Konten dari Pengguna
ICE Institute Mulai Terapkan Sistem Berbayar, Tetap Ada yang Gratis
4 Juli 2025 10:46 WIB
·
waktu baca 3 menitKiriman Pengguna
ICE Institute Mulai Terapkan Sistem Berbayar, Tetap Ada yang Gratis
Setelah hampir empat tahun membuka akses gratis ke untuk ratusan mata kuliah daring, Indonesian Cyber Education (ICE) Institute resmi mulai menerapkan skema berbayar sejak awal tahun 2024.SEVIMA

Tulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setelah hampir empat tahun membuka akses gratis ke untuk ratusan mata kuliah daring, Indonesian Cyber Education (ICE) Institute resmi mulai menerapkan skema berbayar sejak awal tahun 2024. Kini mata kuliah yang ditawarkan lebih beragam dari perguruan tinggi ternama, baik dalam negeri maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Direktur ICE Institute, Rahayu Dwi Riyanti mengatakan seiring peningkatan kualitas dan kerja sama dengan institusi penyedia mata kuliah, seperti Coursera dan edX, sejumlah mata kuliah kini ditawarkan dalam skema berbayar. Kebijakan ini membuka peluang lebih luas bagi pembelajar untuk mengakses materi ajar berkualitas tinggi dengan biaya yang tetap terjangkau, sambil tetap menjaga prinsip inklusivitas dan fleksibilitas.
"Sejak 2024 beberapa mata kuliah sudah mulai berbayar. Tapi sistemnya kita buat tetap inklusif dan jauh lebih murah dibanding platform internasional seperti Coursera. Dan tetap masih banyak yang gratis juga," kata Yanti sapaan akrabnya dalam wawancara khusus dengan SEVIMA, Jumat (4/7/2025).
Sejak diluncurkan tahun 2021, ICE Institute menjadi jembatan antara perguruan tinggi, penyedia kursus daring global, dan masyarakat umum. Tujuannya sederhana yakni menyediakan akses pendidikan tinggi berkualitas bagi siapa saja, kapan saja, tanpa harus menjadi mahasiswa reguler.
ADVERTISEMENT
Sistem pembayaran di ICE Institute kini menyerupai model marketplace digital. Mahasiswa membayar ICE Institute terlebih dahulu, sebelum diteruskan ke masing-masing penyedia (provider) kursus.
"Harga tetap ditentukan oleh provider. Kami hanya memfasilitasi. Haga juga sangat terjangkau misalnya Coursera 200 dolar per mata kuliah, sementara di ICE Institute hanya 100 dolar, bisa ambil berbagai mata kuliah. Ini membuat pendidikan global jadi jauh lebih terjangkau," ucap Yanti.
Dengan model ini, peserta tidak harus menjadi mahasiswa sebuah perguruan tinggi untuk mengakses mata kuliah dari kampus ternama seperti Universitas Indonesia (UI) atau Universitas Gajah Mada (UGM). Siapa pun, dari mana pun, bisa mendaftar dan mengikuti kuliah yang sepenuhnya daring.
Fleksibel, Bisa Instructor-Based atau Self-Paced
ICE Institute juga menawarkan dua pendekatan pembelajaran: instructor-based (berjadwal, dengan dosen atau tutor) dan self-paced (mandiri, tanpa tutor). Fleksibilitas ini penting untuk menjangkau berbagai segmen pengguna—baik profesional aktif, ibu rumah tangga, hingga siswa sekolah menengah yang ingin memperluas wawasan.
ADVERTISEMENT
Setiap mata kuliah bisa dikonversi pembelajaran ke dalam sistem RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau). Namun, konversi ke kredit akademik tetap menjadi kewenangan masing-masing perguruan tinggi.
"Kalau mau RPL-kan hasil belajar dari ICE Institute, itu tergantung kebijakan kampus tujuan. Tapi secara prinsip, bisa," ujar Yanti.
Meski kini berbayar, ia menegaskan bahwa misi utama lembaga ini tidak berubah yakni menyediakan pendidikan sepanjang hayat (lifelong learning) untuk semua kalangan.
"Siapa saja harus bisa belajar, tanpa perlu keluar banyak uang, tanpa harus jadi mahasiswa resmi. Itu komitmen kami sejak awal," tegas Yanti.
ICE Institute merupakan loka pasar pembelajaran daring terkemuka di Indonesia yang kini mulai menapaki peran di tingkat global. Inisiasi pendirian ICE Institute dilakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada tahun 2017. Namun, seiring restrukturisasi kementerian, sejak tahun 2019 mandat pengelolaan ICE Institute diserahkan kepada Universitas Terbuka.
ADVERTISEMENT