news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pinjol Ilegal: Drakula Baru yang Menghisap Darah Rakyat Miskin

KH Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah
Konten dari Pengguna
10 September 2021 17:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH Anwar Abbas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Cerita Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jember Hardi Rofiq, yang telah mencoba menjajal sendiri bagaimana praktik bisnis yang dilakukan oleh jasa pinjaman online alias pinjol ilegal di daerah atau di wilayah kerjanya, benar-benar telah membukakan mata kita bagaimana sadis dan tidak manusiawinya praktik peminjaman online (pinjol) ilegal yang mereka lakukan di mana jika orang meminjam Rp 1 juta maka yang bersangkutan hanya menerima sekitar Rp 700 ribu karena oleh pinjol ilegal tersebut telah dipotong terlebih dahulu sekitar 30% dan si peminjam harus membayar Rp 56 ribu per hari.
ADVERTISEMENT
Cuma sayang, dalam berita tersebut tidak ada penjelasan tentang tempo peminjamannya. Tetapi praktik peminjaman dengan hitung-hitungan serupa juga banyak terjadi di daerah lain baik secara online maupun bukan. Di sebuah provinsi yang sangat saya kenal, di daerah tersebut ada sebuah istilah yang sangat populer yaitu "bank 46" artinya dipinjam 4 dibayar 6. Jadi kalau ada orang yang meminjam Rp 400 ribu maka mereka harus membayarnya Rp 600 ribu dalam masa 10 minggu. Jadi berarti pihak si peminjam (rentenir) telah membebankan bunga kepada yang bersangkutan sekitar 50% untuk waktu 10 minggu atau 70 hari. Jadi, kalau pinjaman ini kita rentang untuk masa 1 tahun berarti tingkat suku bunga pinjamannya adalah sekitar 250% setahun.
ADVERTISEMENT
Alasan utama mengapa warga masyarakat mau berhubungan dengan rentenir tersebut adalah karena terpaksa sebab tidak ada lembaga keuangan baik bank atau non bank serta sanak saudara dan handai tolan yang mau meminjamkan mereka karena mereka tidak punya agunan atau collateral. Sementara dengan pihak rentenir mereka tidak meminta agunan dan prosesnya juga sangat cepat karena begitu yang bersangkutan mengajukan pinjaman ketika itu juga uang tersebut diberikan.
Cuma setelah datang waktu pembayaran barulah mereka menjerit-jerit dan si rentenir tidak marah cuma yang berutang mereka kenakan denda dan bila utangnya sudah semakin membesar dan membesar, barulah rentenir tersebut menyita satu persatu aset mereka dan di situ lah baru isak tangis terjadi. Keadaan seperti ini tentu akan bisa tumbuh dengan subur karena menurut data dari Kemenkop akibat dari pandemi COVID-19 sekitar 88% dari usaha mikro yang ada di negeri ini sudah tidak punya kas dan tabungan. Hal ini tentu akan menjadi pasar potensial bagi pinjol ilegal dan rentenir tersebut. Untuk itu pemerintah harus turun tangan menindak praktik pinjol ilegal dan rentenir tersebut dan bersama-sama masyarakat membantu mereka lewat lembaga koperasi dan bank wakaf mikro serta lembaga amil zakat infak dan sedekah serta lembaga-lembaga lain yang dibuat oleh masyarakat khusus untuk membantu dan menolong mereka agar tidak terjebak dalam praktik pinjol ilegal dan rentenir yang sangat-sangat tidak manusiawi dan benar-benar telah menyesakkan dada tersebut.
ADVERTISEMENT