Angkatan Kerja Mayoritas Tamatan SD dan SMP, Indonesia Sulit Jadi Negara Maju

4 Agustus 2021 16:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan alat mesin pertanian (alsintan) di salah satu bengkel produksi Sang General Industri (SGI),  Aceh Besar, Aceh, Selasa (27/7/2021).  Foto: SYIFA YULINNAS/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan alat mesin pertanian (alsintan) di salah satu bengkel produksi Sang General Industri (SGI), Aceh Besar, Aceh, Selasa (27/7/2021). Foto: SYIFA YULINNAS/ANTARA
ADVERTISEMENT
Indonesia bercita-cita bisa menjadi negara maju di 2045 atau pada momen 100 tahun kemerdekaan. Namun cita-cita tersebut dinilai sulit tercapai sebab saat ini penyerapan tenaga kerja masih seret.
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Hendri Saparini, mengatakan 56 persen penduduk usia produktif di atas 15 tahun hanyalah tamatan SD dan SMP. Sementara 19 persen dan 12 persen lainnya merupakan tamatan SMA dan SMK.
Padahal, kata dia, lapangan kerja yang tersedia saat ini membutuhkan sumber daya manusia (SDM) dengan kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi.
"Kalau kita bicara inklusif growth, untuk menuju 2045 yang tinggal 25 tahun, menurut saya ini adalah PR besar. Artinya kita tidak mungkin mencapai Indonesia emas atau negara maju dengan USD 12.000 per kapita dengan kondisi seperti ini," ujar Hendri dalam Webinar 50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, Rabu (4/8).
Menurut Hendri, kemajuan sebuah negara tidak terlepas dari terciptanya lapangan kerja. Sehingga agar Indonesia bisa menjadi negara maju, pemerintah harus menemukan cara agar mayoritas angkatan kerja yang hanya lulusan SD dan SMP juga bisa ikut terserap.
ADVERTISEMENT
"Jadi memang betul menciptakan lapangan kerja menjadi penting. Jadi artinya kalau kita ingin menciptakan lapangan kerja, maka menurut saya kita perlu melihat bagaimana kita merencanakan sebuah program agar angkatan kerja tadi juga terserap mendapatkan pekerjaan," ujarnya.
Pekerja konstruksi di Jakarta saat penerapan PPKM Darurat. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di sisi lain, tren lapangan kerja yang tersedia di Indonesia saat ini sifatnya lebih padat modal, padat teknologi, dan padat investasi. Hal ini terlihat terutama pada perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
Sebanyak 9,7 persen perusahaan asing yang ada di Indonesia bergerak di sektor pertambangan. Sementara 21 persen lainnya merupakan industri logam dasar dan 20 persen lainnya adalah perusahaan listrik dan gas.
"Kalau tren investasi seperti itu sudah pasti yang dibutuhkan adalah mereka-mereka dengan SDM yang memiliki kualifikasi keahlian dan pendidikan tinggi. Lalu angkatan kerja tamatan SD dan SMP di mana harus kerja?" ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, selama ini pemerintah dinilai hanya fokus menyediakan angka pengangguran tanpa pernah menyajikan jumlah lapangan kerja yang berhasil diciptakan.
Untuk itu, Hendri mengatakan pemerintah harus melakukan intervensi dan meninjau ulang beberapa kebijakan. Tujuannya agar angkatan kerja dengan pendidikan SD dan SMP bisa ikut terserap.
Kalau melihat kondisi tadi menurut saya pendekatan yang baru menjadi sangat perlu. Kita tinggal punya waktu 25 tahun harus tahu persis, apa yang akan dilakukan dilakukan. Kita tahu bahwa lapangan kerja yang lebih padat modal, teknologi dan inovasi tidak bisa menyerap tenaga kerja yang saya sebutkan tadi," tandasnya.