Tidak Salat Jumat karena COVID-19

KH M. Cholil Nafis
Dosen Tetap Program Doktor FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah Depok
Konten dari Pengguna
18 Maret 2020 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KH M. Cholil Nafis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengajak anak salat Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengajak anak salat Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seusai fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi COVID-19 dikeluarkan, banyak diskusi dan masyarakat bertanya-tanya, apakah hari Jumat besok khatib akan baca khutbah atau masjid masih menyelenggarakan salat Jumat?
ADVERTISEMENT
Dalam fatwa tersebut menegaskan tentang dua hal: pertama, orang yang terpapar COVID-19 harus mengisolasi diri dan haram untuk melaksanak salat Jumat karena dapat menularkan dan membahayakan orang lain. Tentu prinsipnya, memelihara kemaslahatan umum didahulukan daripada kemaslahatan individu, dan juga prinsip menolak keburukan didahulukan daripada memperoleh kebaikan.
Kedua, orang yang sehat dan belum diketahui terkena COVID-19 maka ada dua hal dan kondisi. Jika ia berada di daerah yang rawan tinggi dan menurut otoritas medis dan pemerintah yang dipercaya rawan dan bahaya dengan penularan penyakit, maka ia boleh tidak melaksanakan salat Jumat. Kata Boleh itu artinya juga boleh melaksanakan jumatan. Meskipun itu juga bisa jadi udzur untuk tidak melaksanakan salat Jumat.
Jika dalam kondisi sehat di tempat yang rendah bahkan tak ada tanda-tanda penularan COVID-19 maka tetap wajib salat Jumat dengan penuh kehati-hatian dan ikhtiar denga sebaik-baiknya, seperti jaga kebersihan dan selalu memelihara wudu.
ADVERTISEMENT
Kata Tidak melaksanakan ibadah Jumat itu berbeda dengan meniadakan Jumatan. Tidak melaksanakan salat Jumat berarti bisa saja hanya dia sendiri yang tak melaksanakan salat Jumat. Namun meniadakan salat Jumat berarti melarang semuanya untuk menyelenggarakan ibadah salat Jumat. Tentu meniadakan salat Jumat pasti bertentangan dengan semangat beragama dan melanggar kewajiban agama.
Padahal salat Jumat itu selalu dilakukan dengan ramai hingga melibatkan puluhan kadang kala ratusan orang sehingga dikhawatirkan wabahnya cepat menular kepada orang banyak. Dalam kondisi mewabahnya COVID-19 ini, kita dapat memilih pendapat imam mazhab yang lebih memungkinkan tentang syarat sahnya salat Jumat harus berjemaah. Mari kita simak pendapat ulama tentang jumlah jemaah salat Jumat.
Mazhab Hanafi: Syarat sahnya salat Jumat harus berjemaah yang sedikitnya berjumlah tiga orang selain Imamnya (4 orang). Dan ketiganya tidak harus hadir saat khutbah, yang penting di antara jemaah meskipun hanya seseorang ada yang mendengarkan khutbah. Salat Jumatnya pun tak harus di masjid.
ADVERTISEMENT
Mazhab Maliki: Salat Jumat harus dilaksanakan secara berjemaah yang sedikitnya dua belas orang selain imam (13 orang) dengan syarat semua jemaahnya adalah orang yang wajib salat Jumat, penduduk setempat, dan semuanya hadir dari awal khutbah sampai selesai pelaksanaan salat Jumat.
Mazhab Syafi’i: Salat Jumat dilaksanakan oleh jemaah yang sedikitnya empat puluh orang meskipun sekalian dengan imamnya. Semua harus penduduk setempat, orang-orang yang wajib salat Jumat yang hadir dari awal khutbah sampai selesai pelaksanaan shalat. Demikian mazhab Hambali hampir sama dalam hal ini dengan mazhab Syafi’i.
Semua pendapat imam mazhab ini memungkinkan untuk diikuti asalkan tidak karena talfiq (memcampur pendapat ulama mazhab dengan tujuan cari kemudahan menggampangkan hukum Islam/tatabbu’urukhash).
Di antara sebab perbedaan pendapat ulama ini adalah interpretasi surat al-Jum’ah ayat 9 itu hingga dapat ditafsirkan jumlah yang diseru untuk salat Jumat 3 orang lebih. Maka lebih dari 3 orang dalam satu daerah hukumnya wajib melaksanakan ibadah salat Jumat. Tapi karena kehati-hatian Imam Syafi’i menyaratkan minimal salat Jumat dilakukan oleh 40 orang.
ADVERTISEMENT
Kondisi sekarang ini seperti di Jakarta dapat memilah tempat mana yang rawan COVID-19 sehingga boleh meninggalkan salat Jumat demi keselamatan diri dan masyarakat. Lalu seperti daerah lain yang masih steril dari COVID-19 maka wajib melaksanakan salat Jumat seraya ikhtiar dan berhati-hati.
Wallahua’alam bisshawab.
Pendapat pribadi
M. Cholil Nafis.