Aksi Sri Mulyani Kritik Balik Ekonom dan Tangkal Hoaks

17 Juli 2019 8:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin cukup mendapat perhatian publik. Dia mengkritik balik ekonom yang menyebut pemerintahan Jokowi terlalu bergantung kepada negara lain hingga menangkal hoaks bahwa pemerintah tak memiliki uang tunai.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani hadir dalam seminar "Tantangan Investasi di Tengah Kecamuk Perang Dagang" yang digelar Institute of Economic and Finance (Indef), Selasa (16/7). Sebelum memberikan keynote speech, Sri Mulyani mendengarkan pidato pembukaan Direktur Program Indef Esther Sri Astuti.
Dalam pidatonya, Esther menyinggung soal kepemimpinan Jokowi yang dinilai terlalu bergantung pada negara lain. Menurut dia, kondisi ini rentan membuat Indonesia mudah terguncang ketika suatu kebijakan berlaku di negara lain, maka dampaknya langsung menyasar ekonomi dalam negeri.
"Presiden Jokowi kami nilai seakan-akan kita bergantung dalam pemimpin-pemimpin dunia. Kami mempertanyakan kenapa harus bergantung? Biar lah winter melanda ekonomi dunia, tapi kita tidak punya winter. Meski kita dianggap sebagai negara kecil yang kurang diperhitungkan," ujar Ester di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (16/7).
ADVERTISEMENT
Kritik Balik Ekonom
Mendapat kritikan tersebut, Sri Mulyani pun membela. Dia menjelaskan bahwa istilah Winter is Coming yang disampaikan Jokowi untuk menunjukkan sebuah perumpamaan.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap negara lain. Seluruh negara di dunia saling ketergantungan baik dari sisi hubungan bilateral maupun hubungan dalam menciptakan perdamaian dunia.
"Catatan dari pendapatnya Bu Esther tadi adalah mengenai ketidaktergantungan Indonesia atau jangan lah kita tergantung terhadap negara lain. Kalau Jokowi sampaikan Game of Thrones itu adalah sebuah metafora. Jadi tidak mengatakan bahwa di Indonesia enggak ada winter dan jadi tidak relevan," katanya.
Indonesia sendiri, kata Sri Mulyani, sejak berdirinya dan di dalam UUD 1945 sudah menegaskan bahwa negara harus berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Artinya, Indonesia memiliki keterikatan dengan negara lain untuk mewujudkan hal ini.
ADVERTISEMENT
"Kita sharing satu dunia yang sama, bumi yang sama, jadi globalisasi dan saling membutuhkan itu adalah suatu keniscayaan. Karena waktu Indonesia didirikan pun kita punya ambisi untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kesejahteraan kedamaian, menciptakan ketertiban dunia, berdasarkan perdamaian abadi. Itu saja sudah menggambarkan bahwa kita itu memiliki cita-cita yang besar," jelasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga membantah kepemimpinan Presiden Jokowi terlihat 'kecil' di mata pemimpin dunia. Menurut dia, masuknya Indonesia dalam bagian negara G20 cukup berperan dalam kebijakan global.
"Tadi juga mengatakan seolah-olah Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara kecil yang diremehkan dunia. Itu juga perlu dikoreksi karena di dalam banyak hal Indonesia sebagai negara G-20, secara cukup influential berperan mendukung pengambilan kebijakan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani mengajak agar para peneliti Indef bisa lebih banyak berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai masalah ekonomi global.
"Mungkin nanti Indef kita boleh bertukar pikiran seperti kata Pak Didik, we are talking about policy and the nature of Indonesia. Dan kita boleh bicara tentang banyak hal. Tapi tidak personalize dan tidak boleh berdasarkan landasan kebencian atau hate," jelasnya.
Defisit APBN Diprediksi Melebar
Usai menghadiri seminar Indef tersebut, siang harinya Sri Mulyani menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI untuk membahas laporan semester I, prognosa semester II, dan outlook APBN 2019.
Pemerintah memproyeksi defisit APBN 2019 mencapai Rp 310,8 triliun atau 1,93 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini melebar dibandingkan target dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 296 triliun atau 1,84 persen dari PDB.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani bilang, defisit yang melebar tersebut lantaran jumlah penerimaan negara yang lebih rendah dari belanja negara. Tak hanya itu, perlambatan perekonomian global akibat eskalasi perang dagang masih terasa di tahun ini, dan menekan penerimaan negara.
Secara rinci, penerimaan negara selama tahun ini diprediksi hanya 93,8 persen dari target APBN 2019 atau hanya sebesar Rp 2.030,7 triliun. Di semester I ini, realisasi penerimaan negara mencapai Rp 898,7 triliun dan di semester II diproyeksi Rp 1.131,9 triliun.
Sementara untuk belanja negara, selama tahun ini diperkirakan Rp 2.341,5 triliun atau 95,1 persen dari target. Adapun realisasi belanja negara di semester I 2019 sebesar Rp 1.034,5 triliun dan proyeksi semester II yang sebesar Rp 1.307 triliun.
ADVERTISEMENT
Tangkal Hoaks Uang Negara Kosong
Meski defisit melebar, Sri Mulyani memastikan uang negara masih akan terjaga. Sebab Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) masih ada sebesar Rp 204 triliun hingga semester I 2019. Secara rinci, SILPA hingga akhir Desember tahun lalu Rp 170 triliun dan semester I sebesar Rp 34 triliun.
Dia juga mengimbau masyarakat tak terpengaruh hoaks yang mengatakan pemerintah tak lagi memiliki uang tunai atau cash. Menurutnya, hingga saat ini, uang tunai di Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) mencapai Rp 204 triliun.
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto: Getty Images
Secara rinci, SILPA tersebut merupakan akumulasi di akhir Desember tahun lalu yang sebesar Rp 170 triliun dan SILPA di semester I ini yang sebesar Rp 34 triliun.
ADVERTISEMENT
"Pada LKPP 2018 akhir Desember lalu ada Rp 170 triliun, semester I Rp 34 triliun, total sekitar Rp 200 triliun, itu SILPA cash kita yang ada di BI. Kami meyakinkan supaya masyarakat juga tahu, karena kemarin ada hoaks yang sampaikan kita enggak punya uang, itu salah sangat besar," ujar Sri Mulyani di Ruang Badan Anggaran DPR RI.
Sri Mulyani juga menjelaskan, kondisi tersebut tentu berbeda jauh dengan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, limit defisit APBN Pemerintah AS ditolak oleh Kongres, sehingga AS tak lagi bisa berutang dan tak memiliki cash.
"Tentu berbeda jauh dengan pemerintah AS. Menteri AS mereka enggak punya uang cash karena mereka ajukan limit enggak di-approve. Enggak boleh issued utang lagi," katanya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya beredar informasi bahwa pencairan restitusi mengalami kendala lantaran kekosongan kas negara. Selain itu, terhambatnya pencairan restitusi kemungkinan disebabkan oleh pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 PNS.
Adapun tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 40 triliun untuk membayar THR dan gaji ke-13 PNS yang masing-masing sebesar Rp 20 triliun.