The Personal Is Political

Krisnaldo Triguswinri
Bukunya yang telah terbit: Jazz Untuk Nada (2016) dan Tidak Ada Pagi Revolusi, Sementara Ada Pagi Jatuh Cinta (2021) dan Hari-Hari Berbagi Api (2021).
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2023 10:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Krisnaldo Triguswinri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Friedrich Nietzche. Foto: Pixabay/Wikiimages
zoom-in-whitePerbesar
Friedrich Nietzche. Foto: Pixabay/Wikiimages
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aku seorang individualis. Aku menolak digembalakan dan keseragaman. Aku bukan domba dan barisan para tamtama. Aku adalah kesunyian hutan belantara dan api bagi diriku sendiri.
ADVERTISEMENT
Aku merobohkan moral modernitas serupa penghancuran tembok Berlin pasca reunifikasi. Apapun itu, seperti apapun kalian mendefinisikan diriku, enyahlah! Aku adalah apa yang menjadi kegilaan Nietzsche dan aku adalah semua ketakteraturan yang indah.
Kehidupan hanya menyoal kepedihan dan rasa sakit. Namun, dengan keberanian, bukan heroisme, hidup akan menari-nari. Sedang tanpa keberanian, aku, atau kamu, hanya akan menggeletak serupa batu; tanpa hasrat dan tidak bergairah sama sekali. Dan jika aku menyebut diriku sebagai seorang pemberani, itu karena percikan pendar kembang api menyalak dalam hidupku.
Aku tidak merindukan ketenangan dan ketenteraman. Aku hanya merindukan pesimisme—tanpa pesimisme, hidup akan berakhir pada keranjang sampah dan kita akan digiring masuk ke selokan.
Pesimisme artinya menolak pendisiplinan, menjungkirbalikkan keumuman, dan menjatuhkan keangkuhan. Aku adalah milikku sendiri; membiarkan nyala api tetap terbakar hingga setiap puing, jelaga dan kehangusannya jatuh berserakan.
ADVERTISEMENT
Aku tidak lahir sebagai seorang prajurit. Menolak takdir sebagai penghamba. Pun, menantang setiap tirani. Aku lahir sebagai seorang pesimis dan menerima takdir sebagai diriku sendiri. Tidak ada kedamaian bagi jiwa pesimisku, kecuali dalam cinta; cinta yang putih dan bersimponi.
Cinta merupakan sensasi kemenangan dan kesedihan adalah kekalahan. Aku membawa seluruh kemenangan dan kekalahan dalam sembilunya kehidupan. Semakin aku mengerti kemenangan, semakin aku merasa kesedihan. Semakin aku merasakan kekalahan, semakin aku merasakan cinta.
Ilustrasi pria rambut gondrong. Foto: Eusaphzae/Shutterstock
Aku telah menghancurkan setiap graffiti, membakar setumpuk buku dan menegasi kuasaku. Suka dan duka adalah ilusi. Aku ingin menjadi seorang kriminal untuk menjadi bebas dan merdeka; mencuri setiap kegembiraan dan membunuh semua angkara.
Aku membayangkan dunia dan struktur masyarakat yang tanpa penderitaan; setiap orang saling bahu-membahu dan tiap kelompok saling bekerja sama—tanpa penghisapan dan perselisihan. Aku membayangkan setiap bunga dan pohon berwarna cantik dan hijau—tanpa kepemilikan dan penghancuran. Aku membayangkan kekasihku mengenakan gaun dan sumringah—tanpa rasa gundah dan kekhawatiran.
ADVERTISEMENT
Pemberontakan terhadap sesuatu yang mapan adalah kesia-siaan belaka. Mengabaikan dan anti terhadap segala kemapanan adalah pemberontakan yang sesungguhnya. Menjadi seorang pesimis artinya sekaligus menjadi seorang nihilis.
Seperti Diogenes, ia menyaksikan kunang-kunang yang menanti musim semi dan mengusir para perompak. Seperti kekasihku, ia menyanyikan lagu pujian dalam ketergesa-gesaannya yang tenang.
Semua tembok penjara dan istana adalah simbol keterasingan. Aku, juga kamu, tidak membutuhkan penjara dan istana. Kita hanya membutuhkan seikat mawar dan anggur yang, misalnya, dituangkan pada hari rekuiem.
Aku tidak percaya abad pencerahan, Sokrates dan semua mitologinya. Aku hanya percaya diriku sendiri dan sebongkah kasih yang bersinar di dalamnya. Aku menolak masa depan yang menderita dan aku membuat ukuran kemanusiaanku sendiri.
ADVERTISEMENT
Aku tidak ingin didikte dan menolak keteraturan. Karena aku, atau kamu, dikutuk bebas dan berbahagia di dunia, tidak dikutuk menjadi seorang budak dan pecundang.