Cinta dan Pembangkangan Sipil

Krisnaldo Triguswinri
Bukunya yang telah terbit: Jazz Untuk Nada (2016) dan Tidak Ada Pagi Revolusi, Sementara Ada Pagi Jatuh Cinta (2021) dan Hari-Hari Berbagi Api (2021).
Konten dari Pengguna
13 Agustus 2023 20:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Krisnaldo Triguswinri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Demonstrasi. Sumber: shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Demonstrasi. Sumber: shutterstock.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Segera setelah memutuskan keluar dari rumah; menanggalkan tesis dan membiarkan kertas bertaburan di lantai, menelantarkan laptop, lampu kamar yang menyala serta menyasikan buku-buku yang berserakan di atas meja baca–aku meringkasi pakaian, pigura bergambar aku dan Aurora, serta beberapa barang penting ke dalam tas.
ADVERTISEMENT
Packing malam itu penuh drama. Pertama, aku harus berkompromi dengan diriku sendiri. Kedua, aku harus meyakinkan Aurora bahwa ini akan berlangsung aman dan tak berbahaya (ia tampak khawatir sekali). Ketiga, menerima risiko dan konsekuensi-logis atas apa-apa yang akan aku dan teman-teman kerjakan.
Omong-omong, kau pernah nonton The Diary Motorcycle? Dalam renung, dalam ketersipuan mendengar voice note kiriman Aurora bernyanyi, aku membayangkan bagaimana Che dan sahabatnya (dari Argentina) berkeliling Amerika Latin dengan mengendarai sepeda motor dan melihat dari dekat pusat penderitaan dan pesakitan masyarakat lokal dari Chile hingga Kuba; derita warga miskin di bawah kebrengsekan otoritarianisme negara.
Aku tidak benar-benar paham apakah Che merasakan kecemasan yang sama ketika meringkasi pakaiannya dan mengkhawatirkan kekhawatiran kekasihnya. Namun, sejauh yang aku tahu, Che, dalam film itu, feeling blue dan terperangah—sangat sedih sekali. Aku juga, marah dan menyalak menyaksikan kondisi kemiskinan struktural negriku.
ADVERTISEMENT
Aku bukan Che dan tidak menginginkan Che. Mengagumi tokoh adalah pengkultusan yang berakhir pada pemberhalaan—sesuatu yang aku tolak. Selain bodoh, hal tersebut menjadi tanda bahwa aku, atau kamu, tidak dapat berpikir bebas dan merdeka—dituntun oleh patronisme. Namun, walau begitu, aku sungguh mengaggumi kekasihku. Tidak. Aku tidak peduli. Mengagumi Aurora merupakan satu cara mencintainya, bukan memberhalakannya.
Malam itu, dari rumah yang nyaman, aku harus berpindah ke Rumah Aman (Safe House) yang kumuh dan menjijikan. Bukan. Aku bukan kelas menengah ngehe yang hanya terlelap dalam bantal, slimut, dan pendingin ruangan.
Aku tetap memimpikan keindahan yang sama walau terbaring di halte, masjid, dan rumah sempit para petani. Aku tidak peduli lapar, dingin, dan gatal. Aku hanya mengerikan satu hal yang, misalnya, kehilangan waktu yang teduh untuk memberlangsungkan obrolan manis bersama Aurora. Hanya itu saja. Selebihnya, tidak ada yang mengerikan sama sekali.
ADVERTISEMENT
Berpindah ke Rumah Aman (safe house) bersama teman-teman dan mulai membicarakan pengorganisiran massa dalam rangka mempersiapkan demonstrasi menolak Omnibus Law di kota, bagiku, merupakan keputusan terberat setelah mengambil keputusan memikat Aurora berpacaran. Selain itu, tesis yang segera harus aku tuntaskan menjadi alasan selanjutnya.

Pembangkangan Sipil

Demonstrasi yang berlangsung beberapa waktu lalu akibat rancangan Undang-Undang Cipta Kerja hanya satu dari rentetan kemuakan publik terhadap pembusukan politik.
Koran Tempo melalui editorialnya, menyerukan pembangkangan sipil (civil disobedience) kepada publik. Selain itu, akademisi dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, serukan hal serupa: “Diperlukan pembangkangan sipil sebagai protes terhadap Omnibus Law.”
Pembangkangan sipil bagi sebagian orang didefinisikan tidak sekadar pada aksi demonstrasi. Namun, diartikulasi sebagai penolakan non-kompromis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi pada social justice: pemogokan kerja berskala besar oleh para buruh, menolak membayar pajak, mogok kuliah dan mengajar bagi mahasiswa dan dosen, mengeliminir intervensi pemerintah dalam tiap permasalahan kewargaan, serta mengabaikan seluruh kehendak kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Pembangkangan sipil, bagi Henry David Thoureau, dalam esainya tahun 1848, mengasumsikan pembangkangan sebagai penolakan terhadap pajak yang digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai perang Meksiko.
Selain itu, David Graeber, seorang profesor antropologi dari London School of Economics, memberi alternatif lainnya. Terdapat beberapa keterangan menarik yang Graeber tawarkan dan memiliki koherensi dengan pembangkangan sipil.
Pada dasarnya, bagi Graeber, semua manusia adalah baik. Oleh karenanya, mereka yang beranggapan hukum dan polisi adalah penting dalam menjaga ketertiban sosial, justru menafikan premis bahwa semua manusia pada prinsipnya adalah baik.
Kejahatan manusia terhadap manusia lainnya, atau meminjam istilah Hobbes, homo homini lupus, tidak terlepas dari satu efek kekuasaan yang tidak berpotensi menghasilkan ketentraman dan kesejahteraan universal. Oleh karena itu, Omnibus Law akan menghasilkan hal serupa, yaitu keterasingan sosial yang diakibatkan oleh meluasnya arogansi kapitalisme dalam setiap sendi kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Ekspresi pertama pembangkangan sipil dapat dicontohkan dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan harian kita. Bahwa sangat mungkin menghasilkan jenis kesosialan yang segala sesuatunya dapat dikelola secara bersama-sama, egaliter, dan tanpa kepemimpinan yang hierarkis.
Ketika warga mengalami kesulitan aliran air, maka tidak perlu menuntut keterlibatan pemerintah. Apa yang harus dilakukan? Gotong royong, bersolidaritas, serta bekerja sukarela untuk mulai memperbaikinya.
Sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Graeber dalam artikelnya yang terkenal berjudul Are You An Anarchist? The Answer May Surprise You! memberi pertanyaan yang, misalnya, membuatku menganggukan kepala tanda setuju:
Sejarah kekuasaan adalah sejarah pertentangan kelas, setidaknya bagi keyakinan Marx. Seorang yang lain, Lord Acton, mendalilkan: “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.”
ADVERTISEMENT
Sifat kekuasaan yang korup, amoral, dan tak memiliki passion terhadap penderitaan rakyat tidak akan pernah menghasilkan kebijaksanaan dan mengedepankan kepentingan umum. Maka, salah satu cara dalam keyakinan Graeber adalah berhenti percaya pada bualan politisi dan mulai kritis terhadap intrik kebijakan sosial yang palsu.

Cinta

Cinta dan pembangkangan sipil tumbuh dalam energi yang sama, yaitu kehendak menghasilkan keadilan dan solidaritas sosial sesama kelas tertindas. Seperti cinta, ekspresi pembangkangan sipil tidak boleh terpenjara. Sebab membesarnya pembangkangan tersebut diakibatkan oleh akumulasi peristiwa politik yang melatarbelakanginya:
Korban penggusuran di Tamansari, Bandung, korban penggusuran di Tambakrejo, korban penggusuran di Jabres Tengah, warga terdampak limbah PT.RUM di Sukoharjo, warga korban PLTU Cilacap, race and the crisis of humanism in West Papua, korban represifitas negara di Urut Sewu, kerusakan lingkungan akibat akumulasi kapital, disrupsi terhadap hak-hak komunitas masyarakat adat, dan teman-teman Aliansi Reformasi Dikorupsi yang menjadi korban jiwa authoritarian regime hingga penangkapan serampangan selama demonstrasi menolak Omnibus Law berlangsung.
ADVERTISEMENT
Bila atmosfer keadilan itu luput dalam kompartemen percakapan akademik di dalam universitas akibat adanya birokratisasi intelektual serupa narasi Orwell dalam novel 1984, big brother is watching you, maka sudah sewajarnya spektrum keadilan dibicarakan ulang di kos-kos mahasiswa.
Bila tuntutan keadilan jalanan diabaikan oleh telinga kekuasaan, maka apatisme terhadap aturan dan seruan pemerintah adalah jawabannya. Bila keterlibatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan masyarakat dianggap lamban, maka jawabannya adalah mutual aid antar warga.
Seperti kecemburuan dalam percintaan, rasa sensitivitas kita terhadap injustice seharusnya ditumbuhkan. Kita harus marah bila sebagian orang dapat kenyang dan tidur nyenyak, sedang sebagian yang lain kelaparan dan tidur di jalanan.
Kita harus merasakan kegetiran yang sama bila agenda penggusuran mulai terdengar di telinga. Katakan tidak pada perusakan lingkungan akibat perselingkuhan kekuasaan dan modal. Tolak seluruh jenis kejahatan yang akan berdampak pada penderitaan dan dirusaknya martabat manusia walau ia dikemas dalam bentuk kebijakan.
ADVERTISEMENT
Cinta sebagai sesuatu yang agung harus dikomitmenkan sebagai empati terhadap kehidupan: lebih banyak memberi, tidak banyak mengambil. Saling menjaga dan melindungi, artinya tidak merusak dan melukai.
Turut berduka terhadap kedukaan yang menerpa mereka yang tersisihkan. Serta berdiri di kaki-kaki yang membutuhkan. Karena bagiku, menjemput mereka yang kesepian adalah satu tindakan revolusioner.
Maka, tidak akan ada yang tersesat dan menyesal dalam cinta dan pembangkangan, bila cinta dan pembangkangan ditempuh semata-mata untuk mencapai keadilan.