Anggota DPR Kompak Pertanyakan Kinerja PT Pos Indonesia

10 Februari 2020 21:39 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Komisi VI DPR RI dengan PT Jasa Marga hingga Perum Damri. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Komisi VI DPR RI dengan PT Jasa Marga hingga Perum Damri. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VI DPR ramai-ramai mempertanyakan kinerja PT Pos Indonesia (Persero). Pasalnya, perusahaan pelat merah itu tengah dibelit berbagai persoalan, dari bisnis surat menyurat yang kian lesu hingga menunggak pembayaran gaji karyawan.
ADVERTISEMENT
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VI DPR, Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setiono, dicecar berbagai pertanyaan mengenai kinerja perusahaan.
Anggota Komisi VI Fraksi Golkar, Muktaruddin, menilai tidak ada perkembangan signifikan dari Pos Indonesia. Padahal perusahaan itu memiliki aset yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Masalah PT Pos saya lihat tidak berkembang. Tanahnya kan besar tetapi hanya diisi rumput, jadi perlu ada kreativitas,” ujar Mukhtaruddin dalam RDP di Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (10/2).
Ilustrasi Pos Indonesia. Foto: Instagram/@posindonesia.id
Hal senada juga dilontarkan Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto. Ia mencecar Gilarsi yang piawai membuat laporan tetapi nyatanya bermasalah dalam kinerja.
“Pos Indonesia mungkin persoalan sudah lama, Kita sering RDP berlarut-larut. Bapak kalau buat sesuatu indah semuanya, laporan bagus. Kami sampai terkagum-kagum watu bapak presentasi. Tapi ujung-ujungnya kok kinerjanya enggak bagus, saya tidak melihat laporan keuangan,” cecar Darmadi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, BUMN jasa logistik dan ekspedisi itu juga diminta untuk belajar dari perusahaan startup yang juga bergerak di bidang jasa pengiriman. Perusahaan-perusahaan itu dinilai jauh meninggalkan Pos Indonesia dari segi inovasi.
“Kan sebenarnya bisa dikelola model milenial, Gojek, Grab. Yang kita sedihkan sebenarnya kenapa enggak dulu-dulu Pos mengejar ketertinggalan inovasi,” tutur anggota Komisi VI fraksi PKB, Mohammad Toha.
Mereka ramai-ramai menyayangkan kontribusi Pos Indonesia yang tidak begitu terlihat. Padahal aset yang dikelola perusahaan ini dinilai sangat besar.
“Mengubah apa pun tanpa mengubah mindset agak sulit. PT Pos punya aset begini besar kenapa begini-begini saja? Sementara yang lain sudah berkembang besar,” pungkas anggota DPR lainnya yang hadir dalam RDP itu, Deddy Yevri Sitorus.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan RDP, Gilarsi tidak diberi kesempatan merespons kritik dari Anggota Komisi VI. Namun, di awal rapat, Gilarsi sempat memaparkan tentang kondisi perseroan. Bisnis Pos Indonesia saat ini masih bersifat konvensional, yakni pengiriman dokumen. Kemudian, Pos Indonesia terbebani oleh karyawan berstatus pegawai tetap. Padahal, industri banyak memakai sistem pegawai lepas atau kontrak yang mampu memangkas biaya.
Beban lain yang harus ditanggung Pos Indonesia yaitu melayani dan membuka kantor di wilayah Terdepan Terluar dan Tertinggal Indonesia. Daerah tersebut sebetulnya tidak laik secara bisnis.
"Dalam PSO (Public Service Obligation), Pos cover dua penugasan karena kami operasional di kantor 3T 2.470 kantor di 3 T yang secara legal tidak layak dioperasikan sebagai bisnis tapi negara harus hadir/ kiriman Pos Indonesi tarifnya ditentukan oleh pemerintah dua hal ini menyisakan isu bagi Pos Indonesia," ungkap Gilarsi.
ADVERTISEMENT