5 Aksi Ahok di Pertamina: Ungkap Masalah Keuangan hingga Kritik Kebijakan Jokowi

12 Desember 2020 8:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo didampingi Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama saat meninjau kilang PT TPPI, di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12). Foto: Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo didampingi Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama saat meninjau kilang PT TPPI, di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12). Foto: Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kerap menjadi sorotan. Selama di perusahaan minyak dan gas milik BUMN tersebut, dia kerap melontarkan kritik pedas.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Ahok mengungkapkan masalah keuangan Pertamina, yang sebelumnya mengalami kerugian, malah bisa untung di tengah pandemi corona.

Berikut 5 Aksi Ahok di Pertamina

Ungkap Kondisi Keuangan Perusahaan, Dari Rugi Rp 11 triliun Jadi Untung
Menurut Ahok, pada akhir tahun ini Pertamina bisa meraup untung sekitar USD 800 juta. Padahal, sebelumnya Pertamina menanggung rugi Rp 11 triliun.
"Kami berterima kasih pada jajaran direksi. Tadinya kita mengalami kerugian selama pandemi. Tapi setelah melakukan penghematan dan terobosan, di akhir tahun ini ya mungkin bisa untung USD 800 juta, dari rugi Rp 11 triliun kemarin," ujar Ahok dalam acara Pertashow yang disiarkan dalam akun Youtube MyPertamina, Kamis (10/12).
Selain bisa meraup untung, dia juga berharap Pertashop yang tengah dibangun secara masif oleh Pertamina, bisa terwujud di seluruh desa di Indonesia. Pertashop merupakan SPBU Pertamina yang berukuran mini agar bisa menjangkau masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Harapan lain, dia juga ingin Pertamina mampu mengurangi defisit anggaran berjalan. Salah satunya dengan mengurangi kewajiban membeli minyak mentah di dalam negeri dari kontraktor asing.
"Minyak mentah jangan beli terus, harus bisa produksi di sini. Target kita 1 juta barel (produksi)," ujarnya.
Akan Terus Kritik, Tak Takut Dipecat Meski Gaji Rp 201 Juta per Bulan
Gaji Ahok di Pertamina saat ini senilai Rp 201 juta per bulan. Hal itu diungkapkan Ahok dalam konten 'Terkait Rumor Naik Gaji dan Tunjangan: Ahok Panggil Ima' dalam akun YouTube pribadinya.
Menurut dia, meski bergaji besar, bukan berarti mulutnya akan bungkam untuk menyuarakan dengan keras hal-hal yang dianggapnya benar di Pertamina.
"Jadi komut, gaji terima Rp 201 juta, takut kita, enggak berani ngomong? Selesai saya. Saya tetap suarakan keras, sampaikan kebenaran. Soal dipecat, ya sudah," kata dia akun YouTube Panggil Saya BTP miliknya, dikutip kumparan, Senin (7/12).
Ilustrasi Pertamina. Foto: Pertamina
Ingin Terapkan Prinsip 3C China di Pertamina: Cuan, Cengli, dan Cincai
ADVERTISEMENT
China memang dikenal bisa melahirkan pengusaha sukses. Ahok, ingin menerapkan prinsip 3C yang dikenal di China ke BUMN perminyakan yang tengah diawasinya. Prinsip 3C itu adalah Cuan, Cengli, dan Cincai.
Kata Ahok, prinsip 3C itu perlu diterapkan di Pertamina sebagai daya tarik menggaet investor. Pertama, Cuan yang artinya profit atau untung. Menurutnya, prinsip ini pasti dicari oleh investor ketika mempertimbangkan untuk berbisnis, termasuk ke Pertamina.
Kedua, Cengli yang diartikan sebagai keterbukaan atau fairness. Ketiga, Cincai yang maksudnya kemudahan atau fleksibilitas saat berkompromi.
"Ada prinsip 3C yang biasanya orang China sebut. Cuan, Cengli, dan Cincai. Ini merupakan prinsip semua investor untuk berinvestasi. Ini yang harusnya bisa kita jawab," kata Ahok dalam diskusi panel di International Oil and Gas Convention, Rabu (2/12).
ADVERTISEMENT
Kritik 2 Kebijakan Jokowi: Gasifikasi Batu Bara dan Biodiesel B30
Bukan hanya internal Pertamina yang Ahok kritik. Kebijakan Presiden Jokowi di sektor energi juga tak luput dari kritiknya. Kedua kebijakan itu adalah gasifikasi batu bara dan program biodiesel 30 persen atau B30.
Untuk proyek gasifikasi batu bara, Ahok menilai proyek ini kurang ekonomis. Jokowi mendorong batu bara diolah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk bahan baku pengganti LPG. Tujuannya menekan impor LPG.
Tapi menurut Ahok, DME lebih mahal dari LPG sehingga butuh subsidi agar harganya terjangkau masyarakat. Ini bisa menjadi beban negara di kemudian hari, sebab subsidi yang dibutuhkan lebih besar dari subsidi LPG.
Ahok juga mengkritik kebijakan B30. Menurut dia, harus ada fleksibilitas dari program ini. Sebab, harga CPO yang terus bergerak. Karena itu, sebaiknya CPO diekspor saja ketika harganya sedang tinggi, tak perlu dipaksakan untuk biodiesel di dalam negeri. Persoalannya, harga biodiesel bisa lebih mahal dari minyak bumi saat permintaan sedang tinggi-tingginya.
ADVERTISEMENT
"FAME (minyak sawit yang diubah menjadi biodiesel) bisa mengurangi defisit. Harusnya, ketika harga CPO lebih tinggi dari minyak mentah, akan lebih baik diekspor karena tidak ada gunanya produksi very high untuk FAME," kata dia.
Menteri BUMN Erick Thohir bersama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok di Kementerian BUMN, Jumat (22/11/2019). Foto: Dok. Kementerian BUMN
Kritik Direksi Pertamina Gemar Utang hingga Minta Kementerian BUMN Dibubarkan
Dalam video berdurasi enam menit yang diunggah akun POIN, Ahok menyebut semua Direktur Pertamina melakukan lobi ke menteri untuk pergantian direksi. Dia merasa emosi karena pergantian direktur itu tanpa memberitahu dirinya.
Selain itu, Ahok juga menyebut Pertamina memiliki utang USD 16 miliar. Tapi, direksinya memiliki kebiasaan untuk cari pinjaman terus. Uang tersebut, katanya untuk akuisisi lapangan di luar negeri, padahal masih ada 12 cekungan di dalam negeri yang berpotensi memiliki minyak dan gas di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Ahok melontarkan kritik tajam ke Kementerian BUMN, lembaga yang mengangkatnya dulu sebagai Komut Pertamina. Dia menilai Kementerian BUMN seharusnya dibubarkan. Sebab seorang presiden pun tidak bisa mengontrol lembaga dan perusahaan negara di dalamnya.
"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun sebetulnya. Kita harus sudah ada semacam Indonesia Incorporation seperti Temasek. Persoalannya, presiden enggak bisa kontrol manajemen BUMN. Kita enggak ada orang sebetulnya," kata dia.