Airlangga Beberkan Potensi Pasar dari Pengembangan PLTS di Indonesia

11 Mei 2022 13:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peresmian PLTS Hybrid Selayar. Foto: PT Bakrie Power
zoom-in-whitePerbesar
Peresmian PLTS Hybrid Selayar. Foto: PT Bakrie Power
ADVERTISEMENT
Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan hal itu menjadi bagian dari agenda G20 Indonesia tentang transisi energi melalui pembangunan berbasis karbon rendah.
ADVERTISEMENT
Untuk mengejar target itu, Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah telah mempersiapkan insentif maupun financing package yang dapat mempercepat penggunaan energi berbasis rendah karbon.
"Khusus di Pulau Jawa didorong salah satunya oleh PLTS berbasis rooftop dan di beberapa wilayah pemerintah sudah memberikan proyek strategis nasional untuk pembangkit listrik tenaga surya," kata Airlangga saat ditemui wartawan di Bidakara Hotel Jakarta, Rabu (11/5).
Menurut dia, potensi pasar yang terbuka bila Indonesia dapat mengoptimalkan PLTS cukup besar. Dia mencontohkan di Singapura ada peluang pasar mencapai 2 Gigawatt.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri Green Economy Indonesia Summit 2022 di Bidakara Hotel Jakarta, Rabu (11/5/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Sementara dalam negeri, Airlangga mencontohkan di Pulau Batam saat ini sedang dikembangkan fasilitas yang memerlukan pasokan berbasis hijau.
"Sehingga pengembangan PLTS itu ada dua pasar, yaitu pasar listrik sendiri dan yang kedua adalah pasar daripada karbon kredit. Jadi itu lah yang akan dikembangkan melalui energi yang berbasis hijau," jelas Airlangga.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan pembangunan lain berbasis hijau yang juga pemerintah dorong adalah carbon capture yang merupakan bagian dari pengembangan industri berbasis gasifikasi.
"Ini diharapkan kita bisa menghitung berapa sebetulnya nilai ekonomi karbon yang dihasilkan. Dari perhitungan prototipe di Australia ini masih USD 100 per ton dan ini bisa diturunkan menjadi USD 25 per ton, tapi dengan teknologi yang lebih baru," kata dia.