news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ratna Sarumpaet, Hoaks dan Dampaknya

8 Oktober 2018 13:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratna Sarumpaet, Hoax dan Dampaknya (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ratna Sarumpaet, Hoax dan Dampaknya (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Ke sejumlah orang, Ratna Sarumpaet mengaku dipukuli di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, oleh tiga pria. Foto wajah bengkaknya beredar di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, mendatangi Ratna yang ketika itu masih menjadi anggota tim suksesnya. Prabowo menyebut ada muatan politik di balik pengeroyokan Ratna.
Tapi tak sedikit yang merasa janggal terhadap Ratna. Tompi, misalnya. Sebagai dokter bedah plastik, dia curiga karena foto Ratna lebam tak seperti memar sehabis dipukuli, tapi karena efek operasi plastik.
Polisi juga punya sejumlah data yang membuktikan tak ada pengeroyokan Ratna.
Pada Rabu (3/10), Ratna mengaku berbohong. Lebamnya adalah efek sedot lemak. Setelah menyebut dirinya sebagai pencipta hoaks terbaik, ia mengundurkan diri dari timses Prabowo-Sandiaga Uno.
Hoaks Ratna Sarumpaet hingga dampaknya diulas oleh sembilan user kumparan, dengan sembilan perspektif berbeda. Berikut daftarnya.
1. Militansi Berbuah Tragedi (Wasisto Raharjo Jati)
ADVERTISEMENT
Pengakuan Ratna Sarumpaet bukan cuma blunder politik yang luar biasa namun juga tragedi yang ironis.
2. Kalau Saya Jadi Ratna (Tasaro GK)
Jika saja kita tidak gagap literasi, kebohongan Ratna Sarumpaet sangat mudah ditebak, bahkan sejak awal cerita ini mulai meruak--ini jika sedikit saja kita memiliki kepekaan literasi.
3. Tidak Pernah Berbohong? Pasti Bohong! (Reza Indragiri)
Ratna Sarumpaet salah. Tapi camouflage society tidak hanya beranggotakan Ratna. Kita-kita yang tergelak menertawakan Ratna, kita-kita yang terpingkal-pingkal menyaksikan sekian banyak orang berhasil dikadali Ratna, sesungguhnya adalah juga bagian dari keluarga besar camouflage society itu.
4. Informasi Hoaks dan Pemilu 2019 (Arya Fernandes)
Kebohongan Ratna Sarumpaet masih menyisakan tanda tanya: mengapa ia begitu berani mengumbar berita hoaks di tengah kompetisi politik yang keras antara masing-masing kandidat? Dan apa pula motivasinya menyebar berita hoaks tersebut?
ADVERTISEMENT
5. Ratna Sarumpaet dan Para Pemaaf Hoaks (Aura Putri)
Bagi saya, hal ini menjadi menarik untuk dibahas. Bukan karena ini berkaitan atau tidak dengan Pilpres pada 2019 nanti. Lantaran, bagaimana fanatisme bisa memengaruhi cara pandang dan kadar toleransi seseorang.
6. Ratna Sarumpaet dan Koalisi 'Post-Truth' (Sigit Widodo)
Untuk pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia modern, satu koalisi calon presiden melakukan blunder separah ini. Tanpa melakukan verifikasi sama sekali, "koalisi pro-Prabowo" menyebarkan tuduhan bahwa penguasa telah melakukan tindakan represif dengan terjadinya penganiayaan pada anggota koalisinya.
7. Simpati Politik, Kebohongan Publik, dan Permintaan Maaf (Syahirul Alim)
Terkadang dalam banyak hal, permohonan maaf sering kali hanya sebatas “lips service” sekadar mencari simpati atau dukungan, terlebih dalam dunia politik. Maaf dalam aspek politik tidak saja “ritual” demi meningkatkan elektabilitas dan popularitas, namun lebih rendah dari itu, justru secara sengaja menyembunyikan dan menutupi segala kekurangan dirinya sendiri di depan publik.
ADVERTISEMENT
8. Ratna Sarumpaet, Antara Dusta dan Ancaman (Tony Rosyid)
Kalau kita menggunakan analisis teori dramaturgi Erving Goffman, RS (Ratna Sarumpaet) sedang memainkan dua panggung. Panggung belakang dan panggung depan. Di panggung belakang RS mengaku diseret, dipukuli tiga lelaki. Di panggung depan, ketika semua kamera televisi menyorot dan awak media merekam, RS bilang bahwa ia telah berbohong kepada Prabowo dan lainnya.
9. Skenario Besar di Balik Kebohongan Ratna Sarumpaet (Hersubeno Arief)
Untuk apa RS berbohong? Kalau untuk membuat alibi agar tidak diketahui anak-anaknya telah melakukan sedot lemak dan operasi plastik (oplas), apa perlunya sampai melibatkan Ahmad Dhani, Fadli Zon, bahkan sampai Prabowo, dan Amien Rais? Kok sangat berlebihan.