news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Arcandra soal Harga Gas: Kadang Industri Mintanya Kelewatan

27 September 2019 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana kenaikan harga gas bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) diprotes oleh para pelaku industri. Industri yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku atau bahan bakar meminta kenaikan harga per 1 Oktober 2019 itu dibatalkan karena dapat menurunkan daya saing.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, industri memang kerap minta harga gas diturunkan. Dia mengatakan, masih ada ruang bagi pemerintah untuk menurunkan harga gas di hulu. Namun, penurunan harga gas di hulu hanya dimungkinan pada lapangan yang baru akan berproduksi. Sementara lapangan yang sudah berproduksi dan berkontrak tak bisa diturunkan begitu saja.
"Kadang industri mintanya kelewatan. 'Pak bisa gak harga hulu diturunkan?' Dalam beberapa kesempatan, untuk harga hulu ke depan ya Insyaallah kita masih bisa ada ruang untuk diturunkan. Tapi untuk hulu yang sudah berproduksi itu susah," kata dia dalam sambutannya dalam Hilir Migas Expo di JCC, Jakarta, Jumat (27/9).
Kata Arcandra, opsi penurunan harga dimungkinkan karena ada penghematan biaya berkat skema bagi hasil gross split. Dia mengatakan, tahun lalu cost recovery yang bisa dihemat sekitar USD 900 juta. Tahun ini diperkirakan negara akan menghemat lebih banyak, yakni USD 1,66 miliar dan tahun depan sekitar USD 1,78 miliar.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, penghematan cost recovery terjadi karena sudah banyak kontraktor yang berpindah ke skema gross split sejak 2018. Dengan skema ini, pemerintah tak perlu mengganti biaya operasi yang dikeluarkan kontraktor seperti yang terjadi pada skema cost recovery.
Di sisi lain, Arcandra menekankan, harga gas bumi di Indonesia harus dilihat secara komprehensif. Untuk membandingkannya dengan harga gas di satu tempat dengan tempat lain, perlu dilihat seluruh struktur biaya. Sebab, ada beberapa struktur yang mempengaruhi penetapan besaran harga ke konsumen, kondisi ini membuat harga gas sampai ke konsumen tidak sama.
"Sewaktu compare bandingkan harga gas sebaiknya kita melihat komparasinya harus apple to apple. Apakah harga gas di hulu, atau sudah harga midstream, atau harga LNG, atau harga gas ini harga yang sudah disubsidi oleh negara," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Arcandra, penetapan harga gas di Indonesia tidak seluruhnya mahal. Dia menyebut ada gas seharga USD 5 per MMbTu, dan ada pula harga gas yang ditetapkan sebesar USD 9 per MMbTu.
Arcandra mengungkapkan, pemerintah pun berupaya agar harga gas bumi di Indonesia terjangkau, sehingga industri dalam negeri dapat bersaing dengan asing dalam biaya produksi.
Sebagai contoh, saat pemerintah membangun pipa Arun Belawan, gas yang mengalir saat awal-awal sangat sedikit. Tapi setelah itu pemerintah menurunkan harganya sekitar USD 1 per MMbTu.
Selain itu, di Benoa pemerintah juga sudah menurukan harga gas di midstream hampir USD 2 per MMbTu. Lalu di Jambaran Tiung Biru, dulu harganya di atas USD 9 per MMbTu, tapi proyeknya tak bisa jalan karena PLN tak mau membeli gasnya. Setelah diturunkan harga gasnya jadi USD 7,6 per MMbTu, proyek bisa jalan.
ADVERTISEMENT
"Dari 3 contoh ini, apakah pemerintah concern enggak dengan harga gas kompetitif? Iya. Ini baru 3 contoh, banyak yang lain," kata dia.