Hukum Jual Emas Secara Kredit

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
Konten dari Pengguna
8 Oktober 2019 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hukum jual emas secara kredit Foto: Dok. Cholil Nafis
zoom-in-whitePerbesar
Hukum jual emas secara kredit Foto: Dok. Cholil Nafis
ADVERTISEMENT
Dalam akad yang digunakan di pegadaian syariah, akad yang digunakan dalam jual beli emas secara tidak tunai awalnya adalah menggunakan akad murabahah atau jual beli, setelah melakukan transaksi jual beli, dikarenakan nasabah melakukan jual belinya secara tidak tunai atau angsuran maka nantinya akan berubah menjadi akad rahn karena ketika nasabah memberikan uang muka kepada pihak pegadaian syariah pada saat itulah terjadi akad murabahah atau jual beli, dan ketika nasabah membayar secara angsuran terjadi akad rahn karena emas yang diinginkan nasabah terlebih dahulu akan dibelikan oleh pihak pegadaian syariah dan ditahan oleh pihak pegadaian syariah, nantinya ketika sudah lunas angsuran tersebut baru diserahkan kepada nasabah. Jadi dalam hal ini, tidak terjadi dua akad secara bersamaan melainkan berpisah antara akad murabahah dengan akad rahn.
ADVERTISEMENT
Hal ini menurut penulis juga sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai pada poin 2 (dua) yang menyatakan emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).
Dalam transaksi yang mengandung risiko tinggi seperti transaksi jual beli emas, pihak pegadaian syariah tidak menetapkan adanya jaminan fidusia kepada nasabah dikarenakan emas yang menjadi obyek transaksi sesuai akad akan ditahan oleh pihak pegadaian syariah, setelah emas tersebut lunas baru diserahkan kepada nasabah, hal ini sesuai dengan fatwa mui yang memperbolehkan emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai dijadikan jaminan (rahn).
Mengenai jaminan dalam hal ini emas yang dicicil oleh pihak pembeli tidak dapat dipindahtangankan ke pihak yang lain atau menjadi obyek akad yang lain yang dapat menyebabkan perpindahan kepemilikan. Jalan lain yang dapat dilakukan oleh nasabah apabila sudah tidak sanggup membayar adalah dengan mengatakan kepada pihak pegadaian bahwa nasabah yang bersangkutan sudah tidak sanggup lagi untuk membayar, nantinya pihak pegadaian syariah akan menjual atau melelang emas tersebut yang nantinya hasil penjualan akan digunakan untuk menutupi sisa angsuran dan jika ada sisa akan dikembalikan kepada pihak nasabah.
ADVERTISEMENT
Hal ini menurut penulis juga sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai pada poin 3 (tiga) yang menyatakan emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Ketentuan yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 77/DSN- MUI/V/2010 menurut penulis apabila dilihat dari segi nasabah maka praktek yang dilakukan pada Pegadaian Syariah UPS Way Halim Bandar Lampung sudah
Ibnu Taimiyah sendiri berpendapat boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamashul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga.
ADVERTISEMENT
Ibnu Qayyim menambahkan bahwa perhiasan dari emas atau perak telah berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang dan bukan merupakan jenis harga (uang). Hal ini dikarenakan dengan pembuatan menjadi perhiasan ini, perhiasan (dari emas) tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan bahkan dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak berlaku riba dalam pertukaran atau jual beli antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak berlaku riba dalam pertukaran atau jual beli antara harga (uang) dengan barang lainnya meskipun bukan dari jenis yang sama.
Berbeda dengan kedua pendapat tersebut, Wahbah al-Zuhaily mengatakan bahwa membeli perhiasan dari pengrajin dengan pembayaran angsuran tidak boleh, karena tidak dilakukan penyerahan harga (uang) dan tidak sah juga dengan cara berutang dari pengrajin.
ADVERTISEMENT
Menyikapi perbedaan tersebut, MUI sendiri terlihat lebih condong kepada pendapat yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai
ا مانع شرعًا من بيع الذهب المصوغ بالتقسيط، ولا يجب دفع القيمة نقدًا عند البيع؛ لأنه خرج عن كونه من الأثمان وصار كأي سلعةٍ من السلع التي تُبَاع وتُشْتَرى بالحَالِّ والآجِلِ، فانتفت عنه علة النقدية التي توجب كونه ربًا إذا لم يكن البيع يدًا بيد.
بن باز
لجواب:
هذا لا يجوز بيع الذهب أو غيره من العٌمَل إلى أجل، لا يجوز هذا ربا، فإذا باع ذهبا بدولار أو بجنيه استرليني أو بدينار أردني أو عراقي أو غير ذلك أو بالعملة السعودية نسيئة أو مع التفرق من غير قبض هذا هو الربا.
ADVERTISEMENT
النبي عليه السلام قال: الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلا بمثل سواء بسواء يدًا بيد فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدًا بيد إذا اختلفت لا بأس بالتفاضل لكن يدًا بيد، فبيع الذهب بالدولار أو بالفضة أو بالدنانير أو بالريال السعودي يدا بيد لا بأس، أما نسيئة أو في وقت آخر، يعني يقول له: أعطيك إياه بعدين لا يصح، لا بد يدًا بيد.
وهكذا بيع الذهب بالذهب أكثر الذهب الجديد بالذهب القديم مع الفرق هذا ما يجوز، لأن الذهب .. يكون مثلا بمثل سواء بسواء، ولما اشترى رجل قلادة يوم خيبر قلادة فيها ذهب وخرز أنكر عليه النبي ﷺ وقال: لا تباع حتى تفصل يعني لا تباع حتى يفصل الذهب لحاله، والخرز لحاله، وهذا الذي يفعله يقولون هذا مقابل الصيغة، هذا غلط، الواجب أن يباع الذهب بعملة أخرى حتى لا يقع الربا، أما ذهب بذهب ولو كان هذا أطيب وهذا أردأ لا بد يكون مثلا بمثل.
ADVERTISEMENT
ولما اشترى بعض الصحابة الصاعين من التمر بثلاثة آصاع من التمر أنكر عليه النبي ﷺ وقال: أوه –أي- عين الربا مع أن الصاعين أفضل من الثلاثة لأنه تمر طيب، لكن أنكر عليه النبي ﷺ قال: عين الربا لا تفعل، بع الجمع بالدراهم ثم اشتر بالدراهم جنيبا يعني تمرًا طيبًا.
حكم-بيع-الذهب-بالدين-مع-التقسيط
هذه الصورة من البيع فاسدة لأنه لا يجوز بيع الذهب بالنقد تقسيطاً.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فإنه قد روى مسلم عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: الذهب بالذهب والفضة بالفضة.... مثلاُ بمثل سواء بسواء فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد.
فدل الحديث على أنه إن كان البيع ذهباً بذهب فيشترط فيه شرطان التماثل والتقابض، وإن كان البيع ذهباً بنقد فيشترط فيه التقابض، وعليه فالصورة المذكورة في السؤال ليست صحيحة، ولا بد في بيع الذهب بالنقد من التقابض، أما البيع بالأقساط فغير جائز، وراجع للمزيد من الفائدة الفتوى رقم: 3079.
ADVERTISEMENT
Tahlil
Malam ke 25 tahlil kematian Eyang Prof. Dr. BJ Habibi saya berkesempatan utk memberi tausiyah. Walhamdulillah orang2 yang hadir banyak sekali. Rumah yang besar di di Kuningan penuh sampai meluber ke jalanan.
Ada beberapa hal yang saya sampaikan pada acara tahlil itu, diantaranya:
Pertama, Bahwa Tahlil itu kalimat tauhid, yaitu lailaha Illallah muhammaurrasulullah. Semua orang yang hendak ber-Islam pintu masuknya adalah tahlil. Semua orang muslim yang husnul khotimah pasti mengakhirinya dengan tahlil. Jadi tahlil mulai kematian al-Marhum BJ Habibi sampain 40 hari adalah bakti anak kepada orang tua dan perhormatan muslim kepada saudaranya.
Dalam tahlil diawali dengan baca surat al-Ikhlas tiga kali yang fadhilahnya sama dengan menkhatam al-Qur’an. Begitu juga sebelum tahil diawali dengan baca surat Yasin yang keutamaannya itu sama dengan hati kitab Allah SWT. Semua pahala membacanya itu dihadiahkan kpd al-Marhum. Apakah sampai, pasti sampai karena itu anjuran Rasulullah saw.
ADVERTISEMENT
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,
‎بَيْنَما نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ».
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
ADVERTISEMENT
Kedua, Tahlil kematian itu mengingatkan pada kematian dan menjadikannya sebagai nasihat hidup. Bahwa semua orang akan mati, secerdas-cerdasnya orang adalah yg banyak mengingat mati dengan mempersiapkannya sehinga berusaha hidup mulia dan mati masuk Surga. Tanda-tanda hidup mulia itu saat kematiannya ditangisi banyak orang dan umat merasa kehilangan.
Ketiga, mengambil pelajaran dari al-Marhum, yaitu orang cerdas yang semangat belajar sekaligus menjadi orang tekun beragama. Dulu saat saya di Pesantren dikenalkan tentang sosok al-Marhum BJ Habibi dengan sebutan “otak Jerman dan hati Ka’bah”. Ialah orang cerdas yang shalih. Dilukiskan dalam al Qur’an dalam ayat pertama kali turun, yaitu Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Iqra’ arti membaca yagg bisa mencerdaskan dan bismi rabbika artinya menyebut nama Allah yg menajamkan tauhid.
ADVERTISEMENT
Semoga kita dapat meneladani kebaikan al-Marhum BK Habibi. Semoga al-Marhum diterima semua amal-amal baiknya dan diampuni seluruh dosa-dosa-nya. Semoga kita semua dikumpulkan bersama para Nabi dan Rasul, syuhada’ dan shalihin di surga-Nya.