news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Segeralah Mendaftar Naik Haji

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
Konten dari Pengguna
11 Agustus 2018 19:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana ibadah haji. (Foto: Wikipedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana ibadah haji. (Foto: Wikipedia Commons)
ADVERTISEMENT
Haji itu rukun Islam kelima yang secara Filosofis menunjukkan totalitas beragama. Haji adalah totalitas ibadah, baik secara fisik waktu, maupun harta sehingga orang yang sudah punya kemampuan untuk berangkat ibadah Haji tapi tidak melaksanakannya disebutkan oleh Sayyidina Umar, bahwa ia tak ada bedanya dengan yang mati Nasrani atau Yahudi.
ADVERTISEMENT
Dalil Alqur’an yang digunakan untuk menunjukkan wajibnya Haji adalah Firman Allah SWT dalam surat al Imran ayat 97: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam," QS Ali Imran: 97.
Bagi orang-orang yang sudah baligh dan berakal memiliki bekal, sarana perjalanan dan biaya untuk keluarga yang ditinggalkan serta badannya sehat maka hukumnya wajib melaksanakan ibadah haji dalam seumur hidup. Artinya, berpahala jika dikerjakan dan berdosa manakala ditinggalkan.
Ulama berbeda pendapat tentang apakah orang yang sudah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah Haji harus menyegerakan Haji (al faur) atau boleh saja menundanya di tahun berikutnya (al-tarakhi). Menurut Jumhur ulama, hukum orang yang sudah mampu melaksanakan ibadah Haji wajib menyegerakan ibadah Haji, karena kita diperintahkan oleh hadits Nabi SAW untuk bersegeralah untuk Haji bagi yang sudah mampu. Demikian juga Alqur’an mengajarkan kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i, boleh menunda pelaksanaan ibadah Haji (al-trakhi) pada tahun berikutnya. Dalilnya, bahwa kewajiban Haji itu turun pada tahun keenam Hijriyah namun Nabi SAW melaksanakan ibadah haji pada tahun kesepuluh Hijriyah.
Pendapat ini tidak mengharuskan segera berhaji bagi yang mampu, tapi boleh saja menundanya. Hal ini sama dengan waktu salat yang tak mengharuskan salat seusai azan secara langsung tetapi boleh memilih di antara beberapa saat di waktu salat yang luas itu.
Nah, menyikapi dari perbedaan ulama dan fenomena di Indonesia yang daftar tunggunya menurut data Kemenag RI per April 2018 sekitar 3.700.000 dan waktu tunggunya antara 20 sampai 30 tahun, bahkan di Kabupaten Sidrap waktu tunggunya 35 tahun, maka menurut pemikiran saya, bagi yang sudah mampu hukumnya wajib untuk menyegerakan mendaftar berangkat haji.
ADVERTISEMENT
Jika ia sengaja untuk tidak atau menunda mendaftarkan dirinya maka ia berdosa. Sebab, dengan model antrean yang panjang pasti pendaftar haji tak bisa langsung berangkat padahal kita tak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, termasuk apakah umur masih panjang.
Orang yang sudah mendaftar haji berarti ia sudah berupaya (‘azm) untuk melaksanakan ibadah haji meskipun harus menunggu giliran antre. Hal ini dapat menggurkan dosa orang yang wajib haji meskipun belum melaksanakannya. Anjuran saya marilah orang yang sudah mampu menyegerakan untuk membayar setoran haji agar menggunggah kesadaran berhaji dan bagi yang sudah mampu dapat menggugurkan dosa karena belum melaksanakan kewajiban haji.