Akibat Pandemi, Pengembangan Pembangkit Listrik Panas Bumi di RI Jadi Molor

6 Mei 2021 19:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi panas bumi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi panas bumi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 menyebabkan pertumbuhan permintaan listrik tertekan. Hal ini pun berdampak pada terhambatnya pengembangan sektor panas bumi. Pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang semula ditargetkan dapat mencapai 9.300 megawatt (MW) pada 2030 terpaksa harus mundur ke 2035.
ADVERTISEMENT
“Target kita untuk mencapai 9.300 MW di tahun 2030 diundur menjadi 2035 karena memang ada permasalahan demand yang belum bisa tingkatkan sebagaimana yang sebelumnya kita perkirakan karena ada COVID-19,” ujar Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Harris Yahya dalam Webinar Sinergi Mendukung Pengembangan Panas Bumi, Kamis (6/5).
Menurut Harris, pandemi COVID-19 yang terjadi satu tahun belakangan ini membuat demand alias permintaan listrik terkontraksi hingga minus 2,4 persen. Di saat yang bersamaan kondisi kelistrikan nasional saat ini justru oversupply.
Di sisi lain, pemerintah juga tidak dapat melakukan penambahan kapasitas karena hingga kini ada kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang masih berjalan hingga 2026.
Ilustrasi panas bumi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Meski demikian Harris mengatakan pemerintah telah menyiapkan strategi agar pengembangan panas bumi tidak makin terpuruk. Salah satunya yaitu melalui government drilling.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah berupaya untuk underrisking antara lain dengan government drilling. Karena kita mengurangi risiko panas bumi di tahap yang sangat tinggi risikonya yaitu di tahap proses pengeboran eksplorasi. Risikonya sampai 50 persen itu yang kita reduce. Diharapkan nantinya pengembangan panas bumi tetap bisa berjalan cepat,” ujarnya.
Tidak hanya itu pemerintah juga mendorong pemanfaatan dana pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi (PISP) dan geothermal resource risk mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi.
Selain itu pengembangan panas bumi juga akan didorong melalui pembentukan holding panas bumi yang terdiri atas PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal, dan PT Geo Dipa Energi (Persero).
Di Indonesia sendiri panas bumi memiliki potensi sekitar 23,9 GW. Namun dari potensi tersebut realisasi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik baru mencapai 2.130 Mega Watt atau 2,13 Giga Watt. Angka ini setara 8,9 persen dari total sumber daya yang bisa dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT