Pajak, APBN, KKN, Peran DPR & Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Ekonomi Bangsa

KH Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah
Konten dari Pengguna
15 Juni 2021 13:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH Anwar Abbas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pajak Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Said abdullah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan mempergunakan pendekatan comparatif menyimpulkan bahwa PPN Indonesia saat ini paling rendah se-Asia. Atas dasar itulah ia mendukung pemerintah melakukan reformasi perpajakan.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan di tingkat asia "PPN kita paling rendah yaitu rata-rata hanya 12%. Sedangkan rata-rata di kalangan anggota G-20 menurut said PPN nya sekitar 17%,". Informasi yang bersifat komparatif ini tentu penting kita ketahui agar kita bisa mempersiapkan normalisasi APBN 2023 karena selama 2020 hingga 2022, terlihat APBN telah memperlebar celah defisitnya hingga 6%. Oleh karena itu memang harus ada usaha yang serius dan bersungguh-sungguh untuk dilakukan supaya kita bisa menutupnya agar di tahun 2023 tidak terjadi defisit yang lebih besar lagi.
Tetapi apa tidak sebaiknya dalam masalah APBN ini kita tidak hanya membicarakan dari sisi penerimaan atau pemasukannya saja tapi juga dari perspektif pengeluaran dan pemanfaatannya karena banyak pihak saat ini menilai bahwa dana APBN tersebut benar-benar telah dipergunakan secara inefektif dan inefisien, karena kita lihat sangat banyak pihak-pihak di pemerintahan yang kejar target agar anggaran yang tersedia bisa habis dan dihabiskan supaya anggaran mereka untuk tahun berikutnya tidak dikurangi.
ADVERTISEMENT
Lalu di sini muncul pertanyaan sudah sejauh mana DPR dan pemerintah telah bekerja untuk mengawasi pemanfaatan dan penggunaan dana APBN tersebut karena banyak pihak yang menilai bahwa sangat banyak kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah itu benar-benar tampak lebih bersifat menghambur-hamburkan anggaran, seperti yang dikatakan oleh seorang anggota DPR bagaimana uang negara di sebuah kementerian dalam jumlah yang sangat besar kok habis untuk membuat proposal saja. Oleh karena itu kalau kita bisa mengelola pengeluaran tersebut secara efektif dan efisien maka tentu APBN yang harus kita siapkan tidak akan sebesar yang telah disetujui sehingga pemerintah tidak perlu kliyengan mencari objek dan subyek pajak yang baru, sehingga sampai menyasar-nyasar ke rakyat lapis bawah yang semestinya bukan dipajakin tapi malah dibantu sehingga diharapkan uang yang beredar di tengah masyarakat terutama di lapis menengah dan bawah bisa meningkat sehingga daya beli dan kesejahteraan masyarakat secara agregat dapat meningkat pula sehingga hal itu bisa diantisipasi oleh dunia usaha dengan meningkatkan suplynya sehingga ekonomi kita secara nasional, terutama ekonomi masyarakat kelas menengah dan bawah bisa hidup dan menggeliat.
ADVERTISEMENT
Di samping itu hal lain yang juga sangat penting untuk kita pertanyakan kepada DPR dan Pemerintah apakah DPR dan Pemerintah telah berhasil menilai berapa tingkat kebocoran dari penggunaan APBN yang ada dan langkah-langkap apa yang telah dan atau akan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah untuk menutup dan menghentikannya.
Menurut Tjahyo kumolo sewaktu beliau menjadi mendagri di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019) beliau tidak mengingkari bahwa masalah kebocoran anggaran itu jelas ada dan adanya juga ada di mana-mana tapi kata beliau jumlah kebocoran itu tidak mungkin kalau sampai sebesar Rp 500 triliun seperti yang diberitakan. Lalu kalau kebocoran tersebut memang tidak sampai Rp 500 triliun lalu pertanyaannya berapa ratus triliun kira-kira bocornya yang sebenarnya karena seperti kita ketahui APBN untuk tahun 2019 itu telah ditetapkan sebesar Rp 2.461 triliun atau 15 persen dari PDB Indonesia waktu itu. Kalau tingkat kebocoran tsb adalah benar Rp 500 triliun maka berarti tingkat kebocorannya 20,31 % dan kalau tidak sampai sebesar itu maka rasanya tidak akan kurang dari 15% yaitu sekitar Rp 369,1trilliun.
ADVERTISEMENT
Dan pertanyaan yang membuat kegelisahan kita lebih membuncah lagi yaitu sejak adanya COVID-19 di bulan Maret tahun 2020 hingga hari ini, kira-kira bagaimana dengan tingkat inefisiensi dan inefektivitas penggunaan APBN serta tingkat kebocorannya di tahun 2020 dan 2021 tersebut? Untuk itu bagi kebaikan dan kemaslahatan ekonomi bangsa dan negara ini ke depan sebaiknya DPR dan Pemerintah tidak hanya sibuk memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan pajak bagi memenuhi kebutuhan APBN yang akan datang tapi DPR dan Pemerintah juga harus memikirkan secara bersungguh-sungguh masalah efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang ada dan bagaimana menutup serapat-rapatnya pintu KKN supaya tidak terjadi kebocoran-kebocoran yang tidak kita inginkan. Ini sangat penting untuk diatasi karena kalau pemerintah terus-menerus berusaha meningkatkan pendapatannya dari pajak dan lemah dalam pengelolaan dan penggunaannya maka salah satu dampaknya yang akan terlihat secara empirik tentu terhadap jumlah uang yang beredar di mana jumlah uang yang beredar di tengah masyarakat jelas akan menurun sehingga daya beli dan geliat ekonomi masyarakat tentu juga akan menurun sehingga hal itu jelas akan merugikan kita semua dan itu tentu jelas sama-sama tidak kita inginkan. Tks
ADVERTISEMENT
**Anwar abbas
1. Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan.
2 Ketua PP Muhammadiyah dan
3 Wakil Ketua Umum MUI