Hijriah

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2019 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KH M. Cholil Nafis Foto: Cholil Nafis
zoom-in-whitePerbesar
KH M. Cholil Nafis Foto: Cholil Nafis
ADVERTISEMENT
Waktu berputar tanpa henti. Waktu terlalu mahal untuk dibeli. Setiap waktu yang telah berlalu tak pernah bisa terulang kembali. Kini waktunya mengganti tahun 1440 Hijriah dengan menyongsong tahun baru 1441 Hijriah pada Sabtu malam Ahad 1 Muharam, bertepatan dengan 1 September 2019.
ADVERTISEMENT
Tahun Hijriah seperti arti kalimatnya adalah pindah. Yaitu pindah dari suatu tempat/negara ke tempat yang lain. Nama "Hijriah" diambil dari spirit hijrah Rasulullah SAW dari Kota Makkah ke Kota Yatsrib--yang setelah kepindahan Nabi SAW disebut Madinah.
Hitungan yang bermula dari hijrah Rasulullah SAW pada tahun 622 Masehi itu bermula dari keluhan Abu Musa al-Asy’ari sebagai Gubernur Basrah, Irak. Gubernur selalu kesulitan mengadministrasikan surat-surat dari Khalifah Umar bin Khaththab ra. Sebab, tradisi sebelumnya adalah hanya nama bulan dan tanggal yang tertera pada surat, sedangkan tahunnya berdasarkan peristiwa besar. Misalnya, Tahun Gajah saat kelahiran Nabi SAW.
Kemudian, Sayyidina Umar bin al-Khaththab mengundang pembesar sahabat Nabi SAW, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.
ADVERTISEMENT
Mereka bermusyawarah untuk menentukan awal tahun. Sebagian sahabat mengusulkan dimulai dari awal Nabi SAW menerima wahyu, sahabat yang lain mengusulkan tahun Islam dimulai dari kelahiran Rasulullah SAW. Namun, Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra mengusulkan agar tahun umat Islam dimulai sejak hijrah Rasulullah SAW.
Usulan Sayyidina Ali ra yang diterima oleh peserta musyawarah, sehingga diputuskan bahwa awal tahun Islam dimulai dari sejak hijrah Rasulullah saw. Semangat tahun Islam adalah soal perjuangan dan keimanan, yaitu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ketika nama tahun Islam disandarkan pada spirit hijrah, maka setiap waktu dari semua umat muslim untuk merefleksikan nilai keimanan dan ketulusan. Dalam hal ini merasakan detik-detik Nabi SAW hijrah--yang menanamkan nilai-nilai heroik.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Sayyidina Ali ra rela menggantikan selimut di tempat tidur Rasulullah SAW agar niat hijrah terlaksana. Betapa besar perjuangan Sayyidina Abu Bakar yang hijrah bersama Rasulullah SAW, dengan bersama-sama sembunyi di Gua Hiro selama tiga malam demi menyelamatkan diri dari kejaran orang kafir Quraisy Makkah.
Ilustrasi muslim di Jerman Foto: Reuters/Jean-Paul Pelissier
Akhirnya, Rasulullah SAW sampai di Madinah setelah transit dan membangun masjid di Quba’. Penduduk Madinah (kaum Anshar) telah beriman kepada Rasulullah SAW, dan senang serta mencintai orang-orang yang hijrah bersama Rasulullah SAW. Bahkan, mereka rela memberi segala yang dibutuhkan oleh orang-orang yang hijrah (Muhajirin), meskipun dirinya sendiri membutuhkannya.
Solidaritas kaum Anshar itu totalitas kepada kaum Muhajirin. Beriman kepada Rasulullah SAW melalui dakwah damai tanpa peperangan. Perjanjian yang termuat dalam konstitusi Madinah menunjukkan betapa berdirinya Negara Madinah berdasarkan kesepakatan seluruh masyarakat Madinah yang plural.
ADVERTISEMENT
Ada tiga terminologi dalam agama Islam: Islam, iman, dan hijrah. Islam berarti damai, sehingga memberi rasa damai kepada orang lain dari ucapan dan tindakannya. Iman berarti memberi rasa aman terhadap diri dan harta orang di sekitarnya. Sedangkan, hijrah ialah menyingkir dari ucapan dan perbuatan buruk.
Dalam konteks kekinian, hijrah tak lagi bersifat fisik dan tempat. Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa tak ada kewajiban hijrah setelah penaklukan Kota Makkah. Hijrah yang diharapkan saat ini ialah hijrah dari sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, hijrah dari kemungkaran menuju ketaatan, dan hijrah dari kekufuran menuju keimanan.
Orang yang hendak hijrah harus diluruskan sedari awal niatnya. Bahwa ia benar-benar niatnya karena Allah SWT. Jangan sampai berhijrah hanya istilahnya saja, pakaiannya, apalagi hanya karena tuntutan gaya hidup pergaualan dengan teman.
ADVERTISEMENT
Orang yang hijrahnya karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW, maka ia akan mendapat balasan baik dari keikhlasannya. Jika hijrah untuk kepentingan bisnis atau karena menikahi seseorang, maka hijrahnya tak bernilai apa-apa.
Di era informasi dan hedonis sekarang ini, cara hijrah yang efektif adalah mengasah kemampuan untuk mengendalikan diri, yaitu tidak larut dalam kemegahan dan silau dengan gemerlap duniawi. Mana kala seseorang teguh dalam keimanan dan mampu konsisten dalam keikhlasan dalam segala perbuatannya maka ia sebenarnya adalah orang yang hijrah kepada Allah SWT.
---
M. Cholil Nafis