'Simalakama' Pulang Kampung di Tengah Wabah Corona

Konten Media Partner
28 Maret 2020 13:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konten Spesial
Para penumpang di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang yang akan pulang ke Lingga. Foto: Amri Zubir/facebook
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk melakukan pencegahan terhadap penyebaran Virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19.
ADVERTISEMENT
Di antaranya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lingga, yang memutuskan untuk menghentikan operasional kapal feri masuk dan keluar Kabupaten Lingga mulai 28 Maret 2020.
Blocking area ini menjadi langkah Pemda Lingga untuk mencegah penyebaran dan memutus rantai penularan COVID-19. Di saat Kabupaten Lingga berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kepri masih nihil orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun kasus positif.
Namun, menjelang blocking area, kepadatan penumpang masuk ke Lingga seperti 'bom waktu' yang meledak h-1 pelaksanaan pemberhentian operasi kapal feri.
Dari informasi yang diterima kepripedia, pada Jumat (27/3) kepadatan penumpang dari Batam dan Tanjungpinang melonjak.
Kepala KSOP Pelabuhan SBP Tanjungpinang, A. Martawilaya, mengatakan H-1 pemberhentian operasi ada tiga kapal yang melayani ratusan penumpang di pelabuhan Sri Bintan Pura tersebut. Ketiga kapal tersebut yakni MV Dumai Ekspress 3 tujuan Pancur mengangkut 132 penumpang, MV Lintas Kepri tujuan Daik Lingga mengangkut 180 penumpang, dan MV Super Jet 7 tujuan Dabo Singkep mengangkut 168 penumpang.
ADVERTISEMENT
"Ada belasan penumpang yang tidak bisa dibawa karena kapal penuh, berisiko jika dipaksakan," ujarnya.
Umumnya kapal-kapal feri rute Tanjungpinang-Lingga yang memuat ratusan penumpang hanya diisi oleh puluhan orang dengan rata-rata 50-100 penumpang. Namun lonjakan terjadi sehingga kapal-kapal feri tersebut penuh.
Mereka berebut pulang ke Lingga sebelum akses transportasi itu diberhentikan dan belum pasti apakah hanya 14 hari atau akan diperpanjang.
Selain itu, dari informasi yang disampaikan oleh masyarakat sejumlah warga Lingga yang kerja di negeri Jiran pun terpaksa harus pulang karena kebijakan dari pemerintah tempatnya bekerja.
Para penumpang di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang yang akan pulang ke Lingga. Foto: Amri Zubir/facebook

Keresahan Masyarakat

Kepulangan para perantau pun akhirnya muncul keresahan masyarakat yang khawatir akan penyebaran virus yang kini menjadi pandemi.
"Salah satu teman ayah saya yang dulu sama bekerja di Malaysia, dia ada pulang," ungkap salah satu warga Dabo Singkep yang enggan disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT
Kata dia, meski telah melalui berbagai pemeriksaan di pelabuhan, namun kekhawatiran tetap muncul di saat para perantau khususnya dari luar negeri yang masih tetap berkeliaran atau tidak mengkarantina diri sendiri.
Kekhawatiran pun semakin kuat saat para perantau dari daerah-daerah lain di Indonesia juga harus pulang di tengah mewabahnya virus corona, terlebih dari daerah yang sudah ada kasus positif.
Keresahan itu diakui oleh Bayu, salah satu warga Dabo Singkep, Lingga. Kepada kepripedia, ia mengatakan jika kepulangan para perantau ke kampung halamannya adalah suatu hal yang wajar. Namun menurutnya, itu dalam kondisi yang normal.
"Jika kondisi seperti ini, perantau lebih bijaklah ya. Mungkin dia belum terindikasi terpapar virus, tapi selama perjalanan, berdesak-desakan, risiko bisa saja terjadi," ungkapnya, Sabtu (28/3).
ADVERTISEMENT
Menurutnya lagi, justru tidak pulang ke kampung adalah bentuk kepedulian kepada masyarakat, keluarga yang ada di kampung halaman. Mengingat hingga saat ini Lingga masih aman yang dikhawatirkannya menjadi berubah.
Ia juga mengatakan jika transmisi dari daerah yang sudah menjadi zona merah, bisa membuat masyarakat menjadi tidak nyaman.
"Tapi masing-masing pasti punya egoisme seperti ini, walaupun ada kemungkinan buruk, terpenting bagi mereka adalah pulang kampung." kata Bayu.

Simalakama Perantau

Komentar dan keresahan masyarakat pun dirasakan oleh para perantau yang pulang kampung ke Lingga.
Menanggapi keresahan itu, Said Ika, salah satu putra dearah yang bekerja di Kota Tanjungpinang, mengatakan setidaknya masyarakat harus bijak menilai kepulangan perantau. Menurutnya, harus bisa membedakan antara orang-orang yang pulang karena kepentingan kerja atau memang karena libur aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
"Saya yang pulang bekerja, dengan keresahan yang diungkapkan sejumlah masyarakat bahkan ke sosial media, kami ngerasa tak sedap hati (tidak enak)," ungkap Ika
Menurutnya, jika memang pulang hanya karena daerah perantauan terpapar virus, memang sebaiknya tidak pulang kampung dan berdiam di rumah atau kos.
Dikonfirmasi terpisah, salah satu pembina Ikatan Mahasiswa Pelajar Kepri di Jombang, Jawa Timur, Zein, mengatakan jika fenomena 'pulang kampung' di tengah mewabahnya virus Corona memang menjadi simalakama bagi anak rantau.
"Ni di Jombang ada banyak anak-anak pondok pesantren yang pulang karena memang diliburkan. Mau tetap di sini, orang tua minta pulang khawatir anaknya terpapar virus di wilayah orang," ungkap Zein.
Di sisi lain, kata Zein, masyarakat seperti tetangga dan lain sebagainya merasa kepulangan para perantau menimbulkan keresahan dan seolah membawa sumber penyakit.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, saudara yang di perantauan harus bisa menjaga diri, dengan tidak membuat khawatir keluarga seperti orang tua atau sanak saudara lainnya.
"Orang tua di rumah atau di kampung halaman juga harus bijak, jangan kami diperantauan digupuhi untuk pulang. Kami juga cemas. Maksudnya bisa kirim uang untuk kebutuhan kami di sini saja selama dirumah sudah cukup," ujarnya lagi.
Ia menambahkan, perjalanan pulang kampung tidak ada jaminan steril. Dicontohkannya, dari wilayah Jawa akan melewati bandara yang notabenenya kawasan yang rawan.
Terlebih, di pelabuhan yang umumnya timbul desak-desakan. Sedangkan saat ini, pemerintah mengimbau untuk menjaga jarak (social distancing).
"Ya kita harap para perantau yang memang sudah pulang untuk bisa menjaga diri sendiri, dan pemerintah daerah juga harus ekstra melakukan pengawasan, khususnya yang pulang dari daerah yang sudah banyak kasus positifnya," tutup influencer kelahiran Dabo Singkep itu.
Para penumpang di ruang tunggu Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang yang akan pulang ke Lingga. Foto: Amri Zubir/facebook

Pemantauan Dinas Kesehatan

Di balik pro dan kontra kepulangan para perantau ke Lingga menjelang diberlakukan blocking area, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga mengaku sudah mengantongi nama-nama yang perlu dilakukan pemantauan.
ADVERTISEMENT
"Di pelabuhan sudah kita cek suhu tubuhnya dan secara keseluruhan aman, namun itu belum menjamin," ungkap juru bicara dari Dinas Kesehatan, Wirawan saat dihubungi kepripedia, Sabtu (28/3).
Disebutkan, pihak Dinkes telah memberikan keterangan kepada sejumlah perantau yang pulang dari berbagai daerah yang sudah terdampak wabah virus corona. Seperti Malaysia, Singapura dan transmisi dari Jakarta dan wilayah lainnya.
"Kepada mereka yang pulang dari daerah zona merah, kita sudah sampaikan untuk mengkarantina diri sendiri selama 14 hari," tambahnya.
Polisi dan Dinkes LIngga cek suhu tubuh penumpang di Pelabuhan Jagoh. Foto: Istimewa
Pihak keluarga, kata Wirawan, juga diminta menyediakan kamar khusus dan tetap berupaya menjaga jarak. Dinkes juga berkoordinasi dengan instansi terkait seperti kepolisian dan Satpol PP untuk memantau perkumpulan-perkumpulan.
Jika dalam waktu 14 hari ditemukan adanya gejala atau indikasi, ia menyebutkan para perantau yang pulang harus segera menghubungi call center yang ada atau tenaga medis setempat untuk dilakukan pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
"Kita tahu kalau gejala nya sama dengan yang lain, bahkan virus ini ada yang tanpa gejala, jadi kita sarankan untuk segera mengubungi kami melalui petugas diwilayah setempat," ujarnya.
Ditambahkannya, sejauh ini sebagian besar pihak keluarga aktif berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan baik sebelum kepulangan hingga dalam masa karantina secara mandiri
"Nama-nama sudah kita kantongi yang pulang kemarin khusus dari daerah yang terpapar. Keluarga juga aktif memberi informasi ke kita," ungkapnya.