5 Tuntutan Pekerja di Hari Buruh: Tolak UU Cipta Kerja hingga Setop PHK Sepihak

1 Mei 2022 16:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa yang tergabung dalam Partai Buruh melakukan unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional di depan kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Minggu (1/5/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dalam Partai Buruh melakukan unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional di depan kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Minggu (1/5/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menuntut lima hal kepada pemerintah di peringatan Hari Buruh 2022 yang jatuh hari ini. Pertama, mereka menolak dan minta batalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Kedua, setop PHK sepihak dan massal. Ketiga, tolak pemberangusan serikat pekerja. Keempat, menolak Revisi UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kelima, minta agar pemerintah menurunkan harga kebutuhan pokok rakyat.
Presiden ASPEK, Mirah Sumirat, mendesak pemerintah untuk hadir dan peduli pada nasib pekerja di Indonesia. Menurutnya, sampai hari ini justru semakin kehilangan kepastian jaminan pekerja, jaminan upah layak dan jaminan sosial.
ASPEK Indonesia menilai bahwa Pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
"Dalam peringatan Hari Buruh Internasional tanggal 1 Mei 2022 kali ini, ASPEK Indonesia tetap menyampaikan kritik kepada Pemerintah atas minimnya keberpihakan Negara terhadap perlindungan nasib pekerja," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (1/5).
Bukti paling konkret minimnya keberpihakan Pemerintah terhadap nasib pekerja, kata dia, adalah tetap dipaksakannya Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Mirah Sumirat mengungkapkan, nasib pekerja saat ini semakin menderita karena adanya UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Dipermudahnya PHK dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, menurut dia, telah berdampak pada terjadinya badai PHK massal di seluruh Indonesia, dengan dalih efisiensi perusahaan.
ADVERTISEMENT
"Dampak merugikan UU Cipta Kerja juga menyangkut soal penetapan upah minimum yang justru melanggengkan politik upah murah di Indonesia," lanjutnya.
Sejumlah buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (23/2/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Selain itu, ASPEK Indonesia juga menilai bahwa hak kebebasan berserikat di banyak perusahaan di Indonesia, masih jauh dari harapan. Masih banyak terjadi upaya pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Di sisi lain, fungsi pengawasan dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja di berbagai wilayah, juga masih sangat memprihatinkan.
Terkait rencana revisi UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sikap ASPEK Indonesia adalah menolak rencana tersebut. Bagi ASPEK Indonesia, UU 21/2000 telah cukup memberikan jaminan perlindungan hak untuk berserikat bagi pekerja. Tidak perlu diotak-atik lagi oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), karena UU 21/2000 adalah undang undang yang lahir dalam semangat reformasi untuk memberikan jaminan kepada pekerja dan rakyat, tegas Mirah Sumirat.
ADVERTISEMENT
Dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2022 ini, ASPEK Indonesia juga mendesak Pemerintah untuk bersungguh-sungguh dalam mengendalikan harga barang kebutuhan pokok rakyat Indonesia.
"Pemerintah harus tegas dan menindak siapa pun yang ingin mempermainkan harga kebutuhan barang pokok rakyat," tutup Mirah Sumirat.