news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

APBN Tak Sanggup Lagi Biayai Program Sejuta Rumah Jokowi, Tapera Jadi Andalan

9 Juli 2020 18:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi meninjau rumah murah. Foto: Antara/Risky Andrianto
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi meninjau rumah murah. Foto: Antara/Risky Andrianto
ADVERTISEMENT
Program sejuta rumah per tahun yang menjadi andalan Presiden Jokowi pada periode pertama pemerintahannya kembali dilanjutkan tahun ini hingga 2024 mendatang. Sama seperti tujuan awal 2015 lalu, program ini diharapkan bisa membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki hunian yang layak.
ADVERTISEMENT
Kementerian PUPR mencatat, jumlah backlog rumah di Indonesia masih tinggi, sekitar 5 juta unit. Sayangnya, di tengah upaya menyediakan dana ini, pemerintah mulai kehabisan dana.
"Dari backlog yang ada, program 5 juta unit membutuhkan anggaran Rp 557,2 triliun. Ini tidak mungkin ditopang oleh anggaran pemerintah, makanya kita berkolaborasi dengan swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat," kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (9/7/20).
Khalawi merinci, dari 5 juta backlog tersebut, dana yang berasal dari pos anggaran Ditjen Perumahan hanya Rp 54 triliun atau sekitar 9,7 persen saja. Dana segitu hanya cukup membangun 875 ribu unit rumah.
Sementara di Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, ada Rp 84,7 triliun atau 15,2 persen yang bakal dibangun 1,7 juta unit rumah. Itu artinya, masih ada kekurangan dana untuk bisa mewujudkan 5 juta rumah hingga tuntas dengan dukungan swasta. Dia menyebut program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi salah satu solusinya ke depan.
ADVERTISEMENT
"Sisanya inilah yang kita harus gerak bersama, termasuk dukungan Komisi V, dan swasta. Dan ini sudah dibuktikan di periode pertama program sejuta rumah alhmadulillah sudah bisa efektif. Nah Tapera itu salah satu solusi ke depan, namun nanti akan dijelaskan beliau (BP Tapera)," lanjut Khalawi.
Peresmian BP Tapera di Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat (29/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
Tapera merupakan program baru pemerintah tahun ini yang dijalankan Badan Penyelenggara Tapera (BP Tapera). Program ini mengharuskan para pekerja seluruh Indonesia menyetorkan 3 persen gajinya ke BP Tapera untuk pembiayaan rumah berbunga murah mulai tahun depan.
Khalawi menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 11,5 juta backlog rumah di Indonesia. Jumlah tersebut ditekan Jokowi dalam program sejuta rumah dan berhasil menurunkan masalah backlog hingga 3,76 juta unit.
ADVERTISEMENT
Sisanya, 7,64 juta unit inilah yang akan dibangun hingga lima tahun ke depan. Sayangnya, kata dia, ada pertumbuhan atau tambahan kebutuhan KK baru kurang lebih 700 ribu per tahunnya.
"Sehingga itu yang menjadi dilema, kalau program 1 juta rumah saja enggak cukup, maka mesti ada inovasi lain," ujar Khalawi.

Tanah di Kota Dikuasai Pengembang Besar

Di sisi lain, Khalawi mengungkapkan bahwa salah satu kendala penyediaan rumah di kota-kota besar adalah karena lahannya sudah dikuasai pengembang besar. Kondisi ini membuat masyarakat berpenghasilan rendah sulit mendapatkan rumah.
"Kenyataannya adalah di kota-kota besar seperti Jabodetabek, lahan-lahan sudah dikuasai oleh pengembang besar. Kita sama-sama tahu. Untuk membangun rumah MBR sangat susah cari tanah yang murah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Dia pun tengah mendorong agar ada pasal baru dalam UU Pertanahan dengan memasukkan pasal land banking. Tujuannya agar pengadaan tanah di kota bisa diatur negara.
Saat ini, Kementerian PUPR juga tengah membangun hunian vertikal atu rumah susun yang berbasis TOD. Khusus di Jabodetabek, rencananya akan dibangun di 56 titik TOD. Tercatat baru 11 titik TOD yang dibangun bekerja sama dengan Perum Perumnas dan BUMN lainnya.