Apindo Anggap Kenaikan Suku Bunga BI Bikin Daya Beli Masyarakat Terpuruk

25 April 2024 11:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masyarakat memadati Pasar Tanah Abang untuk berbelanja kebutuhan Lebaran di Jakarta, Sabtu (30/3/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat memadati Pasar Tanah Abang untuk berbelanja kebutuhan Lebaran di Jakarta, Sabtu (30/3/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menanggapi kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen di April 2024. Suku bunga deposito facility naik 25 bps menjadi 5,50 persen dan suku bunga lending facility naik 25 bps menjadi 7 persen.
ADVERTISEMENT
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, mengatakan ada tiga tantangan yang akan dihadapi perekonomian Indonesia imbas kenaikan suku bunga.
Pertama, kebijakan perbankan yang cenderung akan menaikkan suku bunga kredit. Sehingga di sektor usaha akan mengalami kenaikan cost of fund yang mendorong kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) atas produksi.
"Inilah hal pertama yang perlu dimitigasi, yaitu timbulnya inflasi karena kenaikan harga pokok produksi atau cost push inflation," kata Ajib kepada kumparan, Kamis (25/4).
Kedua, pelemahan daya beli masyarakat. Menurut Ajib, berkurangnya likuiditas dan potensi kenaikan harga barang, maka daya beli masyarakat akan mengalami tekanan. Apalagi pemerintah juga mempunyai ruang fiskal yang relatif terbatas untuk menopang daya beli masyarakat dengan skema bantuan sosial (bansos).
ADVERTISEMENT
Ketiga, perlambatan ekonomi. Ajib mengungkapkan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup bagus pasca pandemi rata-rata tumbuh di atas 5 persen. Tetapi, di sisi lain, pertumbuhan ekonomi ini sedang menghadapi masalah, yaitu tren yang menurun.
Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31 persen dan tahun 2023 hanya mencapai 5,05 persen. Tren menurun ini diharapkan kembali bisa rebound di tahun 2024. Sehingga pemerintah membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi pada angka 5,2 persen.
"Ketika pemerintah membuat kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, semakin tidak mudah mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan," tutur Ajib.
Untuk itu, Ajib menyarankan pemerintah perlu membuat program dan kebijakan yang komprehensif dan berorientasi jangka panjang. Tak hanya itu, pemerintah juga perlu membuat ekosistem bisnis yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, dengan melibatkan semua stakeholder ekonomi yang ada. termasuk untuk sektor pertanian, perkebunan, maritim, hingga energi.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan, untuk menghindari crowding out, pemerintah harus fokus dengan menawarkan investasi jangka panjang yang lebih menarik, dibandingkan dengan investasi jangka pendek. Investasi jangka panjang ini harus ditopang dengan kemudahan berusaha dan insentif yang tepat sasaran," ujar Ajib.
Kemudian, untuk menjaga stabilitas rupiah, pemerintah harus fokus dan konsisten dengan transformasi ekonomi yang berorientasi ekspor dan substitusi impor. Sementara secara bilateral perlu membangun kesepakatan untuk transaksi dagang dengan mata uang lokal atau dedolarisasi.
"Kenaikan tingkat suku bunga acuan, secara umum akan menimbulkan dampak tantangan ekonomi. Pemerintah perlu melakukan penguatan ekonomi, agar bisa mencapai target pertumbuhan dan indikator makro ekonomi yang diproyeksikan," tutur Ajib.