Banser dan Kalimat Tauhid

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
Konten dari Pengguna
26 Oktober 2018 11:08 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bendera Tauhid. (Foto: AFP/JEWEL SAMAD)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera Tauhid. (Foto: AFP/JEWEL SAMAD)
ADVERTISEMENT
Kontroversi pembakaran kain hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan beberapa orang berseragam Banser (Barisan Serba Guna) Ansor mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan rilis yang disampaikan PP GP Ansor bahwa pembakaran dilakukan secara spontanitas karena menemukan bendera selain merah putih sesuai dengan kesepakatan panitia. Mereka mengaku melakukan hal ini atas dasar semangat cinta Tanah Air karena itu diasumsikan sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang notabene secara resmi dilarang oleh negara melalui keputusan pengadilan.
Dalam pandangan saya, yang membakar bendera tersebut tidak mungkin karena alasan phobia atau membenci kalimat syahadatain. Sebab, sesuai tradisinya, Banser yang notabene warga nahdhiyin biasa melakukan ritual "tahlilan" yang di dalamnya terdapat bacaan kalimat tauhid, La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah.
Jelas sekali peristiwa tersebut bukan karena phobia terhadap kalimat tauhid, tapi semata-mata dilakukan karena kecintaan mereka kepada NKRI dan menjaga dari rongrongan ideologi yang ingin hendak mengganti dasar Negara Pancasila dengan sistem khilafah.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, kejadian tersebut harus diakui telah menimbulkan kegaduhan dan memunculkan tafsir negatif sehingga ada sebagian umat Islam merasa terlukai karenanya.
Seiring dengan itu, pelakunya pun sudah meminta maaf secara terbuka karena tidak mengikuti SOP organisasinya dan menimbulkan kesalahpahaman sebagian masyarakat yang tidak perlu di tengah memanasnya situasi politik saat ini.
Demi untuk menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah, sebaiknya kesalahpahaman dan kegaduhan ini segera disudahi demi keutuhan umat dan kesatuan bangsa Indonesia.
Karena kasus ini semua terkait dengan niat dan tujuan. Kepada semua pihak agar mendinginkan suasana (cooling down), bersikap rendah hati dan saling memaafkan, tidak reaktif, serta membangun dialog dengan mengutamakan kepentingan bersama.
Jika ada hal yang dianggap terdapat pelanggaran hukum, baik pihak yang membakar atau yang mengibarkan dan membawa bendera di luar kesepakatan bersama, sebaiknya diserahkan kepada aparat penegak hukum. Demikian juga pihak Kepolisian RI agar tetap bekerja secara profesional dan dapat bertindak seadil-adilnya demi tegaknya hukum.
ADVERTISEMENT
Namun, belajar dari peristiwa ini, yang terpenting adalah jika muncul permasalahan yang menyangkut paham dan tafsir beragama hendaknya bisa ditempuh dengan cara-cara luhur sebagaimana warisan budaya bangsa melalui jalan musyawarah dan dialog dari hati ke hati.
Sejarah telah mencatat bahwa bangsa kita lekat dengan budaya silaturrahim dan dialog untuk mencari titik temu yg dilandasi rasa cinta kasih dan tulus hati.
Mudah-mudahan Indonesia terus damai dan maju. Amin.