Arcandra Tahar Beberkan Potensi Keuntungan Bisnis Energi Terbarukan

6 Februari 2021 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arcandra Tahar. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Arcandra Tahar. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Transisi energi tengah menjadi tren di seluruh dunia, perusahaan-perusahaan migas kini mulai masuk ke bisnis energi terbarukan. Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar ikut angkat bicara mengenai hal ini. Ia pun menghitung potensi keuntungan di bisnis energi terbarukan dan membandingkannya dengan bisnis migas.
ADVERTISEMENT
Pertama-tama, Arcandra menjelaskan bahwa dalam dunia bisnis ada dua jenis risiko, yakni risiko bisnis dan risiko keuangan. Risiko bisnis adalah jenis risiko yang terjadi karena perilaku operasi dari bisnis itu sendiri, seperti risiko operasi tambang atau risiko operasi drilling. Sehebat apapun keahlian manusia dalam mengelola, risiko kegiatan drilling di industri migas tetap tinggi. Seperti itulah DNA bisnisnya.
Risiko keuangan adalah jenis risiko terkait dengan bagaimana sebuah perusahaan mengelola portfolio utang mereka. Berbeda dengan risiko bisnis, risiko keuangan dapat diatur tergantung dari kecakapan tim manajemennya.
Bagaimana risiko dan potensi keuntungan bisnis renewable energy (energi terbarukan/ET) yang kini sedang jadi pusat perhatian di seluruh dunia?
"Investasi di ET mempunyai risiko bisnis yang rendah karena kontraknya jangka panjang. Sehingga banyak institusi keuangan mau mendanai proyek ET. Lain halnya dengan eksplorasi migas yang memiliki risiko bisnis sangat tinggi," kata Arcandra seperti dikutip dari akun Instagram resminya, Sabtu (6/2).
PLTS Gili Trawangan. Foto: Dok. Istimewa
Selain probabilitas keberhasilan eksplorasi hanya sekitar 20 persen, harga migas juga tergantung dari dinamika pasar dan percaturan politik dunia. Ini mengakibatkan hanya sedikit institusi keuangan yang mau mendanai eksplorasi di migas.
ADVERTISEMENT
"Karena bisnis ET adalah bisnis berisiko rendah, maka tingkat pengembalian modalnya juga rendah. Sebaliknya bisnis migas dengan tingkat risiko tinggi memberikan tingkat pengembalian modal yang lebih besar. Apakah perusahaan migas siap berinvestasi di bisnis ET yang menawarkan margin keuntungan atau return on investment (ROI) yang lebih rendah?" Arcandra menerangkan.
Warga melintas menggunakan kendaraan roda dua di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Jeneponto di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Rabu (23/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Sebuah studi di Amerika menyimpulkan bahwa cost of capital untuk bisnis migas berada di sekitar 7 persen, sementara untuk perusahaan utility dan power disekitar 4 persen. Selain cost of capital yang tinggi, perusahaan migas berharap return on investment mereka sekitar 3,9 persen di atas cost of capital, sementara perusahaan utility dan power bisa menerima ROI sekitar 2,3 persen diatas cost of capital mereka.
ADVERTISEMENT
"Melihat data data di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, perusahaan migas yang mengalihkan sebagian bisnisnya ke ET harus rela dengan ROI lebih rendah. Kedua, jika perusahaan migas belum siap dengan return yang rendah, maka hanya sebagian kecil investasi mereka yang akan dialihkan ke bisnis ET," papar Arcandra.