Menata Kolaborasi Pembangunan SDM Indonesia

Kristianus Jimy Pratama
Kristianus Jimy Pratama merupakan mahasiswa Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
24 Januari 2020 22:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kristianus Jimy Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masa depan bukan hanya mengenai teknologi serba mutakhir meskipun tidak dapat dinafikan bahwa teknologi dan masa depan telah menjadi dua hal yang tidak dapat terpisah. Tanggung jawab terhadap masa depan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah begitupun bukan menjadi tanggung jawab sekelompok orang karena masa depan milik seluruh umat manusia. Perlu rehat sejenak untuk duduk bersama dan berpikir ulang bahwa poin terpenting dalam menyikapi masa depan adalah kesiapsediaan. Perihal kesiapsediaan, masa depan adalah milik mereka yang telah siap dan sedia dalam menyambutnya.
ADVERTISEMENT
Kaum muda berperan penting dalam mewujudkan kesiapsediaan. Kesiapsediaan dapat dicapai dengan pendidikan baik secara kognitif dan emosional, kecerdasan spiritual, dan apa yang dapat dihasilkan sebagai outputnya dalam melakukan problem solving baik dalam hal pekerjaan maupun kehidupan sosial. Indonesia menjadi salah satu negara yang menikmati bonus demografi namun menjadi sebuah paradoks apabila tidak dapat diwujudkan dalam sebuah angkatan kerja yang produktif.
Dalam menyiapkan sebuah angkatan kerja tak dapat dipungkiri bahwa baik pemerintah maupun sektor swasta harus dapat berperan secara seimbang dalam sebuah kolaborasi. Namun kolaborasi harus dilakukan dalam bentuk yang dilandaskan dengan sebuah penandatanganan nota kesepahaman yang diikat dengan itikad baik. Pengikatan nota kesepahaman ini dapat dilakukan dimulai pada tingkat nasional dan pada beberapa daerah percontohan.
ADVERTISEMENT
Bentuk kolaborasi yang dimaksud adalah dengan menggunakan pola berantai yaitu kolaborasi yang dilakukan dari satu daerah percontohan kepada daerah percontohan yang disertai dalam bentuk evaluasi pelaksanaan nota kesepahaman dalam periode berkala. Selain itu kolaborasi yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor swasta dapat dimanifestasikan dalam bentuk pelatihan kerja, pendanaan usaha pekerja, dan pengawasan usaha pekerja oleh pemerintah. Hal ini untuk menggarisbawahi bahwa setiap sektor swasta bertanggung jawab untuk memberikan transfer of knowledge maupun keterampilan kepada pekerja. Hal ini ditujukan agar dikemudian hari pekerja dapat secara mandiri dalam menjalankan usaha.
Sebuah kebaharuan dari bentuk kolaborasi yang telah ada dewasa ini, bentuk corporate social responsibility (CSR) harus diperbaharui menjadi kegiatan karya pekerja yang mengutamakan kepentingan pekerja dan meningkatkan kemampuan pekerja di luar bidang pekerjaannya termasuk di dalamnya dalam meneruskan pendidikannya. Hal ini dikarenakan pendidikan akan menjadi sebuah parameter bagi individu untuk mendapatkan pekerjaan yang ditinjau dari segi akademisnya. Permasalahan pendidikan pun tak kalah pelik dengan permasalahan sosial lain yang berkembang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan akses pendidikan sangat tergambar jelas bahkan pada daerah-daerah yang terkualifikasi sebagai kota besar. Salah satu bentuk nyata dari kesenjangan akses pendidikan di Indonesia dipengaruhi dari pola mindset masyarakat yang masih meyakini bahwa tujuan dari pendidikan hanya bekerja. Tentu ini akan mengakibatkan pemikiran bahwa tak perlu pendidikan tinggi kalau sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatan.
Oleh karena itu, ini bukan permasalahan dalam menjembatani melainkan bagaimana menjadi penggerak yang efektif. Sederhananya, perlu untuk memutus pola mindset keliru tersebut dalam sebuah kelompok masyarakat. Yaitu dengan mencerdaskan kaum pemuda dalam kelompok masyarakat tersebut dalam sebuah jenjang pendidikan maupun pelatihan. Sehingga kaum muda dalam kelompok masyarakat terkait akan menjadi penggerak bagi kelompok masyarakat sekitarnya. Hal ini akan dapat menghasilkan dampak secara berganda. Metode ini dapat diterapkan bahkan pada daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T). Termasuk di dalamnya dalam mempromosikan inovasi terhadap suatu hal dengan memaksimalkan metode tepat daya. Yaitu harus dipetakan terlebih dahulu mengenai kelompok sosial yang hendak menjadi sasaran. Setelah melakukan pemetaan dapat pula berkolaborasi dengan influencer pada kelompok sosial tersebut. Selain itu sebuah forum berkelanjutan dalam berkampanye terhadap inovasi dalam dunia pekerjaan merupakan sebuah hal yang sentral. Namun terlebih dari itu semua, setiap kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga ukuran dari sebuah kelompok masyarakat tidak akan sama meskipun dapat menjadi acuan bagi kelompok masyarakat lainnya. Oleh karena itu, pendekatan yang tepat merupakan kunci dari membangun ekosistem pendidikan dan pembangunan angkatan kerja yang berkualitas dapat direalisasikan
ADVERTISEMENT