news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Penangkapan Robertus Robet Mencederai Negara Hukum dan Demokrasi

KontraS
Akun resmi KontraS
Konten dari Pengguna
7 Maret 2019 9:37 WIB
Tulisan dari KontraS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi palu hakim Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu hakim Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Robertus Robet, seorang dosen dan aktivis HAM ditangkap di rumahnya sekitar pukul 23.45 WIB pada Kamis (6/3). Ia dibawa ke Mabes Polri atas tuduhan UU ITE terkait orasi dalam Aksi Damai Kamisan, 28 Februari 2019.
ADVERTISEMENT
Alasan penangkapan diduga terkait lagu yang mengkritik Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini seperti yang diatur dalam pasal 45 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 2009 tentang ITE dan atau/ Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.
Aksi Kamisan tersebut menyoroti rencana pemerintah untuk menempatkan TNI di kementerian-kementerian sipil. Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara, sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan amandemennya, UU TNI & TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga berlawanan dengan agenda reformasi TNI. Memasukkan TNI di kementerian-kementerian sipil juga mengingatkan pada dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru yang telah dihapus melalui TAP MPR X/1998, tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyemangat dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan TAP MPR VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI.
Robet tidak sedikitpun menghina institusi TNI. Dalam refleksinya Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional. Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil itu artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru.
Pasal-pasal yang dikenakan adalah pasal-pasal yang selama ini kerap disalahgunakan untuk merepresi kebebasan berekspresi (draconian laws) dan sungguh tidak tepat. Pasal 207 KUHP berbunyi "barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan."
ADVERTISEMENT
Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dalam pertimbangannya mengatakan "dalam masyarakat demokratik yang modern maka delik penghinaan tidak boleh lagi digunakan untuk pemerintah (pusat dan daerah), maupun pejabat pemerintah (pusat dan daerah)."
Bagian lain putusan tersebut mengatakan "Menimbang bahwa dalam kaitan pemberlakuan pasal 207 KUHP pidana bagi delik penghinaan terhadap presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana halnya dengan penghinaan terhadap penguasa atau badan publik (gestelde macht of openbaar lichaam) lainnya, memang seharusnya penuntutan terhadapnya dilakukan atas dasar pengaduan (bij klacht).
Sedangkan pasal 28 ayat (2) jo, UU ITE mengatur "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)."
ADVERTISEMENT
Penangkapan kepada Robertus Robet adalah ancaman kebebasan sipil di masa reformasi. Kami memandang: Pertama, Robet tidak menyebarkan informasi apapun melalui elektronik karena yang dianggap masalah adalah refleksinya. Kedua, refleksi yang memberikan komentar apalagi atas kajian akademis atas suatu kebijakan tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan. Ketiga, TNI jelas bukan individu dan tidak bisa "dikecilkan" menjadi kelompok masyarakat tertentu karena TNI adalah lembaga negara.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas kami menyatakan:
1. Penangkapan terhadap Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum dan demokrasi
2. Oleh karenanya Robertus Robet harus segera dibebaskan demi hukum dan keadilan.
Jakarta, 7 Maret 2019
Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi (KontraS, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Indonesian Legal Roundtable, Lokataru Kantor Hukum dan HAM, AJAR, Amnesty Internasional Indonesia, Protection Internasional, hakasasi.id, Perludem, Elsam, sorgemagz.com, Solidaritas Perempuan, Jurnal Perempuan)
ADVERTISEMENT
Kontak:
Yati Andriyani 0815-866664599
Arif Maulana 0817-256167
Asfinawati 0812-8219830