Konten dari Pengguna

Dakwah Kebangsaan

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
18 Mei 2017 11:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Massa HTI sedang berdemo (Foto: Instagram/@hizbuttahririd)
Plihan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila adalah hasil pemikiran yang mendalam oleh para ulama yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pancasila adalah titik kesepakatan (kalimatun sawa') para penganut agama di Indonesia untuk hidup bersama dalam bingkai negara bangsa. Pancasila telah sesuai dengan spirit dan nilai-nilai agama.
ADVERTISEMENT
Munculnya fenomena menguatnya kembali gerakan ataupun ideologi yang anti NKRI dan Pancasila, mendorong Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat untuk mendiskusikan metode dakwah kebangsaan yang efektif, dengan tema “Metode Dakwah Kebangsaan: Harmoni antara Agama dan Negara” yang diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 17 Mei 2017 di Gedung MUI Pusat.
Kesimpulan diskusi tersebut adalah, agar metode dakwah dapat membangun nasionalisme, maka semua pihak harus kembali kepada Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang telah menegaskan tentang mengukuhkan NKRI adalah ijtihad yang sudah final sebagai implementasi Islam Rahmatan Lil'alamin. Ulama telah memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab menurut Islam, model dan bentuk negara adalah masalah ijtihadiyah (olah pikir manusia), bahwa yang terpenting adalah terciptanya kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, sudah sepatutnya energi umat Islam lebih diarahkan kepada pembangunan sumber daya manusia dan pengembangan ekonomi umat, karena perdebatan ideologi negara yang berkepanjangan hanya menyita waktu umat Islam. Padahal, NKRI dan Pancasila sangat adaptif terhadap ajaran Islam. Pengusungan ideologi yang bertentangan dengan NKRI dan Pancasila hanya akan mengundang kontroversi berkepanjangan, sungguhpun mengatasnamakan ajaran Islam, seperti paham yang mengusung khilafah.
Sistem khilafah yang memusatkan pemerintahan kepada seorang khalifah kepada seluruh dunia adalah bagian dari ijtihad manusia. Khilafah seperti itu bukan satu-satunya tafsir tentang model pemerintahan Islam. Bahkan Nabi Muhammad SAW saat mendirikan negara Madinah dengan konstitusi (shahifah) Madinah model negaranya adalah pluralitas dan persatuan umat tanpa melihat perbedaan agamanya asalkan komitmen pada kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Memaksakan sistem khilafah di Indonesia sebagai ganti Pancasila adalah kesesatan secara agama dan pembangkangan secara politik. Secara agama, jika sistem khilafah yang ijtihadi itu menjadi keharusan dalam bernegara sehingga harus mengganti siatem negara Pancasila yang telah disepakati berarti mereka telah mewajibkan yang mubah dan mengharamkan yang halal dan ini kesesatan beragama.
Memaksakan sistem khilafah di negara Indonesia yang telah sepakat dan final melatakkan dasar negara berasaskan Pancasila berarti pengkhianatan terhadap janji persatuan. Inilah bughat yang haram dan yang harus diperangi bersama, sebab umat Islam Indonesia melalui ijtihad para ulama telah mengikat janji dalam ikatan Negara Kesatuan Indonesia. Rasulullah SAW bersabda: "Al-muslimuna 'inda syuruthihim" (umat Islam terikat dengan janjinya).
Oleh karena itu, kami sepakat atas kebijakan pemerintah untuk mencegah segala bentuk gerakan yang mengancam kesatuan bangsa. Dan, jika ketetapan itu dari organisasi kemasyarakatan Islam tak berarti memusuhi Islam, sebab paham Islam sejatinya di Indonesia dapat mengharmonisasi agama dan negara. Bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan oleh para ulama.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, langkah pemerintah untuk menertibkan ormas ataupun kelompok yang anti NKRI dan Pancasila perlu diberikan dukungan dengan syarat penegakkan hukum dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Pada prinsipnya, agama dan negara harus berjalan bersama bagai dua mata sisi uang. Negara memerlukan nilai-nilai agama untuk memberi arah yang baik dan agama memerlukan negara utk menciptakan disiplin dan keteraturan sosial.
M. Cholil Nafis, Ph D