AS Masukkan RI ke Daftar Negara Maju, Sandiaga Ingatkan Pemerintah Hati-hati

25 Februari 2020 16:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno.  Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam merespons pengakuan Amerika Serikat soal Indonesia sebagai negara maju. Menurut Sandi, pengakuan tersebut cukup membanggakan namun ada konsekuensi yang harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
“Kalau saya pribadi ini kan pengakuan internasional berarti dunia menganggap Indonesia maju. Buat saya bagus dan membanggakan namun ada dampak-dampak segi kebijakan internasional yang harus disesuaikan. Nah ini harus dipastikan dunia usaha kita harus siap, ekonomi siap,” ungkap Sandiaga Uno di Kantor Kemenko Maritim, Selasa (25/2).
Menurut Sandi untuk merespon pengakuan tersebut, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha. Apalagi ada kemungkinan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) hilang. Artinya Indonesia tak lagi mendapatkan keringanan bea masuk impor barang ke AS. Hal ini menurut Sandi harus ditinjau dan disosialisasikan kembali.
“Apakah akan berdampak karena saya khawatir kalau tidak disosialisasikan dengan baik bisa menggerus daya saing dan mengurangi investasi dan kemudian menggerus lapangan kerja secara negatif,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian Sandiaga menilai sejatinya predikat negara maju belum terlalu pas bagi Indonesia. Apalagi jika predikat tersebut diukur dari pendapatan per kapita.
“Belum saya rasa. Ini kita masih masuk negara berkembang. Kita masih negara berpenghasilan menengah belum negara berpenghasilan tinggi. Belum masuk jadi negara yang sudah maju,” ujar Sandi.
Menurut Sandi jika Indonesia ingin jadi negara maju maka pemerintah harus lebih menggenjot investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Tak hanya itu, UMKM juga harus turut didorong. Sebab 97 persen lapangan pekerjaan diciptakan oleh sektor UMKM. Bahkan menurut Sandi, sebesar 65 persen PDB juga disumbang oleh sektor UMKM.
“Tingkatkan output ekonomi kita. Omnibus Law ini salah satunya. Jadi katalis. Dengan itu kita harapkan investasi masuk lapangan kerja tercipta. Kalau PDB mau meningkat ya UMKM harus ditingkatkan. Dua kunci itu jadi ukuran,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, Indonesia dikeluarkan dari negara berkembang oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) pada Senin (10/2). Selanjutnya, USTR kini memasukkan Indonesia dalam daftar negara maju.
Pelaku usaha khawatir, dengan dikeluarkannya Indonesia dari negara berkembang akan mencabut fasilitas diskon tarif bea masuk pada produk tertentu ke AS atau disebut Generalized System of Preferences (GSP).
Namun Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menegaskan, GSP Indonesia tak akan dihilangkan. Kebijakan pencabutan negara berkembang hanya berlaku pada fasilitas countervailing duty (CVD).
CVD adalah salah satu penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor suatu negara. CVD ini berfungsi untuk menetralisir perdagangan agar kembali menjadi fair tanpa dumping dan tanpa subsidi.
ADVERTISEMENT