Alvin Lie Soal Kapasitas Penumpang Pesawat: Kenapa Dulu Dibatasi 70 Persen?

14 Januari 2021 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Ombudsman Alvin Lie. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Ombudsman Alvin Lie. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama 11 sampai 25 Januari 2021, Kemenhub malah mengizinkan maskapai mengangkut penumpang 100 persen. Kebijakan tersebut menimbulkan polemik karena kasus COVID-19 masih tinggi.
ADVERTISEMENT
Anggota Ombudsman yang juga pengamat penerbangan, Alvin Lie, sudah mengetahui adanya kebijakan tersebut. Ia menganggap langkah itu tidak tergesa. Alvin mempertanyakan kenapa dulu malah ada pembatasan jumlah penumpang.
“Saya justru mempertanyakan kenapa dulu dibatasi 70 persen? Karena itu tidak ada, di negara-negara lain tidak dibatasi, silakan mengatur sendiri-sendiri. Justru yang lebih penting diatur adalah pengukuran suhu tubuh misalnya,” kata Alvin saat dihubungi kumparan, Kamis (14/1).
Alvin merasa pengukuran suhu tidak maksimal karena ada yang diambil di lengan. Padahal seharusnya di kening atau dahi. Ia menganggap kondisi tersebut lebih berbahaya dibanding permasalahan jumlah penumpang.
Sejumlah penumpang menggunakan masker saat beada di dalam kabin pesawat Lion Air. Foto: Lion Air
Alvin mengatakan saat ini penumpang juga sudah harus memenuhi banyak peraturan untuk naik pesawat mulai rapid test antigen atau ada yang mensyaratkan PCR, memakai masker hingga tidak boleh makan dan berbicara di pesawat. Ia meminta dalam memaksimalkan protokol kesehatan harus diikuti tindakan tegas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Alvin menuturkan diperbolehkannya kapasitas penumpang pesawat terisi penuh bukan perkara sudah mulai vaksinasi. Menurutnya proses vaksinasi juga masih lama dampaknya bisa dirasakan.
“Enggak, enggak ada kaitannya dengan vaksin. Vaksin ini masih butuh waktu panjang untuk efeknya dirasakan, baru launching saja, presiden simbolis divaksinasi, tapi kalau untuk masyarakat divaksinasi dan sebagainya masih butuh waktu berbulan-bulan lagi dan peraturan ini tidak ada kaitannya dengan jadwal vaksinasi,” ujar Alvin.
Kemenhub telah mencabut aturan penumpang pesawat maksimal 70 persen dalam SE Nomor 3 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksana Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara Dalam Masa Pandemi COVID-19.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengungkapkan alasan pelonggaran keterisian penumpang pesawat dari 70 persen menjadi 100 persen. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah terjadi penurunan penumpang yang signifikan pada pembatasan yang sebelumnya atau pada periode liburan natal dan tahun baru.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, untuk sementara load factor 70 persen tidak diberlakukan,” katanya kepada kumparan, Selasa (12/1).
Dengan demikian, maskapai diizinkan untuk mengangkut 100 persen kapasitas kursi. Novie menekankan aturan ini akan dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat.
Selain itu, maskapai harus menyediakan 3 kursi kosong bagi penumpang yang memiliki gejala COVID-19. Penumpang juga masih diwajibkan untuk mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan. Protokol tersebut, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
Kemudian penumpang juga tidak diperkenankan makan dan minum sepanjang perjalanan yang kurang dari 2 jam. Namun, aturan ini dikecualikan bagi individu yang harus mengkonsumsi obat-obatan dalam rangka kesehatan.
Sedangkan untuk tes corona, dalam SE terbaru mengatur penumpang wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam. Atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan. Aturan ini mengatur khusus untuk penerbangan menuju Bandara Ngurah Rai Bali.
ADVERTISEMENT
Untuk penerbangan dari dan ke daerah selain Bandara Ngurah Rai Bali, maka penumpang diwajibkan membawa surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3x24 jam, atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 2x24 jam.