Anggota DPR Beda Pendapat soal Rencana Jokowi Kembalikan Fungsi OJK ke BI

4 Juli 2020 10:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi tengah mempertimbangkan untuk mengalihkan kembali fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK ke Bank Indonesia (BI). Jika hal itu jadi dilakukan, Jokowi akan mengeluarkan Perppu, karena selama ini baik fungsi BI maupun OJK diatur dengan undang-undang.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, anggota Komisi XI DPR berbeda pendapat. Ada yang menilai pengembalian fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI dapat merugikan industri keuangan yang saat pun tengah berjuang menghadapi persoalan likuiditas.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Demokrat, Vera Febyanthy, menjelaskan bahwa seharusnya pemerintah bisa memberikan kesempatan bagi OJK untuk berbenah dan melakukan reformasi di lembaga tersebut. Apalagi, usia OJK ini dinilai masih 'balita' jika fungsinya dikembalikan ke bank sentral.
"Berikanlah kesempatan OJK untuk memperbaiki diri, dia bisa melakukan reformasi, mengatasi seluruh persoalan yang ada. Kalau sudah diperingatkan tapi belum berbenah juga itu lain cerita ya, tapi saat ini paling bijak kasih mereka kesempatan evaluasi," ujar Vera kepada kumparan, Sabtu (3/7).
ADVERTISEMENT
Pembentukan OJK sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Vera menuturkan, pembentukan saat itu pun penuh perjuangan.
Dia melanjutkan, jika pengawasan bank kembali ke BI, artinya akan ada masa transisi bagi industri keuangan. Sementara di tengah pandemi saat ini, seluruh sektor tengah mengalami tekanan.
"Kan artinya transisi enggak mungkin sebulan, dua bulan, industri juga harus melakukan transisi kalau kebijakan beda lagi. Kalau seperti itu bisa merugikan industri keuangannya juga, jadi memang perlu dipikirkan kembali," katanya.
Gedung Bank Indonesia. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad menuturkan, rencana pemerintah untuk mengalihkan fungsi OJK kembali ke BI diperkirakan karena banyaknya masalah di industri keuangan.
"Kasus-kasus yang muncul seperti Jiwasraya yang justru melibatkan pejabat OJK, kasus Minna Padi, kasus Koperasi Indosurya, serta rilis hasil pemeriksaan BPK terhadap fungsi pengawasan OJK yang belum maksimal pada tujuh bank, ini kita dapat memahami," kata dia.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Kamrussamad, hal tersebut dinilai tergesa-gesa. Seharusnya fokus pemerintah dan lembaga saat ini adalah menangani masalah kesehatan maupun ekonomi akibat pandemi virus corona.
Anggota Fraksi PDIP, Eriko Sotarduga dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara' di gedung parlemen DPR RI, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Sebelumnya wacana pembubaran OJK pernah diutarakan di Komisi XI DPR RI. Saat itu, dewan legislatif tidak puas dengan kinerja otoritas pada pengawasan industri keuangan, salah satunya kasus gagal bayar Jiwasraya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga mengatakan, pemisahan pengawasan industri keuangan dengan moneter di Bank Indonesia pada 2012 juga merupakan inisiatif DPR. Saat itu, fungsi pengawasan industri keuangan ditetapkan berada di OJK, sementara moneter berada di BI.
Namun dalam perkembangannya, kata Eriko, pengawasan industri keuangan di OJK dinilai tak maksimal. Bahkan beberapa perusahaan asuransi berpotensi mengalami gagal bayar.
ADVERTISEMENT
"Kami bicara, dulu mereka melakukan (pemisahan) itu untuk pengawasan lebih baik, tapi kan ternyata hasilnya tidak maksimal," kata Eriko di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1).
Sekarang pengawasan OJK terhadap industri keuangan dinilai belum maksimal. Dia menilai, DPR bisa saja mengembalikan fungsi pengawasan industri keuangan dari OJK ke Bank Indonesia (BI), seperti yang terjadi pada awal mula regulator keuangan.
"Memungkinkan saja OJK dikembalikan ke BI. Di Inggris sudah terjadi, beberapa negara juga sudah terjadi. Nah ini tentu harus dievaluasi (OJK)," tandasnya.