Memahami Krisis Ekonomi 2018

12 September 2018 7:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat naik. Ini jadi isu yang ramai diperbincangkan beberapa pekan terakhir, setelah euforia Asian Games 2018 selesai ditutup. Berembus di sana-sini berbagai spekulasi, obrolan iseng hingga serius yang membandingkan tingginya nilai tukar rupiah saat ini dengan krisis di tahun 1998 silam. Pemerintah tak hanya diam. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil tak lupa meredakan kepanikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya apa yang terjadi, dolar menguat atau rupiah melemah?
kumparan merangkum 6 user story dari partner kami dari beragam latar belakang profesi, menanggapi kenaikan dolar dan keadaan domestik yang ditulis di kumparan. Di antaranya ada Ekonom Bank Permata, Josua Pardede; Aidil Akbar Madjid, Financial Planner pada Aidil Akbar Madjid & Associates; Victor Kamang, Legal Conselor; Doctor of Philosophy (Ph.d) Petroleum of Investment, Philip Thomas; Doctoral Researcher of Political Economy at University of Birmingham; Asmiati Malik; hingga Content Creator, Andira Pramanta.
Seperti apa mereka memandang kenaikan nilai tukar tersebut. Berikut ulasannya.
1. Memahami Pasar Keuangan Dunia dan Pengaruhnya pada Nilai Tukar Rupiah (Asmiati Malik)
Kita perlu memahami kondisi pasar keuangan global, termasuk kondisi pasar keuangan Amerika Serikat dan hubungannya dengan kondisi nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT
Pada prinsipnya tidak ada gejolak ekonomi yang berlangsung secara tiba-tiba. Akan tetapi, pasti diawali dengan munculnya beberapa peristiwa yang membawa letupan besar.
2. Krisis Ekonomi 2018 (Viktor Kamang)
Bagi saya, masyarakat biasa, yang dibilang kaya tidak, namun dibilang miskin juga lumayan, melemahnya nilai tukar Rupiah atas Dollar Amerika Serikat sampai hari ini belum saya rasakan.
Sebelum mengkritisi serta memaki, saya adalah seorang apatis dan tidak memperhatikan penderitaan masyarakat kecil di pelosok yang benar-benar tercekik akibat hal ini, saya sampaikan sekali lagi bahwa saya hanyalah menyampaikan pendapat pribadi berdasarkan pengalaman serta kesaksian langsung hingga tanggal tulisan ini, 10 September 2018.
3. Dolar Amerika Menguat atau Rupiah Melemah? (Aidil Akbar)
ADVERTISEMENT
Ketika Dolar Amerika naik yang terjadi memang secara fundamental dari negara adidaya tersebut membaik. Presiden Trump dengan janji kampanyenya “Make Amerika Great Again” sudah mulai menunjukan 'kuku'nya. Belum lagi perang dagang dengan China yang dilakukan Amerika membuat China harus membuat strategi ulang.
Kondisi global ekonomi yang “dianggap membaik” yang kemudian menimbulkan reaksi naiknya nilai tukar Dolar Amerika dibandingkan dengan seluruh mata uang lain di dunia.
4. Q & A: Lemahnya Rupiah hingga 'Pekerjaan Rumah' Pemerintah (Josua Pardede)
Rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir. Pergerakan nilai rupiah bahkan sempat menyentuh angka Rp 15.000 per dolar AS.
Berbagai spekulasi bermunculan, bahkan banyak yang mengaitkan dengan krisis moneter tahun 1998. Pemerintah mau tidak mau disibukkan dengan pekerjaan rumah untuk mendorong penguatan nilai rupiah.
ADVERTISEMENT
5. Dolar Naik, Tuhan Sedang Marah! (Andira Pramanta)
“Gila! Dolar bisa tembus 15.000. Gawat, krismon lagi nih”, jerit seorang teman di grup WhatsApp. Kemudian seperti yang biasa terjadi di kesempatan apapun, opini langsung berkembang, melantur, dari yang berbau ekonomi, politik, sampai, dengan mistis.
Ada yang bilang ini karena negara terlalu banyak berhutang, ada yang bilang salah pemerintah, sampai ada komentar bahwa rupiah melemah karena Tuhan sedang marah sama Indonesia. Terdengar akrab? Iya, bukan cuma di lingkungan kamu doang.
6. Memahami Perbedaan Pelemahan Rupiah di Tahun 2018 dan 1998 (Philip Thomas)
Indonesia di tahun 2018 ini punya fundamental yang lebih baik, strategi yang lebih robust, dan tindakan yang lebih hati-hati. Ini kelihatan dari data-data fundamental yang cenderung aman dan jelas lebih baik dibanding situasi tahun 1998.
ADVERTISEMENT
Khususnya inflasi saat ini masih tergolong rendah dan bisa menjamin rakyat untuk hidup tentram. Meskipun hedon dan kebutuhan tersier terpaksa harus dikurangi.
Anda dapat membaca tulisan-tulisan edisi khusus dari user kumparan dengan mengikuti topik Perspektif.