Media Zaman Now: Biar Homeless Media Enggak Jadi Hopeless Media

12 Desember 2017 19:48 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Media Sosial (Foto: Geralt)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Media Sosial (Foto: Geralt)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih lekat di kepala saya, gerak-gerik loper koran yang berpindah dari satu calon pembeli ke pembeli lain. Mereka berteriak, “Korannya, korannya.”
ADVERTISEMENT
Saat menemui calon pembeli, loper koran tak segan menceritakan isu hangat yang berbagai media angkat. Calon pembeli diajak memilih, membandingkan satu koran dengan koran lainnya.
Masa seperti itu sudah lama berubah. Sekarang pencarian berita lebih sering terjadi di media sosial. Peran loper koran dalam menjajakan berita, kini nyaris tergantikan sepenuhnya oleh admin media sosial.
Admin menuliskan status atau twit yang mengantarkan sebuah berita. Tujuannya: mendatangkan orang ke halaman website medianya. Semakin tinggi traffic ke website, semakin tinggi potensi monetisasi.
Cara kerja seperti itu tak lain adalah bentuk penyesuaian terhadap pola konsumsi berita yang tengah ada sekarang. Pada masa sekarang, pembaca tidak lagi mendatangi lapak koran, melainkan sekadar membuka media sosial.
ADVERTISEMENT
Mengingat satu-satunya yang abadi adalah perubahan, maka nantinya, pola peredaran berita lewat link pun pastinya akan berganti. Hadirnya homeless media boleh jadi menunjukkan ke mana arah perubahan berlabuh.
Ilustrasi media massa (Foto: Karolina/Kaboompics (CC0 Public Domain))
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media massa (Foto: Karolina/Kaboompics (CC0 Public Domain))
Media tanpa rumah, atau homeless media, mengedepankan peletakan dan penyesuaian konten di berbagai platform dan media sosial. Mereka membaca karakteristik perilaku di setiap platform, dan menyuguhkan konten yang sesuai. Di Instagram, misalnya, homeless media mungkin tidak akan menyuguhkan konten video yang durasinya lebih dari satu menit.
Konten-konten yang bentuknya visual atau audiovisual adalah ujung tombak homeless media. Terbatasnya ruang di media sosial, dan tidak penuhnya atensi yang diberikan oleh audiens di media sosial, adalah sebabnya.
Homeless media umumnya juga menyajikan konten mereka secara utuh. Dengan begitu, pengguna tidak perlu menambah aktivitas lanjutan, seperti mengklik link, ataupun menunggu konten yang diinginkan selesai dimuat oleh browser. Ini jelas sesuai dengan pola perilaku pengguna media sosial yang umumnya ingin bertahan selama mungkin menelusuri timeline.
ADVERTISEMENT
Untuk membuat kontennya memiliki usia peredaran yang panjang, homeless media juga kerap memancing keterlibatan audiens. Caranya adalah dengan menyuguhkan konten yang mengundang pengunjungnya berkomentar atau mengklik tombol share.
Hal ini amat penting, mengingat tolok ukur sebuah homeless media adalah performa mereka di berbagai kanal tempat mereka berada. Homeless media berbeda dengan media digital yang konvensional. Tolok ukur yang para pengiklan pakai untuk homeless media bukanlah traffic menuju situs mereka, melainkan jumlah view, like, share, dan subscriber akun mereka di platform-platform tempat mereka menaruh konten.
kumparan 1001 media online (Foto: Frans Mateus Situmorang)
zoom-in-whitePerbesar
kumparan 1001 media online (Foto: Frans Mateus Situmorang)
Di titik ini, menjalankan homeless media mungkin terdengar mudah dan menguntungkan. Tinggal buat akun, siapkan konten, sebar, jadilah sebuah media yang siap dimonetisasi. Namun, apakah benar semudah itu? Sayangnya, tidak.
ADVERTISEMENT
Sebuah homeless media harus jeli dalam membuat konten. Konten perlu berisikan data-data yang kuat, serta penyuntingan kalimat dan elemen audiovisual yang ketat. Selain itu, memulai homeless media dari akun yang jumlah pengikut organiknya masih nol juga bukan perkara mudah.
Pembuat homeless media perlu menentukan segmen audiens mereka. Mereka juga perlu menjalin kerja sama dengan pihak media sosial, untuk memastikan konten mereka sampai ke audiens yang mereka inginkan.
Tak jarang, homeless media juga dituntut untuk melakukan promosi besar-besaran, agar dikenal oleh masyarakat.
Pendeknya, ada jalan panjang yang harus ditempuh untuk menuju homeless media yang mapan. Bila jalan tersebut tidak ditempuh secara maksimal, bukan tidak mungkin homeless media hanya berakhir menjadi hopeless media.
ADVERTISEMENT
Mengingat beratnya beban dalam membangun homeless media itulah, kumparan mengajak kawan-kawan untuk terlibat dalam program kumparan 1001 media.
Dalam program ini, akan ada program inkubasi yang dapat mewujudkan cita-citamu membuat homeless media. Anda akan mendapatkan kesempatan belajar secara langsung dengan jurnalis kumparan yang berpengalaman. Kesempatan untuk menyebarkan konten lewat platform dan berbagai media sosial milik kumparan juga terbuka lebar.
Bagi Anda yang ingin mendaftar di program ini caranya mudah. Tinggal ikuti prosedurnya seperti yang tercantum di link berikut.