Ada Diskon PPN dan KPR DP 0 Persen, Kredit Bermasalah Bakal Naik?

3 Maret 2021 12:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah memberikan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah atau apartemen maksimal Rp 5 miliar, dibarengi dengan kebijakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tanpa uang muka alias DP 0 persen.
ADVERTISEMENT
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy mengatakan, stimulus di tengah pandemi tersebut memberikan sinyal positif bagi sektor properti dan mendorong pemulihan ekonomi. Meski demikian, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
“Mungkin ada peningkatan (NPL), tapi enggak terlalu signifikan,” ujar Yusuf kepada kumparan, Rabu (3/3).
Namun dia memastikan, perbankan akan selektif menyalurkan KPR kepada masyarakat. Sehingga NPL dipastikan akan tetap dijaga di level aman.
“Tetap ada unsur risiko yang ada, tapi NPL akan dijaga di level aman. Karena pasti bank akan menghitung berapa potensi kenaikan NPL, sehingga mereka akan selektif ke konsumen yang mengajukan KPR tersebut,” jelasnya.
Ilustrasi Uang Rupiah Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2021, rasio NPL di perbankan tercatat 3,17 persen gross dan 1,03 persen net. Sementara rasio non performing financing (NPF) Perusahaan Pembiayaan sebesar 3,9 persen.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean mengkhawatirkan rasio kredit bermasalah akan meningkat di tahun depan. Ini bisa terjadi justru karena berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit dari OJK.
Hingga Januari 2021, total nilai restrukturisasi kredit di perbankan sebesar Rp 1.200 triliun. Dia mencontohkan, jika minimal 20 persen dari nilai restrukturisasi kredit tersebut macet atau sekitar Rp 140 triliun, maka NPL akan bertambah 4 persen.
“Jadi NPL sekarang 3 persen dan seandainya 20 persen itu tambahan NPL, ini jadi 7 persenan di 2022," kata Adrian saat diskusi online Economic Outlook 2021, Kamis (25/2).
Ilustrasi rumah dengan KPR bersubsidi. Foto: Dok. Kementrian PUPR
Untuk itu, dia pun menyarankan agar OJK bisa kembali memperpanjang restrukturisasi kredit. Dalam ketentuan OJK saat ini, kebijakan restrukturisasi kredit hanya berlaku sampai akhir Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Adrian juga meminta agar pemerintah bisa mengantisipasi kenaikan NPL di tahun depan dengan mengeluarkan kebijakan yang tepat.
"Apa yang dilakukan kalau ini terjadi? Harus ada counter policy dari yang akan terjadi. Ini pertanyaan besar yang perlu didudukkan bersama," tambahnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kebijakan pemberian insentif berupa pembebasan PPN atau ditanggung pemerintah untuk rumah atau apartemen dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Sedangkan harga jual rumah Rp 2 miliar ke atas hingga Rp 5 miliar diberikan diskon PPN 50 persen.
Kebijakan tersebut berlaku enam bulan, sejak 1 Maret 2021 hingga 31 Agustus 2021.
Ada sejumlah kriteria untuk mendapatkan insentif PPN tersebut. Pertama, rumah tapak atau rumah susun tersebut harus sudah selesai atau siap huni, bukan rumah inden.
ADVERTISEMENT
Kedua, pemberian insentif tersebut juga hanya berlaku untuk satu unit rumah tapak/rumah susun per satu orang. Ketiga, setelah mendapatkan insentif tersebut, pembeli dilarang menjual kembali rumah tersebut dalam jangka waktu satu tahun.