Akan Ada PP Neraca Komoditas di UU Cipta Kerja, Agar Tak Ribut Soal Impor

12 November 2020 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah mengakui tidak mudah dalam menyusun peraturan selama ini khususnya di sektor impor barang atau pangan. Sebab, ada berbagai kepentingan dari masing-masing kementerian atau lembaga yang harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Sesmenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengungkapkan kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan lagi. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan memanfaatkan adanya PP neraca komoditas di turunan UU Cipta Kerja.
"Bahkan lompatannya di tingkat nasional kita akan menyepakati di PP itu ada yang namanya neraca komoditi. Jadi sebenarnya policy itu bukan hanya base on data tapi harus ada analisis yang dituangkan dalam neraca tadi," kata Susiwijono dalam pertemuan dengan media di Jakarta, Kamis (12/11).
Susiwijono menjelaskan sebenarnya keperluan impor itu sederhana yaitu neraca produksi dan konsumsinya berapa. Selisihnya bisa dilakukan impor. Ia mengatakan perkara siapa yang mengimpor atau alokasinya itu diserahkan ke kementerian teknis.
"Tapi tapi ini policy nasional, jangan sampai urusan pangan beras nanti Kementan ngomong sekian karena pengennya kelihatan swasembada, kemendag pengennya lebih rendah impor, yang satunya pengin beda lagi Bulog. Itu kan harus duduk bersama, ada neracanya. Ini salah satu contoh saja," ujar Susiwijono.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan surat presiden (surpres) dan draf RUU Cipta Kerja (Cika) kepada pimpinan DPR RI Puan Maharani. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Kondisi tersebut berlaku di komoditas lainnya. Susiwijono mengatakan proses tersebut tidak mudah. Ia mengaku peran dalam menyelesaikan persoalan tersebut juga harus dipikirkan Kemenko Perekonomian. Susiwijono menegaskan prosesnya termasuk dalam menentukan neraca juga harus transparan.
ADVERTISEMENT
"Nah itu baseline-nya harus ada neraca itu supaya clear, orang harus transparan. Ngomongin bawang putih, kami sudah tahu 90 persen lebih impor, neracanya ngomong beda-beda semuanya mulai kementerian teknis yang membidangi sektornya, perdagangannya dan sebagainya. Nah ini kan enggak boleh kita ulang," katanya.
Susiwijono mengakui mengatur komoditi harus mempertimbangkan berbagai aspek. Ia mengungkapkan 1 komoditi harus berhadapan dengan 2 kelompok masyarakat yang bisa menimbulkan protes.
Susiwijono mencontohkan komoditas jagung kalau pemerintah memutuskan impor maka para petani jagung akan marah. Sementara kalau tidak impor maka peternak yang protes karena jagung langka dan harganya mahal.
Sehingga ia menegaskan momen adanya UU Cipta Kerja yang diikuti dengan PP bisa dijadikan untuk memperbaiki segala permasalahan yang ada dalam proses impor.
ADVERTISEMENT
"Intinya kita pengin semuanya terkoordinasi dengan baik. Enggak bisa lagi ngurusin masyarakat kita yang begitu besar, potensi yang begitu besar dengan cara-cara yang lama," ujarnya.