Akar Masalah 1.940 Ton Anggur-Cabai Kering Impor Tertahan Sebulan di Pelabuhan

1 Oktober 2022 21:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Ombudsman RI dan Badan Karantina Pertanian Kementan pelepasan pangan hortikultura impor di Kantor Kementan, Sabtu (1/10/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Ombudsman RI dan Badan Karantina Pertanian Kementan pelepasan pangan hortikultura impor di Kantor Kementan, Sabtu (1/10/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian akhirnya merestui pelepasan 1.940 ton produk hortikultura yang sempat tertahan di pelabuhan karena belum mengantongi dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sesuai ketentuan Permentan Nomor 5 Tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Ribuan ton produk hortikultura mulai dari anggur, kelengkeng, bawang bombai, hingga cabai kering ini tertahan dalam ratusan kontainer di beberapa pelabuhan.
Persoalan ini telah didalami Ombudsman RI. Mereka menemukan adanya ketimpangan regulasi. Pasalnya, produk impor tersebut seharusnya secara hukum telah sah karena telah memiliki izin berupa Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Imbas tak sinkronnya regulasi ini, Ombudsman mencatat pelaku usaha harus menanggung kerugian Rp 8 miliar.
Mengenai aturan RIPH tersebut, Kepala Barantan Bambang mengatakan bahwa Kementerian Pertanian menerbitkan aturan tersebut dengan tujuan untuk melindungi para petani lokal.
Pemetik anggur menuangkan anggur ke dalam truk saat panen di kilang anggur "Tinto Figuero" di La Horra, Ribera del Duero, Burgos, Kamis (8/9/2022). Foto: Cesar Manso/AFP
"Yang pasti bahwa gagasan Pak Menteri Pertanian menerbitkan Permentan 05/2022 bermula dari keinginan Pak Menteri untuk melindungi petani dengan berbagai aturan terutama terkait wajib RIPH yang sudah ditetapkan sejak adanya permintaan 39 tahun 2019," kata Bambang di Kantor Kementan, Sabtu (1/10).
ADVERTISEMENT
Adapun peraturan soal RIPH tersebut mulanya terintegrasi dengan Surat Persetujuan Impor sehingga RIPH tidak dipersoalkan. Namun Kementan menemukan indikasi adanya barang impor yang punya SPI, namun tidak mengantongi RIPH, sehinga Permentan 05/2022 diterbitkan.
Bambang menjelaskan, persyaratan RIPH ini bisa memberikan perlindungan kepada petani lokal di mana RIPH ini nantinya akan diatur di dalam peraturan neraca komoditas yang saat ini tengah disiapkan pemerintah.
"Misalnya kuota (impor) bawang putih ada 600 ribu ton, angka itu Kementan harusnya bisa melindungi petani pada saat kapan tak panen bawang putih. Boleh saja (impor) 600 ribu ton tapi tak masuk pada saat tertentu ketika petani panen," jelasnya.
Ilustrasi cabai kering Foto: Shutter Stock
Sementara, kuasa hukum pelapor pihak importir yang membuat laporan ini kepada Ombudsman RI, Gloria Tamba mengatakan sebenarnya persyaratan RIPH bukan menjadi akar masalah. Dia hanya mengeluhkan tumpang tindih regulasi pemerintah saat ini.
ADVERTISEMENT
Disinggung soal apakah pelaku importir akan meminta ganti rugi kepada pemerintah, dia menyebut pelaku usaha sejauh ini hanya meminta barang impor tersebut bisa keluar dari pelabuhan.
"Akar masalahnya sinkronisasi peraturannya. Kami akan ikuti peraturannya. Kalau saat ini peraturan tidak perlu RIPH, ya, jangan salahkan kami," tegasnya.