Ada Konglomerasi di Industri Keuangan, Pengawasan OJK Harus Terintegrasi

2 September 2020 14:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Wacana Perppu terkait mengalihkan fungsi pengawasan industri keuangan dari OJK ke Bank Indonesia menuai banyak kritik. Rencana tersebut dinilai tidak relevan di tengah pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Staf Ahli Ketua Dewan Komisioner OJK, Kiryanto, buka suara terkait hal tersebut. Menurut dia, negara-negara yang memiliki sistem konglomerasi di sektor industri jasa keuangan, membutuhkan lembaga pengawas yang terintegrasi.
Di Indonesia, kata Kiryanto, setidaknya terdapat 48 industri jasa keuangan yang menganut sistem konglomerasi. Sehingga Peran pengawasan lembaga seperti OJK sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Kurang lebih kita memiliki 48 industri keuangan bersifat konglomerasi yang dikotomikan menjadi dua. Pertama, bisnis entity utamanya bank dan juga ada entity utamanya nonbank," jelas Kiryanto dalam konferensi virtual OJK membahas stabilitas sistem keuangan dan pengawasan OJK, Rabu (2/9).
Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 3 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Semarang ambruk. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
"Kalau belajar dari berbagai negara G20, ditegaskan hadirnya sistem pengawasan terintegrasi itu mutlak ketika negara itu memiliki industri keuangan yang makin kompleks, yang makin mengkolomerasi. Itu mutlak harus berada dalam satu wadah, dalam satu bodi agar lebih efektif, efisien, dan optimal serta bisa melakukan tindakan preventif pada tingkat dini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyinggung terkait adanya rencana pemerintah merevisi aturan, di mana perubahan itu bakal membuat fungsi pengawasan yang selama ini berada di OJK, akan beralih ke Bank Indonesia.
Menurut dia, bila hal itu direalisasikan, akan rawan terjadi disharmonis kebijakan dalam sistem pengawasan.
"Sekiranya pengawasan di sektor keuangan tidak berada dalam lembaga yang sama, mungkin potensi terjadinya miscommunication, diskoordinasi, dan bahkan pada taraf mengkhawatirkan, disharmonisasi berpotensi terjadi," ungkapnya.