Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan respons pemerintah dalam menanggapi perkembangan situasi di Papua, dengan melakukan throttling alias perlambatan akses internet di beberapa wilayah Papua. Kami menilai bahwa perlambatan akses internet ini seharusnya tidak dilakukan oleh pemerintah. Selain melanggar hak masyarakat untuk mendapat informasi, mengumpulkan, dan menyebarkan informasi sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28F, kami juga memiliki beberapa catatan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pertama, tindakan tersebut menunjukkan bahwa negara tidak berimbang dan tidak proporsional dalam merespons persoalan yang berkembang di Papua. Alih-alih membangun rasa percaya rakyat Papua atas langkah dan keberpihakan pemerintah pada rakyat Papua, cara tersebut justru semakin menunjukkan adanya perlakuan diskriminatif yang berlapis kepada rakyat Papua.
Sementara tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua belum jelas penegakan hukumnya, penyelesaian pelanggaran HAM belum tuntas, pemulihan hak-hak dan rencana penyelesaian persoalan Papua yang menyeluruh belum juga ditunjukkan oleh negara, yang keluar justru kebijakan pembatasan akses informasi. Tindakan ini kami nilai jauh dari penyelesaian yang tepat.
Kedua, ketika pemerintah menambahkan pengamanan di Papua, seharusnya akses informasi justru semakin dibuka seluas-luasnya, untuk memastikan ada pengawasan publik secara terbuka baik dari dalam mau pun luar Papua. Perlambatan akses internet justru semakin membuat pemerintah terkesan menghindari pengawasan dan transparansi dalam menangani situasi di Papua.
ADVERTISEMENT
Ketiga, parameter dan bentuk akuntabilitas atas kebijakan perlambatan akses internet ini juga tidak dijelaskan. Perlambatan akses internet sudah kedua kalinya dilakukan oleh negara dalam setahun terakhir. Negara kerap berdalih dengan alasan keamanan dalam melakukan throttling, sementara kita tidak pernah mendapatkan akuntabilitas dari proses tersebut, mulai dari parameter keadaan yang menjustifikasi dilakukannya throttling, sampai laporan atas hasil kebijakan tersebut sebagai bentuk transparansi.
Keempat, dari serangkaian peristiwa yang terjadi terkait isu Papua baru-baru ini, yang terdiri atas setidak-tidaknya kasus rasisme yang belum jelas penegakan hukumnya, permintaan saling memaafkan dari presiden, penambahan personel TNI-Polri untuk mengamankan objek-objek vital, kami menilai bahwa kebijakan throttling ini sangat janggal. Seharusnya penambahan aparat bersenjata dalam rangka mengamankan situasi diimbangi dengan pembukaan akses informasi seluas-luasnya, demi memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas kinerja aparat keamanan, demi mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
Atas dasar tersebut, perlambatan akses internet ini kami khawatirkan akan membuat masalah Papua terus berkepanjangan. Alih-alih membuka informasi seluas-luasnya, kebijakan yang dipilih justru membatasi akses informasi. Perlambatan akses internet dapat menjadi 'penjara' yang lain bagi Papua dan bagi publik. Berdasarkan cara-cara yang dipilih negara dalam menangani situasi yang memanas di Papua, negara justru semakin memperlihatkan kegagalannya dalam mengidentifikasi masalah utama Papua, serta cara-cara demokratis dalam menanganinya.
Jakarta, 22 Agustus 2019
Yati Andriyani
Koordinator