Apa Kabar Legian Kafe Malioboro Jogja?

Kristianto Naku
Saya Kristianto Naku (Penulis Daring dan Blogger). Saya menyelesaikan studi di Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada tahun 2020, saya menyelesaikan studi Program Bakaloreat Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Konten dari Pengguna
12 Oktober 2020 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kristianto Naku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Legian Garden Restaurant adalah salah satu ikon legendaris di Jalan Malioboro Jogja yang terletak di sisi selatan Gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Letak restoran ini sangat strategis. Entah apa yang terjadi pada Kamis, (8/10/2020), Legian tiba-tiba diberitakan lenyap dilahap api. Demo menentang UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada Senin, (5/10/2020) membuat Legian menutup mata. Padahal, restoran ini baru saja selesai direnovasi beberapa bulan yang lalu. Sampai di sini, kita bisa bertanya: “Kok ada yang sampai se-anarkis itu?” Kenapa harus Legian?
ADVERTISEMENT
Setiap kali saya menghampiri Malioboro, Legian selalu sesak pengunjung. Dari balkon, tempat tamu meneguk rasa, Legian menyediakan view Malioboro yang menyejukkan. Maka, sungguh disayangkan ketika Legian tak lagi bernyawa. Di situs kelola akun google, informasi tentang Legian Garden Restaurant diberi warning “Tutup Permanen!”
Mungkin karena ulah ceroboh kemarin. Bisa ditebak, selama masa pandemi ini – ketika larangan kerumunan – diterapkan di berbagai daerah, Legian pasti ikut berimbas. Keadaan ini diperparah lagi dengan aksi demo kemarin yang justru menyisir masa depan Legian.
Legian Garden Restaurant memang sudah berdiri sejak tahun 1977. Dan, sejauh itu pula, Legian menjadi memang sudah menjadi kawasan legendaris di kawasan Jalan Malioboro. Letaknya memang sungguh memandu arah. Dari arah utara stasiun Tugu Jogja menuju arah Titik Nol Kota Jogja, Legian berdiri persis di sisi kiri badan jalan.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, Legian merupakan resto pembuka wisata mata di seputar Jalan Malioboro – meski di sekitar stasiun Tugu, sebelum Legian Restaurant, Locco Cafe juga sudah ramai direbut pengunjung. Akan tetapi, pesona Legian tetap menawar kesan dan pesan yang tak mudah dilepas kenang.
Melirik konsep desain Legian Garden Restaurant, saya justru ditarik ke suasana Bali. Di Bali, ada satu tempat yang ramai diincar pengunjung, yakni Legian. Nama yang hampir sama disemat pada ikon legenda yang terletak di Jalan Malioboro Jogja, Legian menggotong suasan Bali ke pusat perbelanjaan dan wisata Kota Gudeg.
Di Bali berbagai minuman disuguh beragam dan pengunjung betah memaku pandang. Sama halnya dengan Legian Garden Restaurant Yogyakarta. Banyak hal tersaji: mulai dari wisata kuliner, wisata mata, wisata, suasana, juga wisata asmara. Semua tersaji apik di Legian Garden Restaurant.
ADVERTISEMENT
Menyeduh Legian, memang lebih bagus malam hari. Banyak pengunjung menyeruput suasana malam Malioboro karena memang Malioboro sendiri ramai diserbu warga saat-saat demikian. Sambil menyentuh ujung pipet ramuan Legian, suasana Malioboro lekat dikenang benak.
Bicara soal asmara, Legian memang bagus sebagai spot mengemas perasaan dan hati. Kalian bisa membayangkan bagaimana konsep resto ala Bali ini membuat suasana Anda bersama pasangan lebih romantis dan “menggerayang.” Saya mengalaminya dan tak cukup untuk menyeka memori Legian begitu cepat.
Menu andalan Legian sangat khas interior kota istimewa: gudeg kendil, ayam betutu, sate ayam, chicken gordon bleu, hingga aneka menu seafood lainnya. Di Legian, bir juga menjadi kekuatan ramuan minum. Karena berkonsep internasional ala Daerah Istimewa, bir tetap menjadi legal disaji di atas meja.
ADVERTISEMENT
Ada pilihan menu minum lainnya, antara lain: kopi, teh, kelapa muda, milk shake, dan jus. Sederhana, tapi suasan memberi bobot ektra pada pesona Legian Garden Restaurant. Itulah sekilas pesona Legian yang berhasil direkam kenangan. Jika usai kejadian kemarin, Legian enggan ‘tuk berbenah, kita justru kehilangan salah satu tempat favorit di latar utara Jalan Malioboro Jogja.
Bagi para penjual keliling, tukang becak, dan beberapa pencari suaka di sekitar kawasan Malioboro Jogja, Legian memberi tumpangan income yang menjanjikan. Mereka yang hendak ke Legian, pasti selalu berpapasan dengan para pencari suaka.
Inilah kesempatan baik bagaimana lahan basah Legian ikut memengaruhi dinamika roda bisnis di kawasan Malioboro. Tukang parkir, misalkan akan mendapatkan pemasukan dari tetes-tetes pesona Legian. Ini juga menjadi salah satu unsur baik yang lahir dari kehadiran Legian Garden Rastaurant Malioboro Jogja.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana sekarang? Cukup disayangkan. Legian kini diterpali karena gosong dilahap api. Mau diapakan nantinya? Adakah konsep baru yang ditawarkan Legian usai menyabet ikon legenda selama 43 tahun berdiri? Sebuah pertanyaan diam.
Watak Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, hemat saya, menjadi patokon kita menilai. Cara Sultan menenangkan warganya seyogiyanya mampu memadamkan api yang sempat menyala di saat aksi Jogja Memanggil sempat memanas. Sultan mengingatkan agar aksi demonstrasi tak lagi dilakukan.
Tindakan anarkis, seperti yang dialami Legian Garden Restaurant, seharusnya menjadi catatan evaluatif-reflektif untuk kepemimpinan ke depan. Beliau menegaskan: “Setiap orang yang terlibat aksi demonstrasi dan merusak fasilitas tertentu, wajib dipidanakan.” Semoga, petuah Sri Sultan dibawa pulan setiap insan di kota istimewa dan mendinginkan suasana.
ADVERTISEMENT