Apindo Sebut 60 Persen Anggota Sulit Bayar Utang Bank, Seperti Apa Data di OJK?

8 April 2021 13:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teller bank menghitung uang Dolar. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Teller bank menghitung uang Dolar. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyebut sebanyak 60 persen anggotanya kesulitan membayar utang mereka ke bank. Tapi kondisi itu tak sejalan dengan pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan sektor jasa keuangan termasuk perbankan tetap stabil, termasuk porsi kredit bermasalah atau NPL (Non-Performing Loan).
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan para pengusaha yang menjadi anggota Apindo sangat terdampak pandemi COVID-19. Dari survei yang dilakukan Apindo pada Januari 2021 terhadap sekitar 600 anggotanya, hampir 60 persen di antaranya mengaku kesulitan membayar kredit bank.
“Semua rata-rata pengusaha mengaku punya pinjaman ke bank. Mereka ini 59,4 persennya atau 60 persen kesulitan pembayaran utang,” ujar Hariyadi dalam webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021 yang digelar BKF Kemenkeu, Kamis (8/4).
Menurut dia, para pengusaha tersebut tergolong dalam kategori menengah. Nantinya, para pengusaha itu akan memanfaatkan kebijakan restrukturisasi untuk meringankan beban cicilan pokok dan bunga utang.
Pernyataan Hariyadi tersebut berbeda dengan data OJK yang mengungkapkan hingga Februari 2021, stabilitas sistem keuangan masih terjaga dan mampu mendorong proses pemulihan perekonomian yang sedang dilakukan pemerintah. Hal tersebut menjadi kesimpulan Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, yang berakhir Jumat (26/3) lalu.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Jika Apindo menyebut mayoritas yakni 60 persen anggotanya kesulitan membayar kredit mereka ke bank, namun OJK menyebut porsi kredit bermasalah atau NPL meski naik namun masih terjaga.
ADVERTISEMENT
"Di tengah moderasi kinerja intermediasi, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,21 persen (NPL net 1,04 persen) dan rasio NPF perusahaan pembiayaan 3,9 persen," kata Wimboh Santoso.
Kalaupun ada debitur yang kesulitan membayar utang bank seperti diungkapkan Apindo, OJK juga masih memberlakukan restrukturisasi kredit. Wimboh menjelaskan, restrukturisasi kredit bank dan pembiayaan jumlahnya terus meningkat meski trennya semakin melandai sejak akhir tahun lalu.
Dia menjelaskan, kebijakan untuk memfasilitasi restrukturisasi yang dikeluarkan OJK itu, dimaksudkan untuk menjaga sektor usaha dan stabilitas sistem keuangan. Nilai outstanding (dikurangi nilai pelunasan) restrukturisasi kredit untuk sektor perbankan sampai dengan Januari 2021, mencapai Rp 825,8 triliun. Jumlah itu mencakup sebanyak 6,06 juta debitur.
ADVERTISEMENT
"Jumlah ini mencapai 15,32 persen dari total kredit perbankan. Jika tidak direstrukturisasi, debitur tersebut akan default (gagal bayar) dan memberikan dampak besar bagi kinerja perbankan dan akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan serta perekonomian nasional," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK itu.