Balada Alutsista TNI AL: Tua-Muda, Kerja Kerja Kerja!

Khairul Fahmi
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
Konten dari Pengguna
12 September 2018 17:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khairul Fahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KRI Bung Tomo di Cilacap. (Foto: Antara/Idhad Zakaria)
zoom-in-whitePerbesar
KRI Bung Tomo di Cilacap. (Foto: Antara/Idhad Zakaria)
ADVERTISEMENT
TNI Angkatan Laut merayakan ulang tahunnya yang ke-73, Selasa (11/9). Sayangnya perayaan yang meriah meski tanpa kehadiran Panglima TNI itu sedikit tercederai oleh kabar duka. Salah satu kapal, yaitu KRI Rencong yang bernomor lambung 622, terbakar di perairan Sorong, Papua Barat.
ADVERTISEMENT
Penyebab kecelakaan belum terang betul. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa mesin penggerak turbin mengalami overheating, lalu meledak. Beruntung tak ada kerugian personel dalam musibah itu. Namun, kapal tak bisa diselamatkan.
Musibah itu tak ayal memantik pertanyaan klasik tentang alat utama sistem senjata (alutsista) yang dioperasikan TNI AL. Apakah alutsista yang sudah dioperasikan puluhan tahun masih layak dipertahankan atau sejatinya perlu peremajaan?
Meski pertanyaan sederhana, menurut saya, jawabannya tak sederhana. Secara ideal, tentu saja jika pertanyaan itu diajukan pada para petinggi TNI AL, jawabannya bisa ditebak: "butuh peremajaan".
Masalahnya, kemampuan keuangan negara menuntut TNI AL harus pintar-pintar mengelola prioritas. Kebutuhan begitu banyak, sementara uangnya terbatas.
ADVERTISEMENT
KRI Rencong-622 ini adalah kapal buatan Korea yang sudah berlayar sejak 1979. Hampir 40 tahun. Bersama saudara-saudaranya sekelas di Satuan Kapal Cepat, yaitu KRI Mandau, Keris dan Badik, Kapal Cepat Rudal ini adalah salah satu andalan dan ujung tombak dalam penegakan keamanan laut. Bahkan masih termasuk yang tercepat di kelasnya.
Mereka adalah jenis kapal cepat berpeluru kendali yang dirancang sebagai kapal patroli untuk berbagai misi menggantikan generasi kapal-kapal hebat buatan Soviet yang kita gunakan sebelumnya. Ketika terbakar, KRI Rencong sedang melaksanakan tugas operasi di bawah kendali Gugus Keamanan Laut Armada III.
Kembali ke masalah kebutuhan alutsista dan peremajaan, prioritas kemudian menuntut TNI AL membagi alokasi anggarannya secara proporsional. Mulai dari pengembangan organisasi dan satuan untuk menjawab tantangan dan ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan laut kita, pemeliharaan dan peningkatan kemampuan satuan termasuk juga personelnya, hingga kebutuhan alutsista baik baru maupun yang terkait pemeliharaan, perawatan, dan gelar operasinya.
ADVERTISEMENT
Tak mudah bagi TNI AL untuk merealisasikan hal-hal yang telah disusun dalam Rencana Strategis (Renstra) secara ideal. Peremajaan harus dilakukan bertahap, dengan sangat cermat dan berhati-hati.
Ilustrasi KRI Rencong 622 (Foto: FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KRI Rencong 622 (Foto: FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)
Armada tua pun akhirnya masih harus difungsikan secara maksimal, karena realisasi pengadaan kebutuhan alutsista baru tak berbanding lurus dengan perkembangan potensi gangguan dan ancaman.
Apalagi, beberapa tahun terakhir ini pemerintah tengah fokus mengamankan perairan dari aksi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, memberantas penyelundupan, dan mengatasi kerawanan di laut.
Nyaris tak ada kesempatan berleha-leha bagi armada-armada laut kita. Tak peduli tua atau muda, semua harus bekerja keras.
Masalahnya kemudian, apakah itu sudah dibarengi dengan upaya pemeliharaan dan perawatan yang maksimal, itu yang harus dievaluasi oleh pihak TNI AL, termasuk juga menjawab apakah alokasi anggaran sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan itu.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kita tak bisa juga memungkiri rumor-rumor di lapangan bahwa praktik-praktik buruk belum benar-benar hilang. Anggaran yang tak seberapa itu masih mungkin terkoreksi lagi jika terjadi korupsi dan manipulasi mulai kelas teri hingga kakap.
Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Laut (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Laut (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Saran saya, TNI AL perlu melakukan investigasi yang seksama dan mendalam terkait musibah yang menimpa KRI Rencong. Termasuk soal kemungkinan adanya sabotase, ketidakdisiplinan pemeliharaan maupun kelalaian personel.
TNI AL juga perlu serius memastikan diri jauh dari peluang terjadinya praktik-praktik buruk birokrasi. Kecelakaan ini harus disikapi dengan serius.
Bagaimanapun, ini akan mengakibatkan berkurangnya kesiapan operasional dan berdampak pada peningkatan beban kerja kapal-kapal lainnya, yang sebagian jelas usianya tak muda lagi.
ADVERTISEMENT
Kemudian sebagai tindak lanjut, persoalannya bukanlah sekadar ganti-mengganti. Indonesia perlu kembali serius dalam upaya pengembangan teknologi kapal patroli cepatnya. Terutama untuk kepentingan misi-misi keamanan laut.
Kita mengetahui, galangan kapal dalam negeri sempat mengembangkan versi yang jauh lebih canggih (siluman) dari kapal-kapal ini. Sayangnya KRI Kelewang, demikian nama kapal itu, kemudian gagal berlayar sebagai bagian dari armada TNI AL karena terbakar.
Di sisi lain pemerintah juga harus diingatkan untuk mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada prioritas. Jika tidak, cita-cita mulia memperkuat jati diri sebagai negara maritim seperti tercantum sebagai program pertama Nawacita, hanyalah omong kosong belaka.
ADVERTISEMENT
Artinya, slogan 'kerja kerja kerja' dalam upaya menunjukkan negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberi rasa aman seluruh warga negara tak boleh mengabaikan keselamatan dan kondisi alutsista itu sendiri. Kita sedang ingin tegak berwibawa di laut bukan?
Dirgahayu TNI AL, ikut prihatin!