2,5 Juta Orang Terancam Menganggur Jika Ekonomi RI 0 Persen

29 Maret 2020 16:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Kondisi ekonomi Indonesia di tengah wabah virus corona dinilai lebih buruk dibandingkan krisis keuangan 2008. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan merosot.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan skenario terburuk jika pandemi COVID-19 lebih enam bulan dan karantina penuh atau lockdown, ekonomi Indonesia tumbuh 0 persen.
Jika kondisi tersebut terjadi, jumlah pengangguran akan melonjak. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menyebutkan setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap 498.000 tenaga kerja baru selama 2019.
"2019 pertumbuhan ekonomi 5,02 persen dan tambahan penduduk bekerja 2,5 juta orang. Dengan asumsi yang sama, pertumbuhan ekonomi 0 persen membuat serapan tenaga kerja berkurang 2,5 juta orang. Angka pengangguran bisa naik dari 5,28 persen menjadi 7,1 persen," ujar Bhima kepada kumparan, Minggu (29/3).
Data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia hingga Agustus 2019 menjadi 7,05 juta, naik periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 7 juta orang menganggur.
ADVERTISEMENT
Bahkan jika dibandingkan Agustus 2017 yang sebanyak 7,04 juta orang dan Agustus 2016 sebanyak 7,03 juta orang. Sementara tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi 5,28 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,34 persen.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, menyebutkan peningkatan pengangguran terselubung dan separuh menganggur akan lebih banyak dibandingkan dengan pekerja penuh.
Dia memproyeksi, tingkat pengangguran terbuka bisa meningkat hingga 1 persen di tahun ini. Dengan asumsi, pertumbuhan ekonomi hanya mampu tumbuh hingga 2 persen, dan terendahnya minus 2 persen.
"Pengangguran terbuka bisa meningkat sampai 1 persen, tapi di luar itu yang lebih besar lagi adalah peningkatan pengangguran terselubung dan yang separuh menganggur," katanya.
Dengan kata lain, pekerja di sektor informal yang menganggur juga akan semakin banyak dibandingkan pekerja formal.
Para pencari kerja memadati arena Job Fair Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Padahal selama Agustus 2019, jumlah pekerja informal mencapai 70,49 juta atau 55,72 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Sementara pekerja formal hanya 56,02 juta orang atau hanya 44,28 persen dari total jumlah penduduk yang bekerja.
ADVERTISEMENT
"Kalau secara jumlah tenaga kerjanya, saat wabah memang akan berkurang. Begitu juga di sektor formal, juga berkurang. Walaupun tidak sebesar di informal," jelasnya.
Meski demikian, pemerintah memastikan akan melindungi para pekerja yang terkena PHK akibat pandemi virus corona. Salah satunya dengan mengeluarkan Program Kartu Pra Kerja.
Nantinya, korban PHK di sektor informal dan UMKM, akan mendapat pelatihan dan menerima insentif sebesar Rp 1 juta setiap bulannya selama empat bulan berturut-turut. Dengan biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta.
Insentif itu hanya berlaku selama kondisi dan situasi masih diselimuti virus corona. Jika sudah normal, skema yang digunakan adalah insentif tetap Rp 650.000, dengan biaya pelatihan Rp 5 juta.
Sementara untuk pekerja yang terkena PHK di sektor formal, akan ditanggung oleh BPJamsostek. Insentif ini sebesar Rp 1 juta yang akan diberikan selama tiga bulan dan biaya pelatihan Rp 2 juta.
ADVERTISEMENT