT
“Banyak yang menjadi ancaman dalam menjaga kawasan konservasi, salah satunya sampah plastik. Isu sampah plastik masih menjadi perhatian utama di dunia, pencemaran yang ditimbulkan oleh sampah plastik sudah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan.” jelas Tri.
Sementara itu, Dewan Eksekutif Ecology, Rijalul Fikri menambahkan tantangan besar untuk mengubah pola atau perilaku masyarakat dalam memanfaatkan kebutuhan penggunaan produk plastik secara bijak, salah satu langkah yang paling nyata adalah upaya penggunaan sedotan plastik dengan kebijakan plastik berbayar.
Berangkat dari hal tersebut dalam rangka menjawab visi dan misi, Yayasan Ecology mencoba menginisiasi program substitusi penggunaan sedotan plastik ke sedotan bambu.
Sedotan bambu itu sendiri dibuat oleh perajin sedotan bambu yang berasal dari masyarakat pesisir dengan pengalaman ± 10 tahun. Kualitas sedotan bambu yang dibuat pun diakui oleh beberapa negara lokal dan mancanegara.
ADVERTISEMENT
Pembuatan dan perawatan sedotan masih dilakukan secara tradisional dengan tenaga manusia dan tanpa bahan pengawet kimia. Sumber daya bambu yang diambil adalah produk lokal yang tumbuh di hutan Pulau Bintan.
“Ini adalah bentuk nyata Yayasan Ecology dalam memerangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kehidupan kita sehari-hari dengan menggunakan sedotan yang dapat digunakan kembali dan ramah lingkungan seperti Bamboo Straw by Ecology.” tambah Rijalul.
Penanaman mangrove. Foto: Dok Ecology
Yayasan Ecology menyadari bahwa untuk mencapai tujuan besar dalam menjalankan program tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan kemitraan dari lembaga pemerintah, lembaga akademik, perusahaan, LSM dan kelompok masyarakat untuk membuat program pelestarian, pengelolaan berkelanjutan, dan sebagai pusat pendidikan bagi semua pihak.
Orang-orang yang bergabung di Ecology menganggap perlu komitmen untuk menjaga dan melestarikan potensi kekayaan sumber daya alam dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Butuh kecerdasan ekologis, sebagai rasa empati dan kepedulian yang mendalam terhadap lingkungan sekitar, serta pemikiran kritis terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Selain itu juga kecerdasan ekologis dalam memahami dan menerjemahkan hubungan manusia dengan semua unsur dan makhluk hidup lainnya.
“Menjadi ramah lingkungan adalah tindakan hidup dengan komitmen. Niatnya didedikasikan untuk tidak menyebabkan kerusakan apa pun pada planet ini dan untuk menghentikan sebanyak mungkin kerusakan pada ekosistem dan biota baik pesisir maupun terestrial."
"Memperkenalkan aturan untuk pembangunan berkelanjutan dalam kinerja ekologis dan berpartisipasi dalam konservasi adalah investasi kami untuk masa depan,” tutup Rijalul.
Kamu juga bisa berpartisipasi dalam Program Satu Indonesia Award 2022 dengan mendaftar melalui link berikut.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten