Banda Neira, Rempah, dan Orang Kaya

Koswara
Script Writer, Content Writer
Konten dari Pengguna
4 Februari 2024 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Koswara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pulau Banda Neira. Foto: Sanjia (Jay)/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Banda Neira. Foto: Sanjia (Jay)/Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebelum abad ke-16, Pulau Banda Neira sudah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli di nusantara. Tak heran Pulau Banda Neira dikenal dengan sebutan ‘Pulau Rempah’.
ADVERTISEMENT
Pulau Banda Neira adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Banda, Provinsi Maluku. Kepulauan Banda merupakan gugusan pulau yang terdiri dari sebelas pulau vulkanik kecil.
Sejak dulu, perdagangan rempah di Pulau Banda Neira diperintah oleh tetua adat yang biasa disebut sebagai Orang Kaya. Mereka merupakan kelompok yang mengatur kehidupan masyarakat di Banda Neira.
Orang Kaya juga merupakan kelompok yang mengatur jalannya perdagangan rempah di Pulau Banda Neira. Hal ini menggambarkan sekelompok tetua yang memiliki kekuasaan atas daerahnya sendiri berdasarkan batas yang disepakati secara adat.
Komoditi utama yang diperjualbelikan adalah rempah-rempah seperti pala dan fuli. Orang Kaya memiliki kewenangan untuk menentukan harga jual beli pala dan fuli yang dihasilkan di Pulau Banda Neira.
ADVERTISEMENT
Permintaan pala yang terus meningkat di pasar luar negeri mendorong peningkatan aktivitas perdagangan di Pulau Banda Neira. Hal ini menaikan status Orang Kaya di Banda Neira menjadi semacam bangsawan dagang atau saudagar.
Dalam perkembangannya, Orang Kaya memegang pimpinan sekelompok masyarakat pesisir yang sangat kecil, namun makmur karena aktivitas perniagaan. Orang Kaya inilah yang kemudian berurusan langsung dengan para syahbandar yang berada di pelabuhan.
Masuknya Kolonialisme Barat
Produksi pala dan fuli di Pulau Banda Neira mengundang ketertarikan negara-negara Barat untuk menguasai dan memonopoli jalur perdagangan rempah. Hal inilah yang menyebabkan kolonialisme di Pulau Banda Neira.
Secara bergantian, Portugis, Inggris, dan Belanda mencoba menguasai produksi rempah dan memonopoli jalur perdagangan di Pulau Banda Neira. Namun ambisi negara-negara Barat tersebut mendapat penolakan dari Orang Kaya.
ADVERTISEMENT
Keberadaan Orang Kaya di Pulau Banda Neira merupakan salah satu penyebab dari sulitnya melakukan monopoli perdagangan rempah di Kepulauan Banda. Sejak awal, Orang Kaya di Banda Neira tidak mau diajak untuk melakukan kerja sama dagang.
Orang Kaya tidak mengizinkan adanya pendirian benteng atau kantor dagang milik Portugis dan Inggris di wilayah kekuasaan mereka. Berdirinya benteng-benteng di Kepulauan Banda baru bisa dilakukan setelah Orang Kaya ditaklukkan oleh perusahaan dagang Belanda, VOC pada awal abad ke-17.
Setelah VOC berhasil menguasai Kepulauan Banda, termasuk Pulau Banda Neira, mereka memaksa Orang Kaya untuk membiarkan orang-orang Belanda melakukan monopoli perdagangan pala di Kepulauan Banda.
Kemudian VOC yang diwakili oleh Jan Dirckszoon Lam melakukan perjanjian dengan Orang Kaya. Dalam perjanjian tersebut, penduduk setempat dipaksa melakukan jual beli rempah-rempah yang ada di Pulau Banda Neira hanya kepada orang-orang Belanda.
ADVERTISEMENT
Pembantaian Orang Kaya
Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen berhasil meredam kekuatan dan pengaruh Orang Kaya di Banda Neira setelah melakukan pembantaian besar-besaran. VOC menyewa puluhan samurai dari Jepang untuk menangkap dan mengeksekusi Orang Kaya.
Dalam peristiwa kelam tersebut, puluhan Orang Kaya dieksekusi dan tubuhnya dipotong menjadi empat bagian. Potongan tubuh mereka dibuang ke sebuah perigi (sumur) yang dikenal masyarakat saat ini sebagai prasasti Perigi Rante.
Setelah menaklukan Orang Kaya, VOC berhasil mendapatkan kekuasaan penuh untuk melakukan monopoli rempah-rempah di Banda Neira.