40 Persen Sumber Listrik di Ibu Kota Baru Pakai Renewable Energy

25 November 2019 18:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memeriksa instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memeriksa instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (6/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah terus menggodok kesiapan wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara yang sudah ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai ibu kota baru. Infrastruktur dasar seperti kelistrikan juga mulai dimatangkan.
ADVERTISEMENT
Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani memastikan pihaknya sudah memikirkan berbagai kelistrikan yang diperlukan.
“Kami akan siapkan dan saat ini soal transmisi sudah selesai untuk yang Ibu Kota Negara (IKN) untuk masuk di 150 kv, memang di Kaltim bukan 500 kv tapi 150 kv sebagai backbone utama,” kata Sripeni di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/11).
Sripeni menjelaskan rencana yang dimaksimalkan adalah dari Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energy. Ia menjelaskan persoalan itu juga sudah masuk tahap pembahasan.
“Rencananya ini adalah EBT. Nah EBT-nya ini mencapai 40 persen. Saat ini untuk kebutuhan itu sudah siap tetapi kami terus bekerja,” ujar Sripeni.
Sripeni menegaskan setiap saat pihaknya juga berkoordinasi dengan Bappenas. Hal itu dilakukan agar proses yang dilakukan bisa maksimal.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah berdiskusi, kami sudah memiliki gugus kerja dengan berdiskusi dengan Bappenas dan berapa kebutuhannya sampai dengan 2024 itu kira-kira 1.500 Megawatt,” ungkap Sripeni.

Kesiapan Listrik di Kaltim

Kelistrikan di Kalimantan terdiri dari 2 sistem jaringan, yaitu Sistem Khatulistiwa dan Sistem Kalimantan (interkoneksi antara sub sistem Barito di Kalimantan Selatan dan Tengah, dan sub sistem Mahakam di Kalimantan Timur).
Secara total, Kalimantan memiliki cadangan daya sebesar 331 Megawatt (MW). Daya mampu mencapai 1.778 MW dengan beban puncak 1.446 MW. Surplus tersebut masih akan terus bertambah, di tahun ini saja bakal ada tambahan 400 MW.
PLT Direktur Utama PLN, Sripeni Inten saat menghadiri Rapat Kerja Komisi VII dengan PLN, Senin (25/11). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dengan tambahan 400 MW pada tahun ini, cadangan daya listrik yang tak terpakai bakal mencapai lebih dari 700 MW. Lalu pada 2020, ada tambahan lagi sebanyak 400 MW dari 2 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Cadangan daya bakal jauh di atas 30 persen.
ADVERTISEMENT
Bahkan berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, total tambahan pembangkit listrik di Kalimantan mencapai 4.324,8 MW hingga 2028.

Ada 2 Pembangkit Listrik Penopang di Ibu Kota Baru

Pembangkit listrik yang pertama adalah PLTU Teluk Balikpapan 2 x 110 MW. Sesuai namanya, lokasinya ada di Teluk Balikpapan. Di seberang PLTU ini tampak Penajam Paser Utara.
Dengan total kapasitas yang mencapai 220 MW, PLTU Teluk Balikpapan adalah pembangkit listrik terbesar di Kalimantan untuk saat ini. Sekitar 18 persen pasokan listrik untuk Sistem Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimra) berasal dari pembangkit ini.
"PLTU Teluk Balikpapan 2 x 110 MW adalah yang terbesar di Kalimantan," kata Manajer Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan (UPDK) Balikpapan, Yuskar Radianto, saat ditemui di PLTU Teluk Balikpapan, Rabu (28/8).
ADVERTISEMENT
PLTU Teluk Balikpapan juga merupakan pembangkit yang paling dekat dengan ibu kota baru. Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik dari pembangkit ini hanya sekitar Rp 800 per kWh.
Beroperasi sejak 2017, PLTU Teluk Balikpapan merupakan warisan dari Fast Track Program (FTP) I. Bukan rahasia lagi, pembangkit-pembangkit listrik dari FTP I umumnya punya kekurangan dalam hal kualitas. Karena itu, PLTU Teluk Balikpapan perlu ditingkatkan keandalannya agar dapat menjamin pasokan listrik ke ibu kota.
"Pasti jadi perhatian kami karena PLTU ini paling dekat ibu kota. Akan kami tutup kekurangannya," tegas Yuskar.
Pembangkit listrik kedua adalah PLTGU Tanjung Batu di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. Pembangkit yang hanya berjarak 200 meter dari Sungai Mahakam ini terdiri dari 2 plant, salah satunya sudah beroperasi sejak 1996 alias 22 tahun lalu. Sedangkan satu lagi beroperasi sejak 2013, masih berusia 5 tahun.
ADVERTISEMENT
PLTGU Tanjung Batu merupakan pembangkit untuk Peak Load, yakni pembangkit yang dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan listrik saat beban puncak. Saat beban sedang rendah pada pagi hingga siang hari, PLTGU Tanjung Batu hanya memasok sekitar 18 MW.
Ketika beban puncak pada jam 5 sore sampai 10 malam, pembangkit ini memasok sekitar 140 MW. Bahkan kadang beroperasi penuh hingga 220 MW.
Manager PLTGU Tanjung Batu, Ghani Wahyu Nugroho, mengakui bahwa menjaga performa pembangkit listrik yang sudah sepuh ini tak mudah. Pihaknya harus memutar otak untuk merawat PLTGU Tanjung Batu. Sebab, suku cadangnya sudah sulit diperoleh.
"Harapan kami pembangkit ini bisa beroperasi sampai kiamat, kita overhaul begitu performa turun. Suku cadangnya dari Inggris. Untuk dapat yang kualitas sama, kami berusaha cari. Kalau enggak dapat di Inggris, kami cari di Korea Selatan," ia menuturkan.
ADVERTISEMENT