Meja Kerja Kantor Kekinian yang Mengancam Produktivitas Millennials

Konner Indonesia
PR Digital Consultant
Konten dari Pengguna
7 Juni 2017 2:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Konner Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Meja Kerja Kantor Kekinian yang Mengancam Produktivitas Millennials
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sejak pindah ke Jakarta tahun 2015, Anton Ardi sudah memiliki pengalaman bekerja di tiga perusahaan; Ogilvy & Mather Indonesia, Mandiri dan Yes 24 Indonesia. Dari tiga perusahaan tersebut, kata Anton, hanya Mandiri yang terbilang kaku -- wajib berkemeja bisnis, bukan bercelana jeans, dan jam kerja yang lebih pagi. Namun soal kondisi fisik kantor, terutama meja kerja, Anton mengatakan, Mandiri tak berbeda dengan Ogilvy & Mather dan Yes 24. Mereka bekerja dengan keadaan kantor dengan meja tak bersekat. Hampir semua pekerja dalam satu divisi, bahkan satu perusahaan, berbaur dalam satu ruang.
ADVERTISEMENT
Pemandangan tersebut kini menjadi hal yang lumrah. Perusahaan beranggapan kantor dengan meja terbuka dapat mendorong banyak interaksi, kolaborasi, sehingga pekerjaan dapat terselesaikan. Kita sebut saja Go-Jek, Hipwee, Matahari Mall, Mindshare, Lazada dan masih banyak lagi yang lain, mereka adalah perusahaan dengan kantor yang “terbuka”, atau dalam istilah asing tenar disebut open workspace.
Perkembangan konsep kantor yang kreatif memang bukan hal baru. Dikutip dari The Washington Post, Google dan perusahaan-perusahaan di komplek Silicon Valley, California, AS, sudah jauh hari menciptakan kantor kreatif dan open workspace. Kantor-kantor di Silicon Valley itulah yang kemudian jadi percontohan banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam mendesain bentuk kantor.
Setiap tembok dan sudut kantor didesain kreatif; berwarna ceria, berinterior ciamik, dan berhias properti apik, demi mengejawantahkan diri sebagai kantor yang modern. Dampaknya, banyak Millennials dan mungkin juga Gen Z (yang rata-rata kini sudah SMA) dibuat bermimpi bisa bekerja di kantor seperti itu. Akan tetapi, bagi Anton, yang juga pernah kerja di Kompas Surabaya, open workspace kerapkali mengganggu produktivitasnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau kerjaan mau cepet beres, ya, kantor seperti itu (open workspace) nggak cocok. Memang bersosial sih tapi kalau keseringan berinteraksi, dan kerjaan belum beres, nanti malah bisa bikin lembur. Justru itu yang mengurangi waktu bersosial kita,” kata Anton.
Menurut Anton, open workspace memang akan sangat bermanfaat, seperti mengetahui selow tidaknya kondisi rekan kerja lain, sehingga bila dia sedang santai, dia bisa menghampiri untuk menyapa atau mengobrolkan sesuatu. Sialnya, kata Anton, ketika dia benar-benar sedang serius dengan pekerjaannya, setiap pergerakan karyawan-karyawan lain yang tertangkap oleh kedua mata justru mengikis konsentrasi dan mengganggu pikiran. “Walau cuma tertangkap sudut mata, tetap saja distraksi,” tambah Anton.
Visual noise
Sementara kebisingan selalu identik dengan suara, sebuah penelitian yang dilaporkan The Wall Street Journal justru mengemukakan istilah baru bernama kebisingan visual, atau visual noise. Keadaan tersebutlah yang dialami Anton (dan bisa jadi, termasuk kamu yang mudah terganggu oleh hal-hal yang tertangkap pandangan mata).
ADVERTISEMENT
Dikepung oleh rekan kerja dengan pola dan beban kerja yang serupa, mungkin, bisa membuat nyaman. Namun bagaimana dengan beban kerja yang berbeda? Sabine Kastner, seorang profesor ilmu saraf dan psikologi Princeton University, mengatakan, setiap orang memiliki kemampuan berbeda dalam menyaring rangsangan visual. “Bagi beberapa orang, kantor yang sesak atau 'berantakan' hampir tidak memungkinkan seseorang bekerja penuh konsentrasi,” kata pria yang sudah mempelajari bagaimana otak bekerja terhadap rangsangan visual selama 20 tahun tersebut.
Sedikit berbeda dengan Kastner, psikolog bernama Sally Augustin menjelaskan kemungkinan pikiran seseorang yang mencoba menebak-nebak apa yang sedang terjadi ketika menangkap peristiwa di depannya. “Bila kita melihat sekelompok orang berkumpul, kita akan bertanya-tanya, ‘Apa, ya, yang mereka bicarakan? Apa ada yang dipecat? Apakah mereka datang untuk memecat saya?’” kata Sally, seorang psikolog di konsultan La Grange Park, Illinois.
ADVERTISEMENT
Selain Anton, ketidaknyamanan akan open workspace pun mulai dialami Disfira Ika. Perempuan yang bekerja sebagai editor di Hipwee tersebut mengaku mulai bosan dengan kondisi 'membaur' ketika bekerja. Setelah satu setengah tahun bekerja di Hipwee, Fira mengatakan, dalam benaknya, sudah mulai menginginkan meja bersekat di kantornya.
“Sebenernya kalau orang-orang yang di depanku baik-baik aja dan nggak annoying sih nggak masalah. Terus kebetulan sekarang lagi ingin banget punya meja kerja bersekat. Pengen rasanya punya meja sendiri, punya galeri kecil sendiri, dan punya privasi atas wilayah teritorial sendiri,” kata perempuan yang akrab dipanggil Fira tersebut.
“Pokoknya kalau udah bicara soal produktivitas, distraksi karena ruang kerja atau meja nggak bersekat itu wajar. Contohnya tiba-tiba ada yang ngajak ngobrol pas kita lagi serius itu... rasanya gimana ya. Kasian tipe orang yang susah ngumpulin mood-nya lagi. Kerjaan ketunda,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Konsep meja bersekat, kata Fira, dengan tambahan sebuah ruangan bebas tanpa sekat, bisa menjadi solusi. Kantor pun dijamin lebih mengesankan. Orang akan merasa lebih bebas bereksperimen dalam mencari cara untuk memecahkan masalah dan meningkatkan efisiensi. “Kombinasi itu bakal keren. Jadi ketika kita bosen bekerja dengan suasana meja sendiri, kita bisa pindah di ruangan yang membebaskan orang berbaur… tapi tetep kerja ya,” imbuhnya setengah bercanda.
Siapa pun yang menemukan konsep meja kerja tanpa bilik ini, jelas, patut dinilai sebagai orang penting dalam dunia kekinian. Namun sayangnya, dia bisa jadi tidak melihat dampak buruk yang dihasilkan saat ini. Di sisi lain, penggunaan kantor tak bersekat, kalau suudzan, bisa jadi hanyalah upaya perusahaan untuk meminimalisir biaya modal – entah itu untuk membangun dinding, tembok, pintu atau mebel untuk menciptakan sekat antar meja – tanpa memikirkan bagaimana keadaan tersebut dapat memengaruhi produktivitas pekerja.
ADVERTISEMENT