6 Kontroversi di Perppu Cipta Kerja: Libur 1 Hari, Pesangon, hingga TKA

2 Januari 2023 18:52 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) tengah menuai kritik dari sejumlah pihak. Sejumlah pasalnya dinilai merugikan para pekerja. Mulai dari aturan outsourcing, minimal libur satu hari, hingga keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan kumparan, ada 6 poin yang menjadi kritik dari serikat buruh hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Berikut daftarnya:

1. Tak Ada Batasan Jenis Pekerjaan Outsourcing/Alih Daya

Perppu Ciptaker tak mengenal batasan jenis pekerjaan yang boleh menggunakan outsourcing. Ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan yang mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing.
Dalam aturan lama, outsourcing tidak boleh melaksanakan kegiatan pokok atau berhubungan langsung dengan proses produksi; buruh outsourcing hanya mengerjakan kegiatan penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Pasal 64 Perppu Ciptaker
(1) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
(2) Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
ADVERTISEMENT

2. Karyawan Berpotensi Dikontrak Berkali-kali

Ilustrasi karyawan kecapekan kerja. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock
Dalam UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal hanya boleh 2 tahun. Namun dalam Perppu Ciptaker, klausul tersebut dihapus.
Perppu Ciptaker justru menyebut bahwa lama kontrak akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Pasal 81 Perppu Ciptaker
(15) Ketentuan Pasal 59 (UU Ketenagakerjaan) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. Minimal Libur 1 Hari dalam Seminggu

Perppu Ciptaker hanya menyebut soal minimal libur satu hari dalam seminggu. Ini jelas berbeda dengan UU Ketenagakerjaan. Dalam aturan lama, karyawan berhak libur dua hari dalam seminggu apabila bekerja selama 8 jam per hari. Sementara jika bekerja selama 7 jam per hari, maka karyawan berhak libur selama satu hari dalam seminggu.
ADVERTISEMENT
Nah, klausul tentang jam kerja tersebut dihapus dalam Perppu Ciptaker. Perppu itu hanya menyebut karyawan minimal dapat libur satu hari dalam seminggu.
Pasal 79 Perppu Ciptaker
Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan I (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

4. Pesangon Berpotensi Jadi Lebih Kecil

Perppu Ciptaker menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan. Ketiadaan beleid ini membuat hilangnya kesempatan pekerja mendapatkan pesangon dua kali lipat dari ketentuan apabila perusahaan tidak melakukan PHK bukan karena efisiensi.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, Pak Andi merupakan pekerja di DKI Jakarta dengan upah Rp 4,2 juta per bulan. Ia terkena PHK setelah 8 tahun lebih 6 bulan bekerja, karena perusahaannya melakukan efisiensi.
Bila mengacu pada UU Ketenagakerjaan, besaran pesangon yang didapatkan Pak Andi sebesar 9 bulan upah. Lalu, karena pekerja yang bersangkutan mengalami PHK karena efisiensi, jumlah pesangon yang diberi dikali dua, yakni sebesar 18 bulan upah.
Pekerja juga akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja. Untuk masa kerja enam tahun tetapi kurang dari sembilan tahun, maka besaran uang penghargaan masa kerja sebesar 3 bulan upah. Dengan demikian, jumlah pesangon yang dikantongi akan 21 kali upah atau sebesar Rp 88,2 juta.
Namun di Perppu Ciptaker, Pak Andi hanya mendapatkan pesangon 9 bulan upah dan penghargaan 3 bulan upah. Sehingga total jumlah pesangon yang dikantongi Pak Andi hanya 12 kali upah atau sebesar Rp 50,4 juta. Artinya, pesangon yang diterima bisa berkurang hingga Rp 37,8 juta di Perppu Ciptaker.
ADVERTISEMENT
Pasal 156 Perppu Ciptaker
(1) Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
(1) Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
ADVERTISEMENT
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.
ADVERTISEMENT
(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
ADVERTISEMENT
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

5. Ada Variabel Tambahan dalam UMP

Ada variabel baru dalam penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP). Variabel itu adalah indeks tertentu. Meski begitu, Perppu tersebut tak menjelaskan apa yang dimaksud sebagai indeks tertentu itu.
Dalam UU Ketenagakerjaan, variabel tersebut tidak ada. Selama ini, UMP hanya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
ADVERTISEMENT
Pasal 88D
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Upah minimum.
(2) Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan Upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah.

6. Buruh Kasar Tenaga Kerja Asing (TKA)

Hal lain yang disorot dalam Perppu Ciptaker adalah keberadaan TKA. Serikat buruh, misalnya, menyoroti perizinan TKA, terutama untuk yang unskilled worker atau buruh kasar. Dalam Perppu tersebut, memang tak disebutkan soal larangan hal tersebut.
Pasal 81 Perppu Ciptaker
(4) Ketentuan Pasal 42 (UU Ketenagakerjaan) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
(1) Setiap Pemberi Kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing wajib memiliki rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Pemberi Kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. Tenaga Kerja Asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, Perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
(4) Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam Hubungan Kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
ADVERTISEMENT
(5) Tenaga Kerja Asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.
(6) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.